Alarm Bahaya Ekonomi Indonesia Telah Menyala (Bagian 2)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Alarm Bahaya Ekonomi Indonesia Telah Menyala - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Bhima mengatakan ada langkah cepat yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah itu. Salah satu yang ia sarankan adalah mempertebal jaring pengaman sosial untuk kelas menengah rentan.

Sebenarnya kata Bhima pemerintah sudah mulai memberikan jaring pengaman sosial kepada mereka. Namun, ia menilai itu semua belum cukup membentengi kelas menengah rentan dari tekanan kenaikan harga bahan pokok.

Pemerintah katanya juga perlu mengendalikan harga pangan, termasuk mengurangi impor yang sensitif terhadap pelemahan kurs rupiah.

"Perbesar kesempatan kerja di sektor industri pengolahan. Perkuat jaminan sosial ke pekerja informal termasuk driver ojek online (ojol) dan kurir," sambungnya.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita menilai situasi kelas menengah memang serba salah dan serba sulit. Dikatakan serba salah karena kelas menengah bukanlah segmen masyarakat yang mendapatkan dukungan pemerintah secara fiskal, baik subsidi maupun berbagai macam insentif.

"Malu kalau meminta subsidi, tapi semakin menderita jika tak mendapat subsidi," kata Ronny.

Dengan kondisi tersebut, Ronny mengatakan semua pendapatan kelas menengah akan menjadi disposable income. Dengan kata lain, pendapatan akan dipakai untuk konsumsi, baik untuk kebutuhan pokok maupun untuk kebutuhan sekunder, tersier, dan gaya hidup.

Bahkan tabungan pun akhirnya harus dipakai untuk menutupi itu semua. Sayangnya, kelas menengah kini dihadapkan dengan sejumlah persoalan lain untuk konsumsi, seperti; inflasi pangan, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) yang naik menjadi 12 persen pada 2025, hingga wacana pengenaan cukai untuk sejumlah komoditas.

BPS mencatat harga beras eceran naik atau mengalami inflasi 11,88 persen secara tahunan (yoy) pada Juni 2024. Sedangkan, harga beras grosir naik 10,87 persen (yoy) pada Juni 2024, meski secara bulanan harga beras grosir turun 0,28 persen.

Inflasi beras yang mencapai 11,88 persen itu menjadi rekor tertinggi tahun ini. tercatat rekor tertinggi sebelumnya terjadi pada Februari 2024 yang sebesar 5,32 persen.

Inflasi bahan pangan utama masyarakat RI itu berada di tingkat yang tinggi. Pasalnya, jika dibandingkan dengan awal 2023 inflasi beras masih berada di level 2,34 persen.

Sementara berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) BI, rata-rata harga beras berada di posisi Rp15,350 per kg pada 31 Juli 2024. Angka ini terus naik sejak Januari 2023 yang saat itu masih di level Rp12 ribu per kg.

Dengan realitas di atas, Ronny menyebut perbandingan tingkat pendapatan kelas menengah dengan biaya hidup dan kebutuhan semakin kurang sinkron. Daya belinya menurun, karena pertumbuhan pendapatan lebih lambat dibanding dengan pertumbuhan biaya hidup dan biaya kebutuhan.

Namun, pendapatan kelas menengah terus diincar untuk meningkatkan penerimaan negara melalui berbagai pajak. Mereka sekaligus diincar untuk berbelanja agar tingkat konsumsi rumah tangga tetap memberikan kontribusi besar kepada pertumbuhan.

"Dengan kata lain, kelas menengah ibarat sapi perah, baik oleh negara maupun oleh korporasi," imbuh Ronny.

Nah, memburuknya performa ekonomi kelas menengah belakang ini katanya, semestinya menjadi sinyal bagi pemerintah. Jika kelas menengah terus-menerus diperlakukan demikian, maka prospek pertumbuhan ekonomi akan semakin memburuk.

Pasalnya, beban sebagai tulang punggung ekonomi nasional sudah terlalu berat. Karena banyak sektor yang bergantung pada suburnya kelas menengah di Indonesia.

Adapun sektor-sektor yang pasarnya bergantung kepada kelas menengah berpotensi terkontraksi, mulai dari sektor manufaktur, perdagangan, otomotif, sampai pada sektor perbankan dan pembiayaan. Pada ujungnya, tidak saja berpotensi mengganggu kinerja sektor-sektor tersebut, tapi juga akan memperburuk prospek investasi di negeri ini.

Investor di berbagai sektor yang menarget kelas menengah sebagai konsumennya akan berpikir panjang untuk berinvestasi di Indonesia.

Tak berhenti sampai di situ, dengan mengecilnya atau hilangnya porsi pendapatan kelas menengah untuk saving atau tabungan, karena semua pendapatannya menjadi disposable income, maka likuiditas perbankan bisa semakin seret untuk membiayai investasi dan pembiayaan sejenisnya di masa depan.

Ditambah lagi dengan suku bunga yang masih tinggi. Oleh karena itu, Ronny berpendapat pertumbuhan ekonomi pun akan ikut terganggu dari sisi investasi yang tidak tumbuh sesuai dengan harapan dan target.

"Jadi, memburuknya performa ekonomi kelas menengah ini harus menjadi perhatian pemerintah, karena segmen kelas menengah adalah tulang punggung perekonomian nasional," tutur Ronny.

Oleh karenanya, Ronny mengingatkan pemerintah untuk menggalakkan kebijakan redistributif. Ini terutama untuk menargetkan peningkatan pendapatan kelas menengah.

Kenaikan pendapatan atau gaji yang lebih signifikan juga perlu dipertimbangkan pemerintah. Setelah itu, subsidi sektoral, terutama pendidikan dan kesehatan, lalu insentif pajak, dan sejenisnya perlu jadi perhatian pemerintah.

"Dan secara makro, stabilitas harga sangat perlu dikedepankan, untuk mengurangi tekanan daya beli kelas menengah," kata Ronny.

Related

News 2459159663196265073

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item