Masalah Diskriminasi Usia dalam Lowongan Kerja di Indonesia (Bagian 4)
https://www.naviri.org/2024/08/masalah-diskriminasi-usia-dalam_02060717328.html
Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Masalah Diskriminasi Usia dalam Lowongan Kerja di Indonesia - Bagian 3). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Alasan kedua, sebut Bob, perusahaan biasanya ingin membentuk calon pemimpin dari internal dengan jenjang karier yang bertahap. Tujuannya supaya mudah beradaptasi dan ada kesamaan nilai. Tapi untuk itu, membutuhkan masa kerja paling tidak selama 20 tahun.
"Jadi ini ada kaitannya dengan budaya perusahaan yang mengambil tenaga kerja dari dalam, bukan dari pasar kerja. Sehingga orang dididik sejak muda untuk sampai ke posisi manajer di usia 45 tahun," papar Bob.
"Kalau rekrut orang di usia 30 tahun, begitu di level manajer sudah pensiun," sambungnya.
Ketiga, lanjut Bob, adanya anggapan yang masih ajek di kalangan pengusaha bahwa usia muda kondisi fisiknya lebih baik.
Bob yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia berkata dirinya termasuk yang tidak setuju dengan adanya pembatasan-pembatasan seperti itu. Menurutnya, pembatasan itu membuat perusahaan menjadi tidak kompetitif.
Namun apa mau dikata, aturan ketenagakerjaan di Indonesia yang disebutnya kaku, akhirnya menjadikan perusahaan tak berdaya untuk lebih gampang merekrut orang baru lantaran adanya kebijakan membayar pesangon.
"Kami sih lebih senang diterapkan easy hiring, easy firing [mudah merekrut, mudah memecat]," kata Bob. "Jangan dilihat easy firing-nya, tapi easy hiring-nya. Perusahaan enggak akan ragu-ragu merekrut karena enggak khawatir orang akan lama bekerja di perusahaan tersebut."
"Kalau ini terbentuk, pembatasan usia bisa dikurangi. Jadi easy hiring-nya akan terbentuk. Sebab ada kalanya perusahaan enggak bisa memecat karyawannya yang sudah lama kerja, tapi tidak produktif gara-gara harus bayar pesangon. Akhirnya dua-duanya rugi kan," papar Bob.
Kenapa syarat usia dianggap normal?
Akan tetapi pakar hukum ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Nabiyla Risfa Izzati, berpandangan akibat dari situasi pasar kerja Indonesia yang timpang ini justru menimbulkan ketidakadilan. Sebab pemberi kerja bisa semena-mena membuat aturan sendiri dalam merekrut karyawan.
Padahal, katanya, kalau merujuk pada Pasal 5 UU Ketenagakerjaan hal itu sebetulnya tidak diperbolehkan. Pasal 5 menyebutkan: “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.”
Namun, karena kondisi yang disebutnya tidak wajar itu berlangsung di segala lini sektor usaha, pada akhirnya dinormalisasi.
"Pasar kerja kita isinya banyak yang membutuhkan pekerjaan, jadi mau dibatasi seperti apa pun selalu ada yang daftar. Sehingga kita beranggapan itu [batasan usia] hal normal, kalau enggak dibatasi kasihan dong yang baru lulus enggak dapat pekerjaan," ujar Nabiyla. "Padahal bukan tidak memberikan pekerjaan kepada yang baru lulus, tapi membuka kesempatan bagi siapa saja."
Nabiyla juga menilai ada alasan utama yang membuat perusahaan lebih mengutamakan calon pekerja dengan batas usia di rentang 23 hingga 25 tahun. Mereka yang baru lulus kuliah dan belum punya pengalaman kerja, biasanya menerima jika diberi upah murah.
Berbeda ketika pekerja yang sudah 'berumur' dan memiliki pengalaman kerja, bakal menolak kalau ditawari gaji yang sama. "Sepertinya itu alasan utamanya, pekerja yang memiliki standar kualifikasi tidak terlalu tinggi mendapat upah yang tidak terlalu tinggi juga."
Jika merujuk pada peraturan di UU Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003, secara keseluruhan sebenarnya sudah jelas melarang adanya perlakuan diskriminasi dalam pencarian kerja.
Apalagi Indonesia telah mengadopsi Konvensi ILO Nomor 111 tentang kesetaraan upah dan anti-diskriminasi dalam pekerjaan serta jabatan. Maka segala hal yang berbau diskriminasi seperti agama, ras, gender, dan usia semestinya tidak diperbolehkan.
Hanya saja yang jadi masalah, kata Nabiyla, adalah implementasi di lapangan, termasuk pembiaran oleh Kementerian Ketenagakerjaan, dinas tenaga kerja, dan pengawas ketenagakerjaan. Alih-alih menegakkan aturannya sendiri, menurut Nabiyla, pemerintah pusat hingga daerah justru melanggar.
"Bisa kita lihat lowongan pekerjaan di Kemnaker (Kementerian Tenaga Kerja) sangat banyak yang ada syarat pembatasan usia. Kan lucu, mereka semestinya menegur kalau ada pemberi kerja yang membuat lowongan kerja diskriminatif," ujarnya.
Di tengah perlakuan yang tidak adil oleh pemberi kerja dan ketidakbecusan pemerintah menjalankan aturan, pada akhirnya berimbas pada tingginya angka pengangguran di Indonesia, menurut Nabiyla.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) secara nasional tahun 2021-2022 memperlihatkan tingkat pengangguran terbuka berdasarkan kelompok umur rentang 25 sampai 29 tahun mencapai 7-9%. Adapun tingkat pengangguran terbuka pada kelompok usia 20 sampai 24 tahun berjumlah 17%.
Apa tanggapan Kemnaker atas praktik batasan usia pada lowongan kerja?
Direktur Bina Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Tenaga Kerja, Agatha Widianawati, mengatakan batasan usia dalam lowongan pekerjaan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Ini artinya, kata dia, perusahaan diberi kebebasan untuk mengatur sendiri. Asalkan tidak melanggar ketentuan tentang batas usia minimal orang bekerja yang diatur dalam UU 13 tahun 2003, yakni 18 tahun.
Ia kemudian melanjutkan, perusahaan dalam mengatur batas usia tersebut tentunya berdasarkan syarat dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk suatu jabatan atau pekerjaan.
"Dengan demikian batasan usia yang ditentukan oleh perusahaan seharusnya tidak dikaitkan dengan persoalan diskriminasi,” sebut Agatha, Jumat (03/05). “Penjelasan Pasal 5 UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa apa yang dimaksud dengan diskriminasi yaitu yang mencakup jenis kelamin, agama, suku, ras dan aliran politik."
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi, juga menjawab bahwa karena usia tidak termasuk dalam diskriminasi dalam UU Ketenagakerjaan maka perusahaan tidak melakukan pelanggaran. Kemnaker pun tidak dapat melakukan penindakan apa pun.
Terkait dengan gugatan di MK, Anwar berkata hal itu adalah hak setiap warga negara. "Kami Kemnaker siap untuk memberikan tanggapan atau penjelasan atas ketentuan dalam Pasal 35 ayat 1 UU Ketenagakerjaan tersebut," ucapnya.
Kini, sidang permohonan Leo bakal memasuki babak akhir. Ia berharap hakim MK mengabulkan gugatannya dan mengubah isi Pasal 35 ayat 1 menjadi: “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja bisa merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja dan dilarang melakukan diskriminasi usia, agama, etnis, suku, ras, dan gender.”
Meskipun ada sedikit kekhawatiran hakim MK bakal menolak, tapi dengan menggugat pasal itu setidaknya publik dan pemerintah melek atas persoalan akut ini.
"Kalau kasus ini booming pasti di-notice sama pemerintah. Syukur-syukur MK melihat situasi ini genting jadi bisa dikabulkan, dan menyelamatkan banyak orang. Saya berharap ya gugatan diterima."
Wira dan Dika juga berharap hal yang sama.
"Saya harap gugatan ini bisa berhasil dan ada perubahan fundamental di Indonesia, sehingga ke depan enggak ada lagi isu diskriminasi usia apalagi di sistem rekrutmen kerja," ucap Wira. "Semoga ada regulasi yang mengatur soal lowongan pekerjaan dan tidak ada diskriminasi lagi."