Masalah Diskriminasi Usia dalam Lowongan Kerja di Indonesia (Bagian 3)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Masalah Diskriminasi Usia dalam Lowongan Kerja di Indonesia - Bagian 2). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Tapi Wira belum menyerah, dia kembali mengirimkan surat lamaran ke perusahaan yang masih bergerak di bidang minyak dan gas milik pemerintah. Kalau melihat pendidikan dan pengalaman, Wira mengaku yakin bakal lolos. Tapi yang jadi masalah, katanya, ada persyaratan batas usia maksimal 27 tahun.

Meski begitu, nyalinya tak ciut. Ia tetap membuka situs lowongan pekerjaan dan mengisi persyaratan-persyaratan yang diperlukan. Termasuk mengetik kolom usia: 30 tahun.

"Tahunya begitu mau submit [kirim] lamaran, enggak bisa. Padahal secara pengalaman kerja, pendidikan, sudah masuk. Cuma memang usia itu syarat nomor satu, bukan pengalaman atau pendidikan. Ibaratnya kalau usia sudah 30 tahun disuruh nganggur," katanya jengkel.

Karena tak juga mendapatkan pekerjaan, Wira menjajal jualan secara digital di lokapasar dengan meminjam uang ke bank sebagai modal usaha. Sayangnya, gagal. Sesudah itu, dia bekerja sebagai mitra pengemudi di sebuah perusahaan aplikasi jual-beli online berwarna oranye, juga tak bertahan lama karena sepi orderan.

Merasa tak bisa membantu keuangan keluarga dan dikejar-kejar utang, Wira akhirnya ikut program pemerintah untuk bekerja sebagai pekerja migran ke Taiwan pada 2022 akhir. "Saya sekarang mengabdi untuk pertumbuhan ekonomi Taiwan, bukan Indonesia lagi."

Di Taiwan, Wira ditempatkan di pabrik tekstil dengan sistem kontrak per tiga tahun. Padahal dulu, dia mengaku dijanjikan bekerja sebagai operator. Namun kenyataannya ia dipekerjakan sebagai kuli bangunan.

Itu mengapa ketika membaca berita tentang gugatan yang dilayangkan Leonardo ke Mahkamah Konstitusi, Wira girang. Dia menilai persoalan diskriminasi usia dalam lowongan pekerjaan harus disudahi. Karena bagaimanapun, katanya, semua orang akan tua. Tapi tua, ungkapnya, bukan berarti tidak bisa produktif.

"Ini kan enggak manusiawi, karena semua orang pasti tua. Sekarang enggak cuma perusahaan BUMN yang ada syarat batas usia, perusahaan non-formal kayak kafe juga ikut-ikutan. Semua dibatasi umur. Akibatnya apa? Banyak usia produktif nanti tidak bisa bekerja. Ini kan namanya diskriminasi di mana yang usia 30 tahun ke atas dipaksa menganggur. Gimana pemerintah mau menyejahterakan masyarakat kalau begini?" ucapnya berapi-api.

Usia muda, tapi di mata HRD sudah tua

Dika (bukan nama sebenarnya), 26 tahun, juga bernasib sama. Warga Surabaya, Jawa Timur, ini mengaku sejak lulus kuliah sampai sekarang sudah mengirim setidaknya hampir 100 surat lamaran pekerjaan, namun tak ada satu pun yang lolos. Walaupun begitu, dia belum patah semangat mencari pekerjaan.

"Mungkin karena keluarga saya yang enggak bikin down [terpuruk]. Mereka terus nyemangatin saya, enggak ngejek," ujarnya.

Dika punya latar belakang pendidikan manajemen pariwisata, dan ketika lulus dia bekerja di industri yang bergerak di bidang makanan dan minuman. Tapi pandemi Covid-19 membuat beberapa sektor bisnis bangkrut lantaran sepi pembeli. Dika pun terpaksa berhenti bekerja kala usianya menginjak 23 tahun.

"Terus saya masih coba lamar-lamar pekerjaan, cuma agak susah karena pas pandemi. Apalagi hotel atau restoran juga pengunjungnya berkurang."

Karena tak juga mendapatkan pekerjaan, anak sulung ini ikut bootcamp atau program pelatihan digital marketing sebanyak dua kali sepanjang tahun 2022. Pelatihan digital marketing dipilih karena pasca-pandemi Covid-19, katanya, mulai banyak bisnis yang berusaha memperluas pasarnya secara online.

Celah itulah yang coba diambilnya dengan melamar ke beberapa perusahaan. Hanya saja, kata Dika, ada saja rekrutmen yang mencantumkan syarat batas maksimal usia 25 tahun.

"Saya apply [melamar] di Jobstreet ada lebih dari 10, kebanyakan syaratnya usia maksimal 25 tahun. Saya tetap apply, tapi enggak lolos, soalnya usia sudah 26 tahun."

Dika tak tahu pasti mengapa ada syarat batasan umur untuk digital marketing. Padahal pekerjaannya tak berhubungan dengan usia tua atau muda. Sebagai digital marketing, sambungnya, yang utama harus punya ide bagaimana membentuk brand awareness suatu produk dan memasarkannya secara online semenarik mungkin.

"Makanya usia saya dibilang muda, tapi di mata HRD sudah tua, hahaha," katanya menyindir.

Pria yang masih lajang ini mengaku ada perasaan sedih dan malu tiap kali gagal dalam proses rekrutmen pekerjaan. Apalagi kalau benar terganjal gara-gara batasan usia. Sebab meskipun umurnya nanti sudah kepala tiga, belum tentu tidak produktif atau gagap teknologi.

"Karena ada anggapan umur 25 tahun ke atas enggak ngikutin gaya hidup anak muda, gaptek, banyak nuntut."

Sama halnya seperti Wira, Dika berharap gugatan di Mahkamah Konstitusi dikabulkan. Dengan begitu pemerintah bisa melihat bahwa ada persoalan dalam dunia kerja di Indonesia sehingga harus ada jalan keluarnya. "Soalnya sekarang kayak enggak ada solusi, batas usia kerja itu harusnya dihapuskan."

Mengapa perusahaan menetapkan batasan usia?

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan, Bob Azam, mengatakan ada beberapa alasan mengapa perusahaan membuat batasan usia, gender, pendidikan, atau pengalaman kerja ketika membuka lowongan pekerjaan.

Pertama, untuk menekan ongkos rekrutmen. Perlu diketahui, katanya, pasar kerja di Indonesia makin timpang – apalagi setelah didera pandemi Covid-19. Jumlah tenaga kerja lebih banyak daripada lapangan pekerjaan yang tersedia.

Kalau harus membuka selebar-lebarnya lowongan pekerjaan, pengusaha harus mengeluarkan biaya rekrutmen yang besar pula. Sementara posisi yang dibutuhkan sedikit, kata Bob. Itu kenapa, menurut Bob, perusahaan memakai 'pembatasan' untuk menyortir para pencari kerja.

"Dengan membatasi usia, penyaringannya lebih efektif. Kalau yang daftar seribu tapi cuma butuh satu orang gimana? Kan ada biaya untuk tes orang, makanya dibikin syarat usia 25 tahun... itu sudah berkurang populasinya 50 persen, terus apa lagi... penampilan," ucap Bob. "Kalau populasinya lebih sedikit, ongkos rekrutmen lebih rendah."

Baca lanjutannya: Masalah Diskriminasi Usia dalam Lowongan Kerja di Indonesia (Bagian 4)

Related

News 9035593071765619483

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item