Masalah Diskriminasi Usia dalam Lowongan Kerja di Indonesia (Bagian 1)


Mahkamah Konstitusi menolak seluruhnya permohonan uji materi UU Ketenagakerjaan terkait pasal 35 ayat 1 yang diajukan oleh Leonardo Olefins Hamonangan.

Pasal ini menurut pemohon diskriminatif karena pemberi kerja atau perusahaan disebut bisa semena-mena menentukan syarat rekrutmen sehingga menghambat sejumlah orang -terutama berusia di atas 30 tahun- mendapatkan pekerjaan.

Namun meski ditolak seluruhnya, terdapat dissenting opinion (perbedaan pendapat) dari hakim Guntur Hamzah yang menyebut "seharusnya Mahkamah dapat mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian".

Sebab pasal 35 ayat 1, menurut dia, sangat jelas menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pencari kerja khususnya terhadap frasa "merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan". Ini karena frasa tersebut, sambungnya, sangat subjektif dari pemberi kerja seperti mensyaratkan calon pekerja "berpenampilan menarik (good looking).”

Apa pertimbangan MK menolak permohonan ini?

Hakim Arief Hidayat mengatakan pekerjaan sangat penting dalam kehidupan manusia karenanya setiap orang membutuhkan pekerjaan. Oleh karena itu, katanya, hak atas pekerjaan merupakan hak asasi yang melekat pada diri sesorang dan wajib dijunjung tinggi serta dihormati.

Tetapi dalil pemohon yang mempersoalkan isu diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan, menurut hakim Arief, bertentangan dengan bentuk atau jenis diskriminasi yang termuat dalam putusan MK sebelumnya.

Kalau merujuk pada putusan-putusan terkait dengan diskriminasi yang telah diberi batasan oleh Mahkamah, antara lain putusan MK nomor 024/PUU-III/2005, putusan MK nomor 72/PUU-XXI/2023, maka tindakan diskriminatif "apabila terjadi pembedaan yang didasarkan pada agama, suku, ras etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, dan keyakinan politik".

"Dengan kata lain batasan diskriminasi tersebut tidak terkait dengan batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan," ujar hakim Arief Hidayat membacakan salinan putusan pada Selasa (30/07).

Selain itu hakim Arief menilai perlakuan diskriminasi pekerjaan seperti yang dipersoalkan Leonardo tidak bertentangan dengan pasal 28D UUD 1945.

Terlebih pasal 5 UU Ketenagakerjaan, sambungnya, telah secara tegas menyatakan setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Sehingga menurut hakim, pasal yang diuji oleh pemohon tidak memiliki persoalan konstitusionalitas.

"Amar putusan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," demikian Ketua MK Suharyoto membacakan putusan.

Apa isi dissenting opinion Hakim Guntur Hamzah?

Dari seluruh hakim yang menolak permohonan Leonardo, satu hakim yakni Guntur Hamzah menyatakan dissenting opinion (pendapat berbeda). Ia bilang seharusnya Mahkamah dapat mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian.

Hakim Guntur berpendapat jika merujuk pada pasal 5 UU Ketenagakerjaan memang sepertinya tidak memiliki persoalan konstitusionalitas, namun demikian jika dilihat lebih dalam -khususnya dari kacamata keadilan- "saya melihat pasal a quo [yang digugat] potensial disalahgunakan sehingga membutuhkan penegasan karena sangat bias terkait dengan larangan diskriminasi dalam persyaratan pada lowongan pekerjaan".

Dia melanjutkan bahwa pasal 35 ayat 1 sangat jelas menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pencari kerja khususnya terhadap frasa "merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan".

Sebab, menurutnya, sangat meletakkan pertimbangan subjektif pemberi kerja semisal mensyaratkan calon pekerja "berpenampilan menarik" atau (good looking).

"Jika dibiarkan pertimbangan diletakkan pada pemberi kerja meskipun ada norma yang secara umum melarang adanya tindakan diskriminatif di pasal 5, namun demikian frasa 'dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan' dalam pasal 35 ayat 1 menampakkan secara expressis verbis masuk dalam kategori norma yang tidak jelas/bias sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum..."

Dengan demikian, menurut hakim Guntur, perlu ada penegasan berkaitan dengan diskriminasi apa saja yang tidak ditolerir dalam lowongan pekerjaan.

Hakim Guntur juga merujuk konversi ILO nomor 138 tahun 1973 tentang Minimum Age for Admission to Employment yang tidak mengatur adanya batas maksimum seseorang boleh bekerja.

Sehingga sepanjang seseorang masih mampu dan cakap bekerja, maka negara seharusnya menjamin kesempatan yang sama untuk mereka dalam memperoleh pekerjaan, ujarnya.

Selain itu karena Indonesia sudah meratifikasi konvensi ILO nomor 111 tahun 1958 tentang diskriminasi, semestinya pemerintah tidak punya alasan lagi untuk membiarkan diskriminasi usia dalam dunia kerja. Apalagi mempromosikannya lewat lowongan pekerjaan tanpa ada alasan yang jelas.

"Saya berpandangan adanya lowongan pekerjaan yang mensyaratkan adanya usia tertentu memang dapat menghambat masyarakat yang sejatinya memiliki kompetensi dan pengalaman lebih, namun terhalang usia."

Atas dasar itulah hakim Guntur menilai setiap lowongan pekerjaan seharusnya dilarang mensyaratkan adanya syarat usia tertentu.

Pemberi kerja juga, sambungnya, tidak boleh membatasi peluang kerja bagi kelompok usia tertentu bagi seseorang yang telah dewasa tanpa melihat kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan secara objektif.

Persyaratan kerja hendaknya diletakkan pada kualifikasi dan kompetensi sehingga berapa pun usianya sepanjang telah memasuki usia kerja, jelasnya.

"Syarat berpenampilan menarik juga dapat membuka peluang pelecehan seksual terhadap pencari kerja, khususnya bagi perempuan. Terlebih syarat ini dapat memberikan dampak psikologis negatif bagi pencari kerja, terutama menurunkan motivasi mereka untuk melamar pekerjaan."

Menerima banyak pesan dukungan

Berjibun pesan masuk ke akun Instagram Leonardo Olefins Hamonangan sejak berita tentang gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) viral di media sosial pada awal Maret lalu. Surat elektronik yang diterimanya rata-rata berupa dukungan, curahan hati, bahkan ada yang mau mengirimkan makanan sebagai ucapan rasa terima kasih.

Beberapa percakapan dia bacakan secara singkat, isinya soal pengalaman orang-orang yang sulit mendapatkan pekerjaan karena terganjal persyaratan usia, gender, dan agama.

"Enggak terhitung lagi pesan yang saya terima, banyak banget, ada ratusan. Sampai ada netizen yang mau kirim martabak," ujar Leo disusul tawa.

Pemuda 23 tahun ini lalu menceritakan awal mula terpikir mengajukan permohonan uji materi ke MK.

Pada 2022, saat Leonardo baru lulus kuliah dari Universitas Kristen Indonesia (UKI), dia langsung mencari pekerjaan sebagai staf legal. Namun, dari sejumlah lowongan pekerjaan, sebagian besar mencantumkan syarat batas usia maksimal 23 tahun. Persyaratan itu membuatnya tergelitik sekaligus memancing rasa penasaran.

"Saya berpikir buat apa [ada pembatasan usia 23 tahun]? Terus saya juga lihat ada loker-loker aneh, kok ada [persyaratan] agama dicantumkan?" katanya dengan nada heran. "Dari situ rasa penasaran muncul, saya tertarik untuk meneliti ini."

Baca lanjutannya: Masalah Diskriminasi Usia dalam Lowongan Kerja di Indonesia (Bagian 2)

Related

News 6806743271397598275

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item