LBH Bali Ungkap Dugaan Penyekapan dan Penyiksaan oleh 10 Polisi Terhadap Wayan Suparta


Selain di Polda Sumatera Barat, kasus dugaan penyiksaan yang melibatkan polisi juga ditengarai terjadi di Polda Bali.  

Sebanyak 10 anggota Sat Reskrim Polres Klungkung, Bali diduga melakukan penyekapan dan penyiksaa terhadap I Wayan Suparta (47 tahun). Akibatnya, Suparta mengalami cacat permanen pada gendang telinga.

Peristiwa penculikan, penyekapan dan penyiksaan itu disampaikan oleh Suparta di Kantor YLBHI - LBH Bali, Jalan Plawa No.57, Dangin Puri Kangin, Kecamatan Denpasar Timur, Jumat, 5 Juli 2024.

Awal mula kejadian

Kepada wartawan, Suparta mengatakan kasus ini bermula ketika seorang temannya yang biasa ia panggil Mang Togel asal Karangasem, meminta bantuan dirinya untuk mencari penggadai mobil Pajero miliknya.

Suparta kemudian mengenalkan Dewa Krisna kepada Mang Togel sebagai perantara. Setelah itu ia mengaku tidak terlibat lebih lanjut soal urusan gadai-menggadai.

"Termasuk mobilnya juga saya tidak tahu, saya hanya mengenalkan saja membantu Togel. Status saya sebagai perantara," tuturnya.

Hingga kemudian pada 26 Mei 2024 sekitar pukul 20.00, sebanyak 10 polisi anggota Polres Klungkung datang menangkap Suparta di rumahnya di Jalan Waribang, Denpasar. Penangkapan itu dilakukan tanpa surat penangkapan atau penjelasan tuduhan.

"Ya, dalam penangkapan itu, mereka tidak menunjukkan surat tugas atau surat perintah. Atau laporan polisi beserta tuduhan," ujar Airin istri Suparta, menambahkan, sambil menangis. Anak mereka yang berusia enam tahun juga menjadi saksi intimidasi yang dilakukan oleh para oknum tersebut.

Suparta diborgol, matanya dilakban 

Menurut Suparta, dia kemudian diborgol, matanya dilakban, dan diintimidasi hingga dibawa ke sebuah rumah di Jalan Sandat, Klungkung, tempat ia disekap dan disiksa. "Ya, di mobil baru saya diborgol, mata saya dilakban dan diintimidasi sampai di Klungkung," terangnya.

Tidak hanya mengalami penyiksaan, Suparta juga dipaksa menyerahkan lima unit mobilnya tanpa adanya surat penyitaan, menyebabkan ia mengalami kerugian sekitar Rp 300 juta.

"Para oknum itu merampas dan mencuri mobilnya pun tidak memberikan surat penyitaan," ungkapnya.

Dua hari kemudian, ia dibebaskan pada 28 Mei 2024. Suparta langusng melaporkan kasus ini ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu atau SPKT Polda Bali. Namun, yang ia herankan laporan tersebut diarahkan pada Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan ringan, tanpa mempertimbangkan fakta-fakta serta akibat yang dialami oleh dirinya.

Hingga kini, dua saksi kunci, Mang Togel dan penjaga warung tempat penyekapan, belum diperiksa. "Ya Mang Togel ada di tempat penyekapan. Dia menyaksikan dan mengetahui betul apa yang saya alami. Bahkan penjaga warung tempat saya disekap juga. Dia ikut memukul saya," ungkap Suparta.

Kuasa hukum Suparta, Rezky Pratiwi, yang juga Direktur LBH Bali, menilai tindakan polisi tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan harus diproses dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 422 KUHP tentang penyiksaan, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan luka berat, Pasal 328 KUHP tentang penculikan dan penyekapan, Pasal 333 KUHP tentang perampasan kemerdekaan, serta Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan.

"Wah kacau, ini dugaan tindak pidana penyiksaan, penyekapan, pengancaman, masak pasal ringan diterapkan. Kami menduga, karena sesama polisi, sehingga ada indikasi masuk angin," kisahnya.

Polda Bali menyatakan masih dalam proses pendalaman

Adapun Polda Bali, melalui Kabid Humas Polda Bali Kombes Jansen Avitus Panjaitan menerangkan bahwa laporan yang diterima pada 29 Mei 2024 sekitar pukul 16.00 WITA, dengan Laporan Polisi Nomor: LP/403/V/SPKT/Polda Bali, perihal dugaan penganiayaan, masih dalam proses pendalaman.

"Ya, terkait laporan ini masih dalam proses pedalaman untuk kebenarannya dan jika memang terbukti anggota tersebut bersalah, Propam Polda Bali pasti akan memberikan sanksi tegas sesuai hukum yang berlaku," ujar Jansen.

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menilai telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia berkaitan dengan hak untuk bebas dari penyiksaan dan hak terhadap akses peradilan yang jujur, adil, dan tidak memihak.

Mereka mendesak Kompolnas dan Komnas HAM Republik Indonesia untuk proaktif melakukan pengawasan, termasuk memanggil, memeriksa, dan menuntut penegakan hukum terhadap personel Polres Klungkung yang terlibat.

Polda Bali juga didesak untuk memastikan pertanggungjawaban pidana, etik, dan disiplin terhadap semua anggota yang terlibat, serta mengembalikan barang yang dirampas "dan meminta maaf secara terbuka kepada korban dan keluarganya," ujar Rezky Pratiwi.

Related

News 1318370596148811591

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item