Akal Bulus Susanto, Cuma Lulus SMA Bisa Jadi Dokter Gadungan
https://www.naviri.org/2023/09/akal-bulus-susanto-cuma-lulus-sma-bisa.html
Pria di Surabaya, Susanto, benar-benar 'sakti'. Meski hanya lulusan SMA, ia nekat melamar jadi dokter di Rumah Sakit PHC. Anehnya, Susanto diterima menjadi dokter dan sudah melakukan praktik hingga 2 tahun.
Aksi Susanto ini berawal pada April 2020. Kala itu, Rumah Sakit PHC Surabaya membuka lowongan pekerjaan pada bagian Tenaga Layanan Clinic sebagai Dokter First Aid.
Mengetahui hal itu, timbul niat Susanto untuk melamar pekerjaan. Lalu, ia berselancar ke dunia maya dan mencari identitas dokter sesuai kriteria secara random yang digunakan untuk melamar.
Susanto saat itu diketahui menemukan dan menggunakan identitas milik dr Anggi Yurikno, dan hanya mengganti fotonya saja. Identitas inilah yang kemudian disertakan dalam lamaran secara online melalui e-mail HRD Rumah Sakit PHC Surabaya.
"Saya melamar via email, saya dapatkan via internet file-filenya. File yang saya ambil dari internet saya buat daftar ke PHC," kata Susanto saat sidang dakwaan di ruang Tirta, PN Surabaya, Senin (11/9/2023).
Aksi tipu-tipu Susanto ini rupanya berhasil. Sebab ia kemudian mendapat panggilan dari PHC untuk melakukan sesi wawancara secara daring. Wawancara ini digelar pada 13 Mei 2020 bersama beberapa calon karyawan lainnya.
Demi memastikan seperti dokter sebenarnya, Susanto lalu memalsukan foto dari satu bendel data. Di antaranya lampiran CV yang berisi Surat Izin Praktik (SIP) Dokter, Ijazah Kedokteran, Kartu Tanda Penduduk, dan Sertifikat Hiperkes. Seluruh data ini diambil dari website Fullerton dan Media Sosial (Facebook).
"Saya gak ada edit ijazah, semua asli punya beliau. Tapi saya scan, saya ganti foto," ujar Susanto.
Usai lolos lamaran, Susanto selanjutnya dipekerjakan sebagai dokter Hiperkes Fulltimer pada PHC Clinic yang ditugaskan di Klinic K3 PT Pertamina EP IV Cepu per tanggal 15 Juni 2020 sampai tanggal 31 Desember 2022.
Selama bekerja itulah, ia mengaku mendapat upah hingga Rp 7,5 juta per bulan. Begitu juga tunjangan lain-lain dari Rumah Sakit PHC Surabaya. Namun aksi akal-akalan Susanto lambat laun terendus dan terbongkar juga.
Hal ini berawal saat pihak rumah sakit meminta berkas persyaratan lamaran pekerjaan Susanto lagi dengan tujuan untuk memperpanjang masa kontrak kerja.
Berkas-berkas itu mulai dari FC Daftar Riwayat Hidup (CV), FC Ijazah, FC STR (Surat Tanda Registrasi), FC KTP, FC Sertifikat Pelatihan, FC Hiperkes, FC ATLS, sampai FC ACLS atas nama dr Anggi Yurikno.
Merasa aksinya belum terbongkar, Susanto kemudian mengirimkan berkas tersebut begitu saja melalui chat WhatsApp. Saat itu, pihak PHC merasa ada yang janggal karena menemukan ketidaksesuaian antara hasil dengan Sertifikat Tanda Registrasi yang dikirimkan oleh Susanto dengan dr Anggi Yurikno.
"Saya cek website ada perbedaan data, terutama foto yang muncul kok berbeda. Foto yang di website dengan foto yang dilampirkan waktu verifikasi ke saya dengan anggota IDI," ujar Ika Wati, salah satu pegawai RS PHC yang dihadirkan di persidangan.
Ika selanjutnya mengroscek keaslian sertifikat di website. Kecurigaan dan kejanggalan itu pun benar. Sebab, ditemukan bahwa dr Anggi Yurikno bekerja di Rumah Sakit Umum Karya Pangalengan Bhakti Sehat Bandung. Temuan ini kemudian dilaporkan, dan Susanto segera ditangkap polisi.
Aksi Susanto ini terhitung sudah dijalankan hampir sepertiga kontraknya atau selama 2 tahun. Sedangkan kontrak penuh yang terima dari PHC selama 7,5 tahun.
Akibat ulah Susanto, Rumah Sakit PHC Surabaya merugi hingga Rp 262 juta. Motif Susanto nekat menjadi dokter abal-abal demi memenuhi biaya hidup sehari-hari.
Ternyata, aksi serupa pernah ia lakukan di Kalimantan. Terhitung, Susanto telah menjadi dokter selama 2 tahun dan menerima gaji dan tunjangan jutaan rupiah. Ia diketahui bekerja pada bagian Tenaga Layanan Clinic sebagai Dokter First Aid.
Dadik Dwirianto, pegawai di RS PHC Surabaya mengatakan Susanto tidak memeriksa pasien umum atau masyarakat. Melainkan pegawai yang mengeluhkan sakit dan praktik di Klinik K3 PT Pertamina EP IV Cepu.
"Dia hanya periksa pegawai saja, seperti kondisi pegawai benar fit atau tidak, mulai tekanan darah, dan lain-lain," kata Dadik saat dihadirkan sebagai saksi di ruang Tirta Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (11/9/2023).
Dadik menambahkan, aksi Susanto ternyata tak hanya dilakukan di RS PHC Surabaya. Tapi juga pernah dilakukan serupa di Kalimantan. Namun, Susanto dipastikan tidak mengeluarkan resep.
"Dia pernah melakukan hal yang sama di daerah Kalimantan," tutur Dadik.
Dalam sidang tersebut, dr Anggi Yurikno yang identitasnya digunakan oleh Susanto juga turut dihadirkan. Anggi mengaku kecewa dengan ulah Susanto karena telah merugikan dirinya dan banyak pihak.
"Terdakwa pakai nama saya untuk bekerja sebagai dokter, saya belum pernah kenal terdakwa. Saya tahunya setelah dihubungi dokter Ika (pegawai RS PHC)," tutur Anggi.