Google Kecewa dengan Rancangan Perpres Jurnalisme di Indonesia


"Jika disahkan dalam versi sekarang, peraturan berita yang baru ini dapat secara langsung mempengaruhi kemampuan kami untuk menyediakan sumber informasi online yang relevan," kata pejabat Google.

Raksasa mesin pencari Google merasa kecewa dengan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Jurnalisme Berkualitas yang berisi tentang publisher rights atau hak penerbit.

Juru bicara Google Asia Pacific Michaela Browning mengatakan jika aturan itu disahkan tanpa perubahan, maka rancangan terbaru Perpres tentang Jurnalisme Berkualitas yang tengah diusulkan saat ini tidak dapat dilaksanakan.

Browning mengatakan alih-alih membangun jurnalisme berkualitas, peraturan ini dapat membatasi keberagaman sumber berita bagi publik. Ia beralasan aturan itu memberikan kekuasaan kepada sebuah lembaga non-pemerintah untuk menentukan konten apa yang boleh muncul online dan penerbit berita mana yang boleh meraih penghasilan dari iklan.

"Misi Google adalah membuat informasi mudah diakses dan bermanfaat bagi semua orang. Jika disahkan dalam versi sekarang, peraturan berita yang baru ini dapat secara langsung mempengaruhi kemampuan kami untuk menyediakan sumber informasi online yang relevan, kredibel, dan beragam bagi pengguna produk kami di Indonesia," ujar Browning melalui artikel tertulis, Selasa (26/07/2023).

Michaela Browning melanjutkan, "Akibatnya, segala upaya yang telah dan ingin kami lakukan untuk mendukung industri berita di Indonesia selama ini dapat menjadi sia-sia. Kami akan terpaksa harus mengevaluasi keberlangsungan berbagai program yang sudah berjalan serta bagaimana kami mengoperasikan produk berita di negara ini."

Jika Rancangan Perpres diterbitkan, Google terpaksa harus mengevaluasi keberlangsungan berbagai program yang sudah berjalan serta bagaimana  mengoperasikan produk berita di Indonesia.

Michaela Browning mengatakan sejak rancangan Perpres tersebut pertama kali diusulkan pada tahun 2021, Google dan YouTube telah bekerja sama dengan pemerintah, regulator, badan industri, dan asosiasi pers untuk memberikan masukan seputar aspek teknis pemberlakuan peraturan tersebut dan untuk menyempurnakannya agar sesuai dengan kepentingan penerbit berita, platform, dan masyarakat umum. 

Kata dia, rancangan yang diajukan akan berdampak negatif pada ekosistem berita digital yang lebih luas.

Browning menyebut, Rancangan Perpres Jurnalisme Berkualitas akan berdampak membatasi berita yang tersedia online. Alasannya, peraturan ini hanya menguntungkan sejumlah kecil penerbit berita dan membatasi kemampuan Google  untuk menampilkan beragam informasi dari ribuan penerbit berita lainnya di seluruh nusantara. 

Selain itu, kata dia, Perpres mengancam eksistensi media dan kreator berita, padahal mereka adalah sumber informasi utama bagi masyarakat Indonesia. 

Google menyebut, kekuasaan baru yang diberikan kepada sebuah lembaga non-pemerintah, yang dibentuk oleh dan terdiri dari perwakilan Dewan Pers, hanya akan menguntungkan sejumlah penerbit berita tradisional saja dengan membatasi konten yang dapat ditampilkan di platform. 

Sebelumnya, melalui Siaran Pers Kominfo, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria menyampaikan Rancangan Perpres mengenai Publisher Rights saat ini telah diserahkan kepada Sekretariat Negara. Dia menjelaskan, pemerintah mencoba membangun sustainability (keberlanjutan) industri media di tengah disrupsi digital.

Nezar menyatakan kerja sama bisnis menjadi hal yang paling penting antara industri media dan platform digital.

“Secara umum Perpres Publisher Rights mengatur terkait konten-konten berita yang dihasilkan oleh perusahaan pers. Kemudian platform juga bisa melakukan semacam filtering mana konten yang sifatnya news, mana yang bukan. Yang news inilah yang dikomersialisasi,” jelasnya melalui Siaran Pers di situs Kominfo, Selasa (25/07/23).

Nezar Patria juga menjelaskan wacana Komite Independen yang terdiri dari lembaga kuasi Dewan Pers, kalangan akademis atau pakar dan perwakilan Pemerintah.

“Isinya diusulkan ada 11 orang, lima orang dari Dewan Pers, lima orang dari pakar yang tidak terafiliasi oleh industri media dan tidak terafiliasi oleh platform media sosial dan satu unsur dari kementerian," ujarnya.

Menurut bekas anggota Dewan Pers ini, peran Komite Independen dinilai strategis sebagai penengah di antara industri media dan platform digital.

"Nanti komite akan bekerja dipilih untuk tiga tahun sekali, kemudian kalau ada satu konten yang menurut komite ini harus ‘ditertibkan’ mereka akan melaporkan ke Menteri Kominfo dan oleh Menteri akan dipakai perangkat-perangkat yang selama ini dimiliki baik perangkat hukum, regulasi, termasuk juga wewenangnya ada di Kominfo untuk misalnya memfilter ataupun mencegah konten-konten itu bisa menyebar," jelasnya.

Related

News 3206394164223917051

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item