Benarkah Wali Songo Berasal dari China? Ini Penjelasan Pakar Sejarah (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini merupakan lanjutan uraian sebelumnya (Benarkah Wali Songo Berasal dari China? Ini Penjelasan Pakar Sejarah - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Dalam historiografi modern yang diterapkan oleh bapak historiografi modern, yaitu  Leopold von Ranke ada sebuah rumusan "No Document, No History". Jadi, dokumen-dokumen itu artinya sumber-sumber yang valid, yang dari zaman tersebut yang dapat dipertanggungjawabkan atau dipercaya apakah itu artefak, saksi mata, pelaku, dan sebagainya. 

Jadi, sudah dikritisi juga oleh Dr Asvi Warman Adam bahwa Prof Slamet Muljana sendiri juga tidak melihat sumber-sumber aslinya. Jadi, itu kelemahannya.

Nah, kemudian kalau dilihat di sini, hasil dari penelitian Residen Portman atau mungkin kepala dari singkatannya PID, yaitu Politieke Inlichtingen Dienst, atau Dinas Intelijen Politik. Dia sendiri memang berhati-hati menulis bahwa semua yang dia baca lalu dia tulis sebagai catatan, masih dengan  catatan supposition, atau dalam bahasa Belanda-nya veronderstelling, dalam bahasa Indonesia dugaan.

Misalnya, di halaman 654 kalau dilihat di situ, saya tulis dugaan. Jadi, di situ ditulis dugaan, supposition Putri Campa adalah istri haji Ma Hong Fu, yang di atasnya lagi dugaan haji Gang Eng Cu adalah Aryo Tejo dan adalah ayah dari Nyi Ageng Manila yang lahir di Manila. 

Halaman selanjutnya halan 655 mulai mengenai satu Wali Songo, yang di bawah itu, ada ditulis supposition/dugaan Bong Swie Ho adalah Raden Rahmat gelar Sunan Ampel, begitu juga dengan yang lain-lain semua itu adalah dugaan. Jadi, itu semua dugaan-dugaan. Jadi, ditulis sendri oleh Residen Poortman dugaan-dugaan dan MOP serta ayahnya dikutip sama dan ditulis sebagai dugaan.

Namun, Pof Slamet Muljana dalam beberapa hal dia tidak menulis dugaan, sebagaimana juga disampaikan oleh Dr Asvi Warman Adam bahwa Slamet menyimpulkan, padahal ini kan lemah sekali. 

Penulis aslinya sendiri menyatakan menduga, tapi dia menyimpulkan dan bahkan di halaman 105 buku ini (Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam Di Nusantara) dia tulis "telah dibuktikan bahwa Jaka Dilah atau Arya Damar adalah Swan Liong.

Bagaimana bisa dia membuktikan, Prof Slamet Muljana ini sudah almarhum, tetapi apa yang ditinggalkan ini menjadi bahan polemik. Jadi, ini hal-hal yang menurut saya menyesatkan. Bahwa yang seharusnya ditulis sebagai dugaan, dia sudah simpulkan dan memastikan. 

Kemudian, fatalnya yang membaca buku ini tidak lagi dengan cermat bahwa juga disampaikan bahwa di buku Tuanku Rao juga masih ditulis dugaan. Slamet Muljana juga menulis, tapi dalam beberapa hal Slamet Muljana sudah menulis kepastiannya dan kesimpulannya. Jadi, kalau dilihat sekarang ini, yang beredar bukan lagi dugaan-dugaan.

Saat ini, kata dugaan itu sudah hilang, jadi seolah Bong Swie Ho adalah Sunan Ampel, padahal aslinya ditulis "diduga" diduga Sunan Ampel. Jadi, ada beberapa, kalau di sini disebutkan ada lima. Jadi, Sunan Bonang itu adalah Bong Swie Ho, kemudian Sunan Kalijaga adalah Gan Si Cang, Sunan Gunung Jati adalah Toh A Bo, dan Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq adalah Ja Tik Su. Ini kan kesimpulan atau tulisan dari Residen Poortman.

Nah, sekarang kalau kita meneliti motifnya, kita melihat yang pernah juga kita bahas di sini untuk menghancurkan atau menguasai satu bangsa itu dengan tiga tahapan mengenai sejarahnya. Pertama, sejarahnya dikaburkan atau dikacaukan, kedua diputus mata rantai antara pengetahuan mengenai leluhur dengan keadaan yang sekarang, dan langkah ketiga adalah ditulis, dikarang, atau dipalsukan sejarah baru. 

Nah, ini yang banyak sekarang ini beredar, selain dipelesetkan, salah, di buku-buku sekolah juga banyak salah, bahkan di buku-buku pedoman yang dikeluarkan oleh Kemendiknas tahun 2017 juga banyak yang salah, dan banyak dipalsukan yang beredar di masyarakat dipalsukan.

Jadi, saya tidak mengatakan bahwa ini dipalsukan, karena dia mengutip dari suatu sumber, hanya dia menyimpulkan, kesimpulannya dia. Karena, memang menurut Prof Taufik Abdullah, penelitian dan penulisan sejarah itu adalah interpretasi, tafsir dari sudut pandang peneliti atau penulis tentu berbeda-beda. 

Kita bisa membaca buku yang sama, tapi ada banyak kesimpulan, banyak terjadi kan. Jadi, menurut pendapat saya, sumbernya ini sangat lemah. Karena, tidak ada yang pernah melihat sumber aslinya, dokumen bahasa China.

Nah, tadi saya katakan, saya hubungkan metode Belanda yang ratusan tahun memanipulasi penulisan sejarah. Termasuk banyak sekali yang terkecoh pada awal 1950-an sejarawan atau buku sejarah yang terbit di Indonesia, ketika kita belum memiliki pakar-pakar sejarah pada waktu itu hanya diterjemahkan buku-buku sejarah dari bahasa Inggris ataupun bahasa belanda dan sekarang sudah terbukti banyak sekali yang salah dari sudut pandang Belanda. 

Tidak tertutup kemungkinan bahwa memang ini by design, karena kalau kita lihat sejarah perlawanan dari awal abad ke 20, perlawanan terhadap penjajah, itu dua kekuatan, yaitu kekuatan nasionalis dan islam.

Dan untuk itu, kita sudah tahu dari metode yang lama, kekuatan nasionalis harus dipecah dan kekuatan Islam juga harus dipecah, dibingungkan, dikacaukan. Jadi, kalau saya melihat ini bahwa Residen Poortman dia memang mengarang, mengarang cerita dengan melenyapkan bukti-bukti karena bukti-bukti itu dia sita tiga cikar dan sekarang tidak diketahui di mana sumber keberadaannya. Yang beredar hanya catatan tangan dia, dia sebutkan ada lima catatan tangan.

Baca lanjutannya: Benarkah Wali Songo Berasal dari China? Ini Penjelasan Pakar Sejarah (Bagian 3)

Related

Indonesia 4212411246927279374

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item