Mengenal Femisida, Perilaku Kekerasan dan Kejahatan Terhadap Wanita
https://www.naviri.org/2021/08/mengenal-femisida-perilaku-kekerasan.html
Naviri Magazine - Kita tentu sudah mengenal istilah genosida atau genocide, yang berarti pembunuhan massal. Ada istilah lain yang mungkin mirip, yaitu femisida. Jika genosida tidak mengenal gender atau jenis kelamin, maka femisida merujuk pada kaum wanita. Lebih lengkap, femisida adalah perilaku kekerasan atau kejahatan—yang berujung pembunuhan—yang dilakukan terhadap wanita.
Menurut WHO, kekerasan pada perempuan memiliki rupa kasus yang bermacam-macam, mulai dari kekerasan verbal juga emosional hingga kekerasan fisik serta seksual. Apabila tidak ditangani, spektrum kekerasan akan berkembang ke arah yang lebih jauh, yakni femisida atau pembunuhan terhadap perempuan.
Femisida atau femicide merujuk pada pembunuhan perempuan dengan alasan berbasis gender dalam jangka waktu yang spesifik. Penyebabnya macam-macam. Ada yang mati dibunuh karena ketidakmampuan memenuhi mahar seperti di India alias dowry death. Di India, perempuan harus membayar mahar saat mereka menikah.
Femisida juga bisa terjadi dengan alasan penyelamatan kehormatan keluarga. Artinya, perempuan bisa dibunuh karena dianggap mencoreng nama baik atau martabat keluarga, misalnya karena melakukan seks di luar nikah atau bahkan ketika mereka jadi korban perkosaan. Femisida juga kerap terjadi karena kekerasan oleh pasangan, pembunuhan disertai dengan perkosaan, serta pembunuhan bayi perempuan, serta prostitusi.
Istilah femicide atau female homicide, seperti ditulis Time, dipakai pertama kali oleh penulis feminis Diane E.H. Russell asal Afrika Selatan pada tahun 1976. Pada 1992, Russel dan Jill Radford mendefinisikan femicide sebagai pembunuhan misoginis pada perempuan yang dilakukan laki-laki. Kemudian, istilah itu dipakai untuk menunjukkan fenomena pembunuhan perempuan oleh laki-laki karena korban adalah seorang perempuan.
Entitas Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) melaporkan berdasarkan survei organisasi Small Arms tahun 2012, lebih dari 25 negara dengan angka femisida tinggi ada di kawasan Amerika Latin dan Kepulauan Karibia.
Kyung-wha, Deputi Komisioner Tinggi PBB untuk HAM, menekankan sebanyak 647 perempuan dibunuh di El Salvador, 375 perempuan di Guatemala, dan femisida ditengarai menjadi penyebab kedua penyebab kematian perempuan di Honduras tahun 2011. Angka yang tinggi tersebut berbanding lurus dengan impunitas para pelaku femisida di El Salvador dan Honduras, yakni sebesar 77 persen.
Angka pembunuhan di negara-negara Amerika Latin dan Kepulauan Karibia memang tinggi. Data survei organisasi Small Arms menyebutkan tingkat pembunuhan karena senjata api di kawasan tersebut mencapai 70 persen, di atas rata-rata angka global sebesar 42 persen.
Sementara itu, survei dari organisasi serupa menunjukkan El Salvador, Guatemala, Honduras, Jamaica, dan Venezula masih menjadi wilayah dengan tingkat pembunuhan yang tinggi.
Sebanyak 30 orang di antara 100.000 jiwa di lima negara tersebut menjadi korban pembunuhan. Sebaliknya, tingkat pembunuhan di negara-negara seperti Argentina, Chili, Kuba, Peru, Suriname, dan Uruguay justru rendah, yakni 10 orang di antara 100.000 jiwa.
Di Indonesia, kasus femisida sudah menjadi perhatian Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Menurut Komnas Perempuan, ada rupa-rupa alasan perbuatan femisida. Sebabnya meliputi kekerasan seksual yang disertai pembunuhan, cemburu, kawin siri yang enggan terbongkar, kekerasan dalam pacaran, prostitusi terselubung, pengelakan bertanggung jawab atas perbuatan menghamili, dan tersinggungnya maskulinitas seksual laki-laki, adalah dasar mengapa femisida terjadi.
Ironisnya, femisida justru dilakukan oleh orang yang dikenal seperti pacar, kawan kencan, suami, pelanggan, dan lainnya.