Ini 5 Film Kisah Nyata tentang Orang yang Punya Kelainan tapi Sangat Menginspirasi
https://www.naviri.org/2021/08/ini-5-film-kisah-nyata-tentang-orang.html
Naviri Magazine - Film-film yang diangkat dari kisah nyata, khususnya tentang seseorang, biasanya bercerita tentang para tokoh terkenal, atau orang yang memiliki prestasi tertentu yang mengagumkan. Namun, ada pula film-film yang mengangkat kisah orang-orang yang memiliki kelainan, misalnya mengalami autisme.
Karena tokoh yang diangkat adalah orang-orang yang mengidap kelainan tertentu, tokoh yang diangkat pun tidak sembarangan. Biasanya, tokoh itu juga memiliki prestasi-prestasi mengagumkan, meski di saat sama harus menghadapi masalah yang mereka alami. Terkait hal itu, berikut ini adalah 5 film yang diangkat dari kisah nyata mengenai orang-orang yang punya kelainan.
Temple Grandin
Film ini mengisahkan wanita yang benar-benar ada di dunia nyata, bernama Temple Grandin, seorang pengidap autisme yang kemudian menjadi sosok yang sangat menginspirasi.
Temple Grandin lahir di Boston, Massachusetts, pada 29 Agustus 1947. Sebelum didiagnosis mengidap autis pada tahun 1950, awalnya Grandin didiagnosa mengidap kerusakan otak ketika berusia dua tahun. Oleh orang tuanya, dia dimasukkan ke sebuah kelompok bermain yang guru-gurunya ia anggap sangat baik.
Ibunya berkonsultasi kepada seorang dokter, yang menyarankan agar ia memberi terapi wicara pada putrinya. Ibunya kemudian menyewa seorang pengasuh yang menghabiskan waktu berjam-jam bermain sambil belajar bersama Grandin dan kakaknya.
Front of the Class
Front of the Class didasarkan pada kisah nyata Brad Cohen, seorang penderita Tourette Syndrome. Tourette syndrome adalah gangguan saraf dan perilaku (neurobehavioral disorder), dicirikan oleh aksi tak disadari, berlangsung cepat (brief involuntary actions), juga disertai gangguan kejiwaan (psychiatric disturbances).
Sejak kecil, Cohen sering dihina oleh teman-temannya, bahkan gurunya pun sampai kesal dengan prilaku yang diakibatkan oleh tourette syndrome yang diderita Cohen. Begitu pun Ayahnya, dia masih belum bisa menerima kala sang anak didiagnosis menderita tourette syndrome. Hanya ibunya yang selalu menguatkan Cohen.
Cita-cita Brad Cohen menjadi seorang guru, dan di sinilah kisah yang paling mengharukan. Perjuangan dia menjadi guru yang bisa diterima murid-muridnya dengan keterbatasan yang ia punya.
The Soloist
Steve Lopez, yang bekerja sebagai kolumnis surat kabar Los Angeles Times, tengah mengalami kebuntuan untuk kolomnya. Di bawah tekanan pemecatan karena oplah surat kabar yang terus turun karena kalah bersaing dengan media elektronik, Lopez menemukan inspirasi ketika ia tanpa sengaja mendengarkan bunyi biola yang indah dekat kantornya.
Ia makin terpana ketika sadar bahwa bunyi indah itu dihasilkan dari sebuah biola dengan dua dawai, dimainkan oleh seorang gelandangan. Belakangan, diketahui Lopez, gelandangan itu bernama Nathaniel Ayers.
Tentu saja seorang jenius musik tidak mungkin menjadi gelandangan, kalau tidak ada yang salah dengannya. Nathaniel Ayers ternyata pernah bersekolah di Juilliard Music School (sekolah musik ternama di Amerika yang alumnusnya termasuk komposer John Williams, Bill Conti, dan Michael Giacchino), tetapi kemudian drop-out di akhir tahun kedua, karena penyakit schizophrenia akut yang ia derita.
A Beautiful Mind
Film ini menceritakan kisah perjuangan seorang ahli matematika genius bernama John Forbes Nash, yang berhasil menciptakan konsep ekonomi yang kini dijadikan sebagai dasar teori ekonomi kontemporer.
Selama Perang Dingin berlangsung, Nash mengidap schizophrenia yang membuatnya hidup dalam halusinasi, dan selalu dibayangi ketakutan. Ia harus berjuang keras untuk sembuh, dan meraih hadiah Nobel tahun 1994, kala ia memasuki usia senja.
Soul Surfer
Film ini diambil dari kisah nyata seorang peselancar asal Hawaii, bernama Bethany Hamilton. Bethany adalah anak pasangan peselancar hebat pada masanya, yang juga sering menjadi langganan juara, bernama Tom dan Cheri. Bethany cinta pantai, dan waktunya dia gunakan untuk hobi berselancar.
Ketika Bethany mendapat sponsor dari Rip Curl, dia makin memadatkan jadwal latihannya dalam berselancar. Dan di hari ketika dia berselancar di pantai Kauai, lengan kirinya diserang hiu macan. Bethany mengalami pendarahan hebat, tetapi tidak menangis sama sekali. Kejadian ini membuat sedih keluarganya, terutama karena ada kejuaraan surfing yang ditunggu-tunggu anak mereka.
Setelah pulang dari rumah sakit, Bethany merasakan ketidakberdayaan dengan satu lengan yang kini telah hilang. Dia tidak bisa lagi melakukan hal-hal kecil dengan baik, seperti memakai baju, menyediakan sarapan, dan lain sebagainya. Hal ini membuat Bethany sadar bahwa berselancar tidak bisa dia lakukan lagi.
Tetapi Bethany tetap berjuang agar bisa menjadi peserlancar hebat, dan kisah perjuangannya pun dimulai...