Sejarah Perjalanan Astra, Perusahaan Otomotif Raksasa dari Indonesia (Bagian 1)


Naviri Magazine - Astra dikenal sebagai perusahaan raksasa di bidang otomotif. Tapi siapa sangka kalau perusahaan besar itu dulunya dimulai dari sebuah perusahaan tak terkenal yang sedang mati suri? 

Berikut ini kisah yang dinukil dari buku Man of Honor: Kehidupan, Semangat, dan Kearifan William Soeryadjaya (2012), yang mengisahkan sejarah dan asal usul perjalanan Astra, hingga menjadi perusahaan raksasa seperti yang kita kenal.

Benjamin alias Tjia Kian Joe merasa prihatin dengan nasib abangnya, Tjia Kian Liong—yang meringkuk satu setengah bulan di Penjara Banceuy, Bandung. Si abang dibui karena tuduhan korupsi di perusahaan yang dibangunnya. Nama baiknya rusak. Benjamin yang masih kuliah di Institut Teknologi Bandung itu pun minta tolong pada abangnya yang lain, Tjia Kian Tie, yang menetap di Amsterdam, Negeri Belanda. 

Keduanya berusaha membukakan jalan bagi Kian Liong yang sedang terpuruk, agar bisa menjalani hidup baru dengan sebuah perusahaan baru. Perusahaan yang diinginkan adalah perusahaan dagang. Kian Liong punya pengalaman dagang yang cukup panjang sejak remaja. Benjamin ingin perusahaan itu nantinya "bisa impor".

Memiliki perusahaan yang bisa impor tentu bukan hal yang mudah pada saat itu. Pada tahun 1950an, hak impor sangat sulit didapat. Mereka pun berpikir untuk membeli perusahaan yang bisa impor, tetapi sedang mati suri. 

Kian Liong dan saudara-saudaranya pun berkongsi dengan salah seorang kawan zaman sekolah bernama Liem Peng Hong—seorang pengusaha rokok di Malang. Pada zaman Program Benteng—yang sangat pro pengusaha pribumi—orang-orang Tionghoa macam mereka agak sulit hidup dalam dunia usaha. 

Mereka akhirnya berhasil mendapatkan perusahaan mati suri yang masih memegang hak impor. Nama Kian Liong tidak tercantum dalam anggaran dasar perusahaan untuk sementara, karena masalah hukum yang menimpanya. 

Sementara nama Benjamin menjadi salah satu pemegang saham. Perusahaan itulah cikal bakal Astra. Demikian sejarah perusahaan besar Astra, seperti tertulis dalam Man of Honor: Kehidupan, Semangat, dan Kearifan William Soeryadjaya (2012). 

Perusahaan itu berkantor di Jalan Sabang nomor 36A Jakarta. Perusahaan kecil itu lebih mirip toko kelontong ketimbang importir. Lokasinya pun sering terancam banjir.

Mereka kemudian mengganti nama perusahaan. Kian Tie, adik Kian Liong yang doktorandus lulusan Belanda, mengusulkan nama Astra. Nama itu berasal dari mitologi Yunani kuno, yang berarti terbang ke langit dan menjadi bintang terang. Kian Liong dan Liem Peng Hong setuju. 

Lengkapnya, perusahaan itu bernama Astra International Inc. Tak lupa logo bola dunia yang diembeli pita dengan tulisan "astra" mereka buat. Mereka mendaftarkan diri ke Notaris Sie Khwan Djioe pada 20 Februari 1957. Modal mereka kala itu senilai Rp2,5 juta.

Selama sepuluh tahun pertama, jumlah karyawan Astra tak lebih dari 5 orang. Pada dekade awal itu, Astra awalnya sempat pula jadi distributor dan importir limun merek Prim Club kornet CIP. Tak hanya produk impor, tetapi juga lokal dari Bandung seperti pasta gigi Fresh O Dent, pasta gigi Odol Dent sempat didistribusikan. Bisnis pengiriman fosfat alumunium dan bohlam lampu. Pernah juga mengekspor kopra dan minyak goreng. 

Belakangan hanya Kian Liong yang mengelola Astra. Kian Tie malah bekerja di sebuah bank di Palembang, sementara Pang Hong asyik dengan bisnisnya yang lain. Saham-saham pun beralih ke tangan Kian Liong semua pada 1961. 

Setelah itu, Astra memasuki babak baru. Pada masa-masa sulit Demokrasi Terpimpin orde lama Presiden Sukarno, antara 1962 hingga 1964, Astra sempat menjadi pemasok lokal proyek pembangunan waduk Jatiluhur. 

Memasuki tahun 1965, Astra tak mampu berkembang di tengah situasi ekonomi yang buruk. Ketika itu, perekonomian Indonesia memang sedang menghadapi kejatuhan, inflasi membubung tinggi hingga 600 persen. Daya beli masyarakat hancur-hancuran sehingga membuat perusahaan satu per satu berjatuhan. Kian Liong mencoba mempertahankan perusahaannya agar bisa tetap hidup.

Kian Liong dan stafnya kemudian memindahkan kantor dari Jalan Sabang ke Jalan Juanda III nomor 8. Pada tahun-tahun itu pula dia mengubah namanya menjadi William Surjadjaja—atas saran seorang jaksa Bandung bernama Suryakusuma Dinata. 

Baca lanjutannya: Sejarah Perjalanan Astra, Perusahaan Otomotif Raksasa dari Indonesia (Bagian 2)

Related

Indonesia 4330076920817396992

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item