Mengenang Harmoko, Kelompencapir, dan Pembredelan Media Massa
https://www.naviri.org/2021/07/mengenang-harmoko-kelompencapir-dan.html
Naviri Magazine - Selama menjadi Menteri Penerangan di era Presiden Soeharto, Harmoko dianggap sebagai orang yang mendekatkan petani dengan pemerintah lewat Kelompencapir. Namun, di sisi lain, dia juga dianggap sebagai sosok di balik pembredalan sejumlah media massa kala itu.
Harmoko adalah orang yang mengusulkan agar Majalah Tempo dibredel. Pembredelan ini bermula ketika Majalah Tempo mengangkat laporan soal pembelian kapal bekas armada Jerman Timur. Seperti dikutip dari buku 'Cerita di Balik Dapur TEMPO' susunan tim Tempo, laporan tersebut secara tak langsung direspons oleh Presiden Soeharto pada 9 Juni 1994.
Kala itu Soeharto baru saja meresmikan Pelabuhan Teluk Ratai. Dia menegaskan pembelian kapal bekas itu adalah inisiatif pribadinya dan dilakukan diam-diam atas permintaan pemerintah Jerman. Di akhir pidato, Soeharto melontarkan kemurkaannya.
"Ada pers yang mengeruhkan situasi dan mengadu domba. Ini gangguan pada stabilitas politik dan nasional. Kalau tak bisa diperingatkan, akan kita ambil tindakan karena mengganggu pembangunan sebagai tumpuan kita," ujar Soeharto kala itu.
Pidato tersebut menggegerkan redaksi Majalah Tempo. Pasalnya, yang dimaksud Soeharto jelas Majalah Tempo. Sebab hanya Majalah Tempo yang menulis laporan terkait kapal bekas itu.
Para menteri kemudian melakukan rapat intensif membahas 'pers yang mengadu domba' itu. Di sanalah peran Harmoko muncul. Harmoko mengusulkan agar Tempo dibredel saja. Meskipun usul itu mendapat penolakan dari Menteri Koordinator Politik dan Kemananan, Soesiolo Soedarman.
Vonis bredel pun tetap terjadi. Suratnya terbit pada 21 Juni 1994. Majalah Tempo ditutup bersama tabloid Detik dan Editor. Untuk tabloid Detik dan Editor, tak diketahui secara jelas apa alasan pembredelannya. Namun, kedua media itu juga dinilai terlalu kritis kepada pemerintah.
Ada peran Harmoko dalam pembredelan ini. Sebab, sehari sebelumnya, Harmoko bersama Mensesneg Moerdino sempat dipanggil Presiden Soeharto di Jalan Cendana.
Kelompencapir
Di luar kontroversinya tersebut, Harmoko termasuk orang yang bisa mendekatkan pemerintah dengan kegiatan para petani dan nelayan lewat Kelompencapir. Kegiatan itu pun diliput oleh media.
Harmoko adalah orang yang pertama kali mendirikan gerakan Kelompencapir. Kelompencapir adalah akronim dari kelompok pendengar, pembaca dan pemirsa.
Kelompencapir adalah pertemuan untuk petani dan nelayan di Indonesia yang dimaksudkan untuk mendekatkan petani dan nelayan dengan pemerintah.
Kegiatan itu mengikutkan petani-petani berprestasi dari berbagai daerah. Mereka diadu kepintaran dan pengetahuannya seputar pertanian, antara lain soal cara bertanam yang baik, dan pengetahuan tentang pupuk, dengan model mirip cerdas cermat.
Bahkan, program itu ikut andil di kala Indonesia mencapai swasembada pangan dan mendapatkan penghargaan dari FAO pada tahun 1984. Usai reformasi, program Kelompencapir lenyap. Padahal kegiatan dialog interaktif itu dinilai efektif sebagai media komunikasi antara pemimpin dan masyarakatnya.
Sebagai pendiri gerakan ini, Harmoko kerap hadir untuk membuka lomba-lomba Kelompencapir. Bahkan, Harmoko juga kerap melontarkan pertanyaan kepada peserta.
"Presiden mencanangkan GDN atau gerakan disiplin nasional, yang saya tanyakan untuk apa gerakan ini?" tanya Harmoko usai membuka lomba Kelompencapir 1996.
Begitu ada peserta yang berhasil menjawab, Harmoko langsung berujar 'seratus!'
Tak hanya itu, Harmoko adalah sosok yang membuat para spekulan sembako takut. Pasalnya, Harmoko selalu membacakan harga-harga sembako dari harga cabai sampai harga kol dengan sangat detail. Masyarakat pun jadi tahu harga pasaran, dan spekulan tak berani bermain harga.
Selain itu, Harmoko juga dikenal sebagai sosok yang kerap melakukan safari ke daerah lewat kegiatan safari Ramadhan.