Melacak Asal Usul Misterius Munculnya Virus Zika yang Menyerang Brasil
https://www.naviri.org/2021/07/melacak-asal-usul-misterius-munculnya.html
Naviri Magazine - Virus Zika melanda Afrika dan Brasil. Namun, meski memiliki gejala yang hampir sama, virus Zika yang menyebar di Brasil ternyata tidak sama persis dengan virus Zika di Afrika. Belakangan terungkap, virus Zika di Brasil adalah hasil rekayasa genetik atau transgenetik, dengan nama kode virus ATTC®VR-4™.
Kode pada virus Zika, yaitu ATTC®VR-4™, memperlihatkan lambang ® yang merupakan kode “Registered” (telah diregistrasi), dan lambang ™ yang merupakan kode “Trade Marked” (merk dagang). Karenanya, virus Zika adalah hasil rekayasa yang juga virus varian.
Virus Zika masuk dalam klasifikasi Flaviviridae atau Flavivirus. Proyek transgenetik ini didanai oleh J. Casals dan Rockefeller Foundation sejak tahun 1947. Sumber virus ini menggunakan virus alam dari daerah Zika di Uganda, kerananya virus ini dinamai “Zika”, yang merupakan nama sebuah wilayah di Uganda.
Virus hasil rekayasa genetik ini berasal dari darah monyet hutan di daerah Zika, Uganda, yang telah terkena virus tersebut, kemudian dilakukan eksperimen pada 1947 di Zika, Uganda.
Pada pertengahan 2012, perusahaan bioteknologi Inggris, Oxitec, melakukan sebuah rekayasa genetika atau transgenetika, terhadap nyamuk Aedes aegypti. Para ilmuwan yang terlibat dalam rekayasa itu berencana membuat “super bug” atau “nyamuk canggih”, dengan tujuan mengurangi populasi nyamuk secara keseluruhan yang dapat menyebarkan demam berdarah dan chikungunya di timur laut Brasil.
Tujuan awal program modifikasi genetik (genetically modified) atau GM oleh Oxitec tersebut dimaksudkan untuk melepaskan hanya nyamuk Aedes jantan ke alam liar, yang pada gilirannya akan menghasilkan keturunan dengan virus mereka, lalu menyebarkan dan menurunkannya kepada nyamuk-nyamuk betina, dan begitu seterusnya.
Dengan cara itu, anak-anak nyamuk tersebut akan mati muda sebelum usia mereka berkembang biak, karena keberadaan coding GM dalam gen mereka. Namun, upaya itu baru akan berhasil jika tidak ada antibiotik tetrasiklin yang akan membuat ulang DNA pada nyamuk GM yang dilepaskan.
Pelepasan nyamuk hasil rekayasa itu tidak meneliti lebih jauh mengenai adanya efek samping dari hasil rekayasa transgenetika atau genetically-modified mosquitoes (GMMs) tersebut. Dan ternyata hasilnya tidak memuaskan, karena tingkat kelangsungan hidup nyamuk yang selamat mencapai lima persen.
Belakangan, para ilmuwan baru menyadari bahwa tetrasiklin dapat ditemukan di alam, muncul di tanah, permukaan air, dan makanan. Karena hal itu, penelitian lanjutan menemukan bahwa tingkat kelangsungan hidup nyamuk rekayasa tersebut berpotensi meningkat menjadi 15 persen.
Nyamuk sub-spesies buatan manusia itulah yang oleh sebagian pengamat dianggap sebagai penyebab virus Zika di Brasil. Mereka menyatakan, rekayasa transgenetik GMO atau Genetically Modified Organism (modifikasi organisme secara genetika) terhadap nyamuk Aedes aegypti, bisa jadi merupakan salah satu penyebab munculnya virus Zika. Apa yang terjadi kemudian?