Laporan Oxfam: Harta 42 Orang Setara dengan Separuh Kekayaan Dunia
https://www.naviri.org/2021/07/laporan-oxfam-harta-42-orang-setara.html
Naviri Magazine - Ini mungkin kisah klise yang terus terdengar setiap tahun, mengenai betapa timpang antara kaya dan miskin, dengan persentase yang makin mengkhawatirkan. Di masa lalu, kaya dan miskin tentu saja telah ada, namun tingkat ketimpangannya tidak terlalu “njomplang”. Semakin ke sini, tingkat ketimpangan semakin mengejutkan.
Laporan dari badan amal Oxfam asal Inggris, mengejutkan dunia. Organisasi nirlaba yang didirikan sejak 1942 ini melaporkan total harta dari 42 orang terkaya, setara dengan 50% harta orang miskin di dunia.
CEO Oxfam, Mark Goldring, mengatakan laporan itu berdasarkan data daftar orang kaya yang masuk dalam majalah Forbes. Jumlah harta kekayaan mereka dihitung, lalu dibandingkan dengan jumlah kekayaan 50% warga miskin dunia.
“Miliarder yang diunggulkan adalah pendiri Microsoft, Bill Gates. Tapi, akhir-akhir ini posisi itu disusul oleh pendiri Amazon, Jeff Bezos, yang harga sahamnya melonjak dalam beberapa bulan terakhir,” kata Goldring seperti dilansir Daily Mail.
Selain itu, masih dalam laporan Oxfam, Goldring mengatakan ada 3,7 miliar warga miskin yang nasibnya tidak ada perubahan alias tetap miskin.
“Ini juga menunjukkan bahwa rata-rata kekayaan miliarder tumbuh sebesar 13% per tahun. Ini enam kali lebih cepat dari upah pekerja biasa,” ungkapnya.
Dari hasil temuannya ini, Goldring menilai ada sesuatu yang salah dengan ekonomi global yang memungkinkan kekayaan hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang kaya, sementara sebagian kecil umat manusia tak menikmatinya.
Meski begitu, laporan Oxfam dibantah oleh beberapa ekonom papan atas. Salah satunya ekonom Sam Dumitriu dari Adam Smith Institute. “Kita harus peduli dengan kesejahteraan orang miskin, bukan mengejar kekayaan orang kaya,” katanya.
Sam membandingkan kondisi ini antara negara yang menganut paham reformasi neoliberal seperti China, India, dan Vietnam, dengan negara sosialis layaknya Venezuela.
Dia mengatakan, jika di negara dengan reformasi neoliberal memberlakukan hak kepemilikan, mengurangi regulasi, dan meningkatkan persaingan ekonomi. Kebijakan itu, menurutnya, membuat orang-orang termiskin di dunia menerima kenaikan gaji besar-besaran yang mengarah pada distribusi pendapatan global yang lebih seimbang.
“Bagi negara-negara yang menolak pasar bebas seperti Venezuela, 75% penduduk sekarang hidup dalam kemiskinan, dengan banyak orang tidak mampu membeli kebutuhan dasar seperti makanan dan obat-obatan, walaupun memiliki cadangan minyak terbesar di dunia,” ujarnya.