Kisah Vladimir Putin, dari Mata-mata Menjadi Penguasa Rusia (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Vladimir Putin, dari Mata-mata Menjadi Penguasa Rusia - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Usaha Putin untuk mendorong popularitas Medvedev ini pun telah dilakukan beberapa waktu sebelumnya. Tepatnya di 2005, ia ditunjuk Putin sebagai Deputi Pertama Perdana Menteri Rusia.

“Saya sudah mengenalnya dengan sangat dekat lebih dari 17 tahun. Dan saya sepenuhnya mendukung pengajuan dirinya sebagai presiden,” ucap Putin soal Medvedev, seperti dilansir The Guardian.

Dan benar saja. Medvedev, yang juga didukung oleh partai United Russia yang selama ini mendukung Putin, berhasil menjadi presiden pada 7 Mei 2008. Seperti dilansir Telegraph, perolehan suaranya di pemilu cukup fantastis, yaitu mencapai 70 persen.

Yang lucu, Medvedev adalah salah satu orang terdekat Putin dalam politik Rusia. Ia pernah menjadi manajer kampanye Putin saat dia maju menjadi presiden di tahun 2000. Dikutip dari RFERL, posisi politik Medvedev sebagai kepala sekretariat kabinet dan deputi pertama perdana menteri juga merupakan “hadiah” dari Putin.

Maka, tak mengherankan apabila keputusan paling pertama yang dibuat Medvedev adalah menunjuk Vladimir Putin sebagai perdana menteri, membuat sang kolega tetap berada di puncak kepemimpinan politik Rusia. 

Keputusannya ini tentu saja menimbulkan banyak pertanyaan. Sebenarnya, siapa pemimpin politik Rusia yang asli? Medvedev sebagai presiden, ataukah ia hanya boneka Putin yang menjabat perdana menteri?

Pertanyaan ini, rupanya, terlontar cukup sering. Sampai-sampai, pada 2009 ia harus menekankan pada publik bahwa dialah bos Rusia yang sesungguhnya. “Saya adalah pemimpin negara ini. Saya kepala negara ini. Dan pembagian kekuasaaan berdasarkan fakta tersebut,” ucap Medvedev dikutip dari Reuters.

Namun, apa yang dibilangnya tak mesti sesuai dengan apa yang terjadi. Ini dicontohkan dengan upayanya mengamandemen konstitusi Rusia yang baru terbentuk pada 1993. 

Pada 5 November 2008, atau hanya lima bulan setelah dilantik, Medvedev mengajukan perubahan konstitusi agar masa presidensial dinaikkan menjadi enam tahun ketimbang empat seperti sebelumnya. 

Cerdiknya, seperti dikutip dari The Guardian, Medvedev juga menginginkan agar masa kepengurusan anggota State Duma (seperti DPR di Indonesia) diperpanjang dari empat tahun menjadi lima tahun. Maka, permohonan amendemen konstitusi itu lancar saja didukung oleh State Duma yang hasil votingnya menang mutlak 388-58 suara.

Padahal, perpanjangan masa presiden itu tak langsung berlaku di masa Medvedev berkuasa. Lalu, siapakah yang memanen perpanjangan masa kuasa presiden itu?

Jawabannya, lagi-lagi, adalah Vladimir Vladimirovich Putin. 

Sempat menjadi pertanyaan, bagaimana Putin dan Medvedev akan bertarung dalam satu arena pemilihan presiden Rusia 2012, mengingat keduanya didukung satu partai yang sama—United Russia. 

Pertanyaan tersebut terjawab di September 2011. Jelang berakhirnya masa pemerintahan Medvedev, ia dan Putin buka-bukaan kepada publik dunia bahwa Putin akan kembali maju menjadi presiden sementara Medvedev mundur. 

“Saya akan berterus terang bahwa kesepakatan soal apa yang harus kami lakukan ini sudah tercapai sejak waktu yang lama, beberapa tahun lalu,” ucap Putin seperti dikutip Telegraph. 

Medvedev sendiri hanya mengamini. “Vladimir Vladimirovich dan saya sering sekali ditanya: kapan Anda berdua akan memutuskannya? Kadang-kadang kami ditanya, apakah kalian berdua pernah berkelahi?” ucap Medvedev memulai. “Saya ingin mengonfirmasi apa yang baru saja kami putuskan: bahwa apa yang kami ajukan ke kongres (tentang pengajuan Putin), adalah keputusan yang sudah dipikirkan masak-masak.” 

Licin benar. Seperti yang diduga, dalam pemilu presiden 2012, Putin—yang tetap aktif di pemerintahan dan tetap tinggi popularitasnya—menang telak dari lawan-lawannya dengan perolehan suara 63,6 persen. 

Manuver Tsar Putin

Memasuki tahun kuasanya yang ke-17, Putin tetap kuat mencengkeram konstelasi politik negeri. Persentase popularitasnya masih berada di angka 80 persen, sangat tinggi apabila dibandingkan dengan, misalnya, presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang hanya mencapai 35 persen. 

Capaian tersebut tak didapat Putin dengan mudah. Beberapa rintangan dan kritik sempat ia hadapi, meski tak satu pun yang benar-benar mengancam posisinya. Salah satunya adalah kasus tuduhan korupsi ekspor metal di tahun 1992 senilai 93 juta dolar AS, yang dimunculkan kembali oleh Marina Salye—seorang politisi senior Putin dari St. Petersburg—saat Putin menjadi perdana menteri untuk pertama kali di 1999. 

Hasilnya? Ketimbang Putin yang angkat kaki dari politik Rusia, Marina Salye yang justru harus pindah dari St Petersburg. Seperti dikutip dari The New York Times, tuduhan pada Putin dibatalkan, dan Salye harus pindah ke Pskov—daerah terpencil 260 kilometer di barat daya St Petersburg—karena merasa terancam dengan kekuasaan Putin. 

Gangguan juga pernah datang dari Anna Politkovskaya, seorang jurnalis Novaya Gazeta, yang menyibak korupsi militer Rusia dalam operasinya di Republik Chechnya. Pada 7 Oktober 2006, ia ditembak mati di apartemennya, tepat pada hari ulang tahun Putin. 

Kematiannya menimbulkan banyak kritik dari internasional, di mana Putin dinilai tidak mampu melindungi media independen yang punya kritik jitu kepada pemerintahannya. Sepuluh tahun sejak kematian Politskovkaya, semakin jarang media yang berani menyinggung isu sensitif yang berkenaan dengan politik Kremlin. 

Bahkan, menurut Komite Perlindungan Jurnalis, dari 2006 hingga Oktober 2016 lalu, ada 20 jurnalis yang dibunuh dan 63 serangan yang ditujukan pada wartawan. 

Kuasa atas media dalam negeri itu juga terbukti di tahun 2003. Tak suka dengan pemberitaan saluran televisi NTV dalam kasus penyanderaan Teater Moskow, seluruh manajemen NTV diganti dengan wajah baru pada Januari 2003. Hasilnya, pemberitaan dari televisi tersebut langsung berubah menjadi lebih pro-Putin. 

Ini belum menghitung bagaimana Gazprom Media—media holding anak perusahaan raksasa minyak Gazprom yang sejak 2005 menempatkan Medvedev sebagai wakil kepala direksinya—melakukan pencaplokan banyak media dalam negeri Rusia. Total, ada enam saluran televisi, sembilan stasiun radio, tiga surat kabar, satu penyedia internet, dan empat perusahaan bioskop yang menjadi miliknya. 

Kematian orang-orang yang berani melawan Putin itu adalah gambaran sempit bagaimana Putin telah berkuasa penuh di segala lini kehidupan Rusia. Dan antek-anteknya, macam Medvedev, punya andil besar dalam hal ini. 

Selain mengubah masa kuasa presiden menjadi enam tahun, ia pada 2009 juga mengajukan penggantian mekanisme pengajuan Hakim Agung; dari yang sebelumnya diajukan oleh para hakim dan disetujui State Duma, menjadi dipilih presiden dengan persetujuan State Duma. 

Maka, tak hanya media, hukum pun sebenarnya hanya bisa mendengar dan berkata “Ya” terhadap segala yang Tsar Vladimir Vladimirovich Putin kehendaki. 

Related

International 2807523288838276149

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item