Kisah Tragis dari Rohingnya: Terpaksa Menikah demi Dapat Jatah Makanan
https://www.naviri.org/2021/07/kisah-tragis-dari-rohingnya-terpaksa.html
Naviri Magazine - Rohingya sedang berada dalam masalah. Krisis dan kekacauan yang terjadi di negara itu menyebabkan sekian banyak orang Rohingya mengungsi ke tempat lain, ke negara lain, demi menyelamatkan diri. Tapi pengungsian itu tentu saja tidak menyelesaikan masalah, tetapi justru menimbulkan masalah baru. Yaitu soal makanan.
Bagaimana pun, negara yang dituju para pengungsi belum tentu bisa memberi makanan untuk para pengungsi yang datang, apalagi jika negara bersangkutan memang bukan negara kaya.
Dalam hal itu, PBB kemudian menjadi pihak yang bertanggung jawab memberi makan untuk para pengungsi tersebut. Tetapi, sekali lagi, itu pun belum menyelesaikan masalah. Karena, bagaimana pun, PBB hanya bisa memberi bantuan dalam jumlah terbatas.
Kenyataan semacam itulah yang terjadi pada para pengungsi Rohingya yang ada di Bangladesh. PBB memberi jatah makanan untuk mereka, tapi dihitung berdasarkan per keluarga. Masing-masing keluarga mendapatkan jatah yang sama. Dalam hal itu, keluarga yang kebetulan memiliki jumlah anak lebih banyak tentu menanggung masalah baru, yaitu tidak cukupnya jatah makanan yang diberikan PBB.
Mengatasi masalah jatah makan yang terbatas tersebut, banyak pengungsi Rohingya di Bangladesh yang terpaksa menikahkan anak-anak perempuan mereka—meski masih kecil—demi bisa mendapatkan jatah makan baru dari PBB. Karena, ketika seorang anak perempuan menikah (atau dinikahkan), artinya dia telah memiliki keluarga sendiri, dan berhak mendapatkan jatah makan dari PBB.
Alokasi bantuan makanan yang ditentukan per keluarga membuat anak-anak perempuan pengungsi Rohingya dinikahkan untuk menciptakan keluarga baru. Di antara anak-anak perempuan tersebut bahkan ada yang masih berusia 12 tahun.
Program Pangan Dunia PBB mengalokasikan bantuan makanan per rumah tangga, sehingga keluarga dengan jumlah anggota yang berbeda mendapat jatah bantuan makanan yang sama.
Dengan menikahkan anak perempuan mereka, maka jumlah orang yang harus diberi makan di keluarga orangtua akan berkurang. Sementara anak yang sudah menikah akan mendapat jatah bantuan sendiri. Demikian ditulis The Guardian.
Pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar menuju Bangladesh mencapai angka 600.000 jiwa. Petugas medis mengatakan, anak perempuan paling diincar sebagai sasaran kekerasan seksual di Rakhine. Namun, saat tiba di Bangladesh, mereka kembali mendapatkan kekerasan dalam bentuk pernikahan dini.
Salah satu pengungsi anak perempuan di Bangladesh, Anwara, yang masih berusia 14 tahun, mengaku telah menikah dalam seminggu sejak tiba di kamp. Dan kini telah melahirkan seorang anak.
"Saya tidak mengerti apa yang terjadi, saya hanya merasa lemas dan tidak makan apa pun. Saya tidak memberitahu siapa pun apa yang saya pikirkan," kata dia.
Puluhan anak perempuan remaja di kamp pengungsian antara sudah menikah atau sedang dicarikan pasangan oleh orangtua mereka.
Demi jatah bantuan pangan
Bantuan pangan yang diberikan pada keluarga pengungsi Rohingya sebanyak 25 kilogram beras per keluarga, yang dibagikan tiap dua minggu. Jumlah bantuan tersebut dengan perhitungan tiap keluarga terdiri dari lima orang. Kenyataannya banyak keluarga lebih besar dari itu.
Muhammad Hassen, yang memiliki keluarga dengan 10 anggota, termasuk tujuh anak perempuan, jelas tidak mendapat pasokan pangan yang cukup. Dia pun mengaku tak kuasa menahan untuk tidak menikahkan salah satu putrinya, Arafa, yang baru berusia 14 tahun.
"Seandainya kami berada di Rakhine, saya tidak akan terburu-buru menikahkan anak saya. Saya petani dan memiliki sawah. Saya bisa memberi makan anak-anak saya. Tapi di sini saya tidak dapat melakukannya," ujarnya.
Banyak anak perempuan Rohingya yang menikah dini di Bangladesh hampir tidak mengenal calon suaminya.
Fatima, yang dinikahkan saat berusia 12 tahun, sama sekali tidak mengetahui apa itu pernikahan. "Orangtua saya menikahkan saya, karena tidak mampu memberi makan saya. Saat menikah, saya hanya berpikir suami yang akan memberi makan saya, dan tidak mengerti apa yang akan dia lakukan terhadap saya," kata dia.