Kisah Kelam Pembantaian Srebrenica dan Hikayat Jagal Bosnia (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Kelam Pembantaian Srebrenica dan Hikayat Jagal Bosnia - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Namun, tanpa kehadirannya pun ICTY tetap melanjutkan sidang untuk mengonfirmasi kebenaran dakwaan, dan mengeluarkan surat penangkapan internasional. Harga untuk informasi keberadaan Mladic yang ditarifkan Pemerintah Serbia dan Amerika Serikat cukup fantastis: Rp90 miliar (tahun 2010 angkanya naik drastis menjadi Rp180 miliar). 

Selama 14 tahun berikutnya Mladic berpindah-pindah tempat persembunyian, dan wartawan Guardian, Julian Borger, menceritakannya dengan detail dalam sebuah laporan panjang berjudul “14 years a fugitive: the hunt for Ratko Mladic, the Butcher of Bosnia” yang dipublikasikan awal tahun 2016. 

Persembunyian yang dimaksud adalah resor militer milik kawan-kawan seperjuangan Mladic yang menganggap Mlandic sebagai pahlawan alih-alih penjahat perang atau pelanggar HAM berat. 

Pemerintahan Serbia di bawah pemerintahan Slobodan Milosevic di era 1990-an menyanggah tuduhan melindungi Mladic melalui orang-orang militer yang setia pada Mladic. Namun, di Kota Belgrade muncul pengamanan khusus bagi Mladic, dan sanggahan tersebut tak mampu membendung kecurigaan publik yang terlanjur berkembang. 

Selama menghuni sebuah tempat perlindungan, Mladic mendapat penjagaan ketat dari sekitar 100 orang anggota pasukan Republik Sprska, yang mengawal dirinya saat berada di luar rumah. 

Di era 1990-an, Mladic masih mendapat fasilitas mewah: punya juru masak pribadi, supir sendiri, dan layanan personal lain. Kegiatannya amat santai: berburu kijang, berjalan-jalan di taman, main tenis, sesekali ke restoran atau pertandingan sepak bola, atau mengunjungi rumah keluarganya di Berlgrade. 

Pada Oktober 2000, kekuasaan Milosevic habis dan diseret untuk menjalani sidang dengan dakwaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukannya di Kosovo (pada 11 Maret 2006 ia meninggal di sel tahanannya di Den Haag, Belanda). 

Dengan demikian, keberadaan Mladic kian terancam, selaras dengan kian kolapsnya negara Serbia Raya karena bagian-bagian dari wilayah Yugoslavia justru melepas diri untuk jadi negara mandiri. 

Pada bulan Mei 2002 sempat terjadi kontak senjata antara pasukan pelindung Mladic dengan unit kepolisian Serbia yang akan menangkapnya—untuk turut dibawa ke pengadilan Den Haag. Ketegangan berlangsung selama satu bulan sebelum akhirnya Mladic lolos lagi. 

Hingga tahun-tahun selanjutnya, Mladic masih mengecap kebebasan tetapi tak lagi dilindungi oleh militer Serbia aktif yang loyal padanya, karena barisan pendukung ini sudah resmi dilarang untuk menjalin kerja sama dengan Mladic. 

Selama periode ini pula, Mladic kian paranoid dan berhati-hati saat keluar rumah. Menjelang akhir 2010-an ia bahkan kerap mengalami halusinasi perihal orang-orang yang diklaim akan menangkapnya. Padahal pada waktu itu publik Serbia kian melupakan Mladic, karena mereka sibuk pada reformasi sosial dan ekonomi negara agar lebih terbuka, terutama pada Uni Eropa.

Tapi Mladic pun khawatir dengan upaya Serbia masuk ke Uni Eropa. Sebab jika benar-benar direalisasikan, dia bisa diseret ke Den Haag bukan saja oleh pemerintah Serbia, namun juga seantero Eropa. 

Kekhawatiran Mladic benar-benar jadi kenyataan pada Pemilu Serbia tahun 2004. Boris Tadic, politisi reformis yang pro-Uni Eropa dan pro keseimbangan hubungan antara Serbia, Rusia, dan AS, Boris Tadic, terpilih menjadi presiden dan berkuasa dalam dua periode hingga 2012. 

Sejak 2008, perjuangan untuk menyeret Mladic ke pengadilan kembali digencarkan. Respons pemerintah Serbia cukup positif. Dalam tiga tahun berselang, sebuah unit khusus makin giat mencari keberadaan Mladic. 

Upaya otoritas Serbia menemukan hasilnya pada tanggal 26 Mei 2011. Petugas berpakaian preman, dari unit kejahatan perang khusus Kementerian Dalam Negeri, pergi ke rumah persembunyian Mladic di Desa Lazarevo. 

Dua di antaranya menaiki tangga dan menemukan satu pintu yang agak susah dibuka. Saat berhasil didorong, di balik pintu terlihat seorang renta yang memakai topi baseball berwarna hitam, diam, tak melakukan perlawanan apapun. 

Saat dimintai kartu identitas, si tua renta memberikan kartunya, dan nama “Ratko Mladic” tertera di dalamnya. Sang petugas masih tak percaya sebab berbeda dengan Mladic yang diketahuinya dari foto resmi pemerintahan. Mladic yang di hadapannya saat itu terlihat kurus dan tanpa memancarkan raut muka sombong khas seorang jenderal yang pernah punya masa jaya. 

Mereka bertanya langsung siapa nama si tua, dan si tua menjawab, “Kau telah menemukan yang kau cari. Aku Ratko Mladic.” 

Related

History 6284340810120789099

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item