Kisah Kebangkitan Jepang, dan Hancurnya Industri Mobil Inggris dan Amerika (Bagian 1)


Naviri Magazine - Jika kita menyaksikan jalan raya di mana-mana, nyaris bisa ditemukan aneka kendaraan—sepeda motor maupun mobil—produksi Jepang. Bahkan, mobil-mobil produksi Jepang kini bisa dibilang merajai jalanan di mana pun. Jepang adalah negara yang mendominasi dunia dalam urusan otomotif. Kenyataan itu menakjubkan, mengingat Jepang merupakan negara yang kalah dalam Perang Dunia II.

Apa hubungan industri otomotif dengan Perang Dunia II?

Usai Perang Dunia II, Jepang adalah negara yang hancur lebur. Jangankan mendominasi dunia dalam bidang otomotif, bahkan untuk menggerakkan perekonomian di negeri sendiri pun Jepang harus susah payah. 

Karenanya, pada masa itu, industri otomotif dunia dipegang dan dikendalikan oleh dua negara yang memenangkan Perang Dunia II, yaitu Inggris dan Amerika. Pada masa itu, kendaraan di mana pun umumnya produksi dari dua negara tersebut.

Tetapi, belakangan, mobil-mobil dari Amerika maupun Inggris justru mengalami kemunduran, bahkan kehancuran. Dari lima merek mobil yang berhasil mendominasi penjualan mobil dunia, hanya ada satu merek dari pemenang Perang Dunia II, yaitu Ford bikinan Amerika. 

Kondisi ini berbeda dengan produsen-produsen otomotif yang berasal dari pihak yang kalah dalam Perang Dunia II. Merek mobil asal Jepang dan Jerman mengisi 3 dari 5 merek mobil yang berhasil mendominasi penjualan mobil dunia. 

Toyota, pabrikan mobil asal Negeri Sakura, berhasil meraih posisi puncak. Posisi kedua ditempati pabrikan asal Jerman, Volkswagen, meski setahun sebelumnya mereka mengalami skandal emisi gas buang. Satu tempat lainnya diisi pabrikan asal Jepang lainnya, yaitu Nissan.

Dominasi Sekutu Pasca Perang Dunia

Pasca Perang Dunia II, perusahaan mobil asal Amerika mendominasi dunia. Merek-merek seperti Chevrolet, Ford, Cadillac, Chrysler, Dodge, dan Lincoln tersebar di berbagai penjuru dunia. 

Di Indonesia, misalnya, mobil-mobil Amerika pernah populer dan banyak beredar. Keberadaannya bisa dilihat dari beberapa video tentang Indonesia di era 1950-1970 di YouTube. Mobil Amerika juga menjadi mobil favorit Presiden Sukarno. Dari tujuh mobil kepresidenan di era Sukarno, empat di antaranya merupakan keluaran Amerika, seperti: Buick-8, Cadillac 75, Lincoln Cosmopolitan, dan Chrysler Imperial.

Mobil-mobil Amerika di masa itu terkenal dengan dengan besarnya kapasitas mesin, dimensi yang masif, dan berbobot berat. Mobil Cadillac 75 keluaran tahun 1964 yang menjadi mobil kepresidenan Sukarno, misalnya, memiliki mesin berkonfigurasi V8 7.000 cc, dimensi panjang 6 meter dan lebar dua meter, serta bobot mencapai 2,2 ton. 

Spesifikasi seperti itu membuat konsumsi bahan bakar Cadillac 75 menjadi begitu boros. Autobild Indonesia mencatat konsumsi bahan bakar mobil kepresidenan terakhir Sukarno ini hanya mencapai angka 3-4 kilometer/liter saja.

Perusahaan-perusahaan mobil asal Inggris juga mengikuti jejak perusahaan-perusahaan mobil Amerika. Pada 1950, Inggris menjadi negara pengekspor mobil terbesar dan produsen mobil terbesar kedua di dunia. 

Beberapa merek mobil yang mendunia dari Inggris di antaranya adalah Land Rover dan Morris, termasuk laris juga di Indonesia. Sampai saat ini jejak Land Rover masih bisa kita temui di jalanan, sedangkan jejak Morris Minor sempat monumental saat dijadikan opelet di sinetron Si Doel Anak Sekolahan.

Berbeda dengan mobil-mobil Amerika, mobil-mobil asal Inggris relatif lebih kompak dan bermesin lebih kecil. Meroketnya harga bahan bakar akibat upaya pemerintah merebut Terusan Suez dari Mesir, membuat para desainer mobil-mobil Inggris mendesain mobil yang kecil dan menggunakan lebih sedikit bahan bakar. 

Satu mobil yang bersinar dari kondisi ini adalah Mini Cooper. Mobil dengan dimensi yang sesuai dengan namanya dan bermesin kecil menjadi sensasi di seluruh dunia, terutama setelah mobil ini berhasil memenangkan Reli Monte Carlo pada 1964. Di Indonesia, mobil ini lebih dikenal sebagai "Mobil Mr. Bean".

Kebangkitan Poros Otomotif Jerman-Jepang

Keputusan Amerika untuk memberikan suplai kepada militer Israel dalam perang Arab-Israel pada 1973 menjadi titik balik industri mobil mereka. Sebagai balas dendam atas tindakan tersebut, negara-negara Arab yang tergabung dalam Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) menjatuhkan embargo penjualan minyak bumi yang berimbas kepada terbatas dan meroketnya harga bahan bakar di Amerika. 

Para pengguna mobil Amerika kesulitan untuk mengisi bahan bakar mobil mereka yang terkenal sangat boros. Mereka menginginkan mobil yang lebih efisien bahan bakar.

Situasi inilah yang melahirkan celah bagi mobil-mobil Jepang dan Jerman yang terkenal efisien. Mobil-mobil Jepang dan Jerman pun mulai diminati warga Amerika. Pada 1972, merek mobil impor hanya memiliki pangsa pasar 13 persen di pasar Amerika. Tiga tahun kemudian, pangsa pasar tersebut meningkat hingga 15,8 persen dan terus meningkat sejak itu.

Baca lanjutannya: Kisah Kebangkitan Jepang, dan Hancurnya Industri Mobil Inggris dan Amerika (Bagian 2)

Related

Business 1637973251420890028

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item