Kecerdasan Buatan dan Ancaman Bahaya di Masa Depan
https://www.naviri.org/2021/07/kecerdasan-buatan-dan-ancaman-bahaya-di.html
Naviri Magazine - Saat ini, manusia sedang dalam pengembangan kecerdasan buatan. Ketika kecerdasan buatan itu disatukan dengan robot, maka jadilah sosok robot yang cerdas—bisa berbicara, bercakap-cakap, dan berinteraksi. Di masa depan, seiring makin lengkapnya teknologi, kecerdasan buatan yang dibuat manusia akan memampukan robot-robot itu untuk berpikir sebagaimana manusia.
Ketika itu terjadi, saat robot-robot bisa berpikir sebagaimana manusia, maka ancaman bisa jadi mulai datang. Karena, ketika robot sudah bisa berpikir, maka robot-robot itu pun akan mampu menciptakan kecerdasan buatan dan robot lain yang lebih canggih dibanding yang diciptakan manusia, dan begitu seterusnya. Sekali lagi, jika itu yang terjadi, maka peradaban manusia jelas terancam di masa depan.
Tak sedikit yang percaya bahwa pada masa mendatang, kemampuan komputer akan melebihi manusia. Saat itu, Anthony Levandowski, mungkin akan jadi nabinya. Ilmuwan komputer berusia 37 itu tengah mengembangkan ajaran baru lewat organisasi Way of the Future.
Kecerdasan buatan terbukti telah mampu melakukan banyak hal, dan menggantikan peran manusia. Mulai dari mengendalikan jejaring di internet, hingga robot seks pengganti teman kencan, bisa dilakukan teknologi Artificial Intelligence (AI).
Namun siapa nyana bila AI juga mulai dipercaya bakal menjadi ajaran religius baru. Pendirinya, Anthony Levandowski, dikenal sebagai perancang mobil swakemudi Google. Levandowski kedapatan membuat sebuah organisasi religius bernama Way of Future, atau Jalan Masa Depan.
"Untuk mengembangkan dan mempromosikan berlakunya ketuhanan berdasar pada kecerdasan buatan, dan pemahaman serta pemujaan terhadap kontribusi Tuhan baru itu pada kehidupan sosial yang lebih baik," demikian tujuannya saat dibentuk.
Laporan Backchannel dari Wired mengungkap panjang lebar apa yang dilakukan Levandowski, dan apa yang dipercayainya tentang AI. Keberadaan organisasi keagamaan baru itu terungkap lewat sebuah dokumen pendirian organisasi yang diajukan ke pemerintah negara bagian California, Amerika Serikat.
Nama Levandowski menjadi CEO Presiden organisasi Way of the Future tersebut. Namun belum banyak yang bisa diketahui dari aktivitas organisasi nonprofit Levandowski itu. The Guardian yang mencoba menghubunginya, tak berbalas.
Lama berkecimpung di Sillicon Valley, Levandowski adalah pemuja singularitas teknologi. Konsep ini menyatakan, akan datang suatu masa ketika kecerdasan buatan berkembang jauh, sehingga melampaui kecerdasan manusia, dan mengubah peradaban dan umat manusia. Bagi Anda penonton trilogi The Matrix, konsep ini akan tampak jelas.
Mereka yang percaya singularitas teknologi, percaya bahwa mesin atau kecerdasan buatan akan mampu menciptakan kecerdasan lain yang derajatnya lebih tinggi. Futuris seperti Ray Kurzweil, bahkan berpendapat manusia suatu saat dapat mengunggah salinan otak manusia ke mesin, dan mewujudkan apa yang disebutnya keabadian digital.
Ray Kurzweil, kini salah seorang awak Google, merupakan satu dari sekian banyak pakar gagasan singularitas teknologi. Ia direkrut sebagai upaya Google mengejar ketertinggalan dari para pengembang kecerdasan buatan lainnya. Google ingin memenangkan persaingan di bidang kecerdasan buatan dengan "membeli" para pengembangnya.
Tidak terlalu mengherankan saat Anthony Levandowski pun menjadi "pemeluk" kepercayaan singularitas. Putra diplomat Prancis dan pengusaha Amerika Serikat itu juga pernah menciptakan konsep motor swakemudi bernama Ghostrider.
Ditulis Gizmag, Ghostrider Robot Team yang berisi Anthony Levandowski dan timnya, menggunakan motor trail Yamaha 90cc sebagai ujicoba. Ghostrider tercipta dalam ajang balapan kendaraan swakemudi yang disponsori badan riset milik Departemen Pertahanan Amerika Serikat (DARPA).
Setelah keluar dari Google, Levandowski mendirikan perusahaan truk swakemudi Otto. Otto dibeli Uber. Namun ia dipecat Uber karena dituding mencuri rahasia perusahaan Waymo, untuk digunakan di Otto. Anthony pun kini menghadapi tuntutan hukum dari Waymo.
Levandowski mungkin percaya kecerdasan buatan bisa menjadi Tuhan baru. Tapi tak sedikit pula ilmuwan yang memperingatkan, kecerdasan buatan adalah ancaman bagi peradaban umat manusia.
"AI akan berkembang dengan sendirinya dalam kisaran yang saya yakin akan terus meningkat. Sementara kita, manusia, terbatas oleh evolusi biologis, nantinya tidak akan mampu bersaing dan akhirnya akan tersingkir," tutur Stephen Hawking kepada BBC.
Selain dari Hawking, peringatan juga datang dari Elon Musk, pendiri perusahaan teknologi Tesla dan perakit wahana antariksa SpaceX. Elon Musk justru menjadi salah seorang penentang AI yang gigih. Ia bersama lebih dari 100 ahli lainnya, pernah mengirim surat ke PBB agar mengatur keberadaan senjata perang berbasis AI.