Berdasarkan Aturan Baru, Laki-laki di Islandia Kini Tidak Boleh Sunat
https://www.naviri.org/2021/07/berdasarkan-aturan-baru-laki-laki-di.html
Naviri Magazine - Praktik sunat, atau pemotongan kulit kulup penis, lazim dilakukan anak laki-laki maupun pria dewasa di berbagai negara. Selain karena keyakinan agama, orang-orang melakukan praktik sunat karena juga termotivasi anjuran bahwa sunat dapat membantu menjaga kebersihan penis, yang artinya dapat menjaga kesehatan organ tersebut. Sebegitu lazim praktik sunat, hingga bisa dibilang nyaris semua laki-laki di dunia menjalani sunat.
Namun, kini, ada satu negara yang sedang mempersiapkan undang-undang untuk melarang warganya melakukan sunat. Negara itu adalah Islandia.
Parlemen di Islandia mempersiapkan sebuah undang-undang terkait pelarangan praktik sunat. Islandia akan menjadi negara pertama di Eropa yang mengeluarkan larangan dengan ancaman pidana atas praktik itu.
Hal itu berarti, orang dewasa ataupun orangtua yang membawa anaknya untuk dikhitan, akan diancam dengan hukuman penjara hingga enam tahun. Tentu saja, rencana ini menjadi topik yang kontroversial, di mana kedua kubu, baik yang menentang atau pun mendukung, memiliki argumentasi yang sama kuat.
Sejalan dengan ide itu, muncul pula banyak pertanyaan mengenai apa sebanarnya sirkumsisi, dampak, dan alasan orang melakukan tindakan itu.
Di Indonesia, khitan merupakan praktik yang lumrah pada setiap anak laki-laki. Langkah tersebut dilakukan dengan memotong kulit yang menyelubungi bagian kepala penis. Dalam beberapa kasus, sunat harus dilakukan atas pertimbangan kondisi kesehatan tertentu, misalnya saat bagian kelenjar di penis kerap meradang.
Kendati demikian, seperti halnya di Indonesia, khitan umumnya dilakukan atas alasan kepercayaan. Di Eropa, selain Islam, Agama Yahudi, dan juga Kristen, mempraktikkan sunat kepada anak laki-laki. Praktik ini pun lazim di Amerika Serikat, dan beberapa wilayah di Asia dan Afrika. Diperkirakan, sepertiga laki-laki di dunia melakukan prosedur khitan semacam ini.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) juga telah mengeluarkan rekomendasi khitan pada pria, demi menghambat penyebaran virus HIV. Rekomendasi ini terutama diserukan ke wilayah-wilayah dengan tingkat infeksi HIV yang besar.
Selama ini, prosedur sirkumsisi dilakukan terhadap bayi atau pun anak kecil. Bahkan dalam tradisi agama Yahudi, sunat sudah harus dilakukan sebelum bayi berumur delapan hari.
Nah, kembali lagi ke Islandia. Jika sunat memang memiliki latar belakang alasan kesehatan, mengapa negara itu berniat melarang praktik tersebut? Jawabannya adalah, parlemen setempat mengaku selama ini ditemukan praktik sunat tidak aman yang dilakukan bukan oleh tenaga medis.
Praktik itu menjadi amat berisiko, karena dilakukan bukan oleh ahli, melainkan oleh pemuka agama. Sehingga muncul risiko infeksi, yang dalam kondisi tertentu bisa menimbulkan kematian. Meski demikian, seperti dilansir laman Metro.co.uk, tak diungkapkan berapa besar kasus kematian yang terjadi di negara itu, karena praktik sunat yang salah.
Para kritikus mengatakan, RUU tersebut sebenarnya adalah bentuk serangan terhadap kebebasan beragama. Selain itu, melarang praktik khitan bisa menjadi suatu 'alat' yang digunakan untuk melawan kelompok orang tertentu, memperburuk ketegangan antar-ras dan agama.
Sejauh ini, kelompok religius di negara itu telah mengeluarkan sikap, dengan menyatakan sunat anak laki-laki selama ini dilakukan di lingkungan yang bersih oleh profesional terlatih. Dengan keyakinan tersebut, mereka akan terus berjuang mempertahankan praktik itu.