Kisah Stephen Jay Gould, Ilmuwan Terkenal yang Memisahkan Sains dengan Agama
https://www.naviri.org/2021/06/kisah-stephen-jay-gould-ilmuwan.html
Naviri Magazine - Usia Stephen Jay Gould baru lima tahun ketika ia diajak ayahnya mengunjungi American Museum of Natural History. Gould langsung takjub ketika melihat replika kerangka dinosaurus.
Kekaguman itu menginspirasinya untuk belajar lebih jauh tentang ilmu pengetahuan alam. Menurut Gould, momen itulah yang membuatnya memutuskan untuk menekuni paleontologi: ilmu yang mempelajari makhluk hidup zaman purba.
Gould mula-mula menempuh pendidikan tinggi di Antioch College. Pada 1963, ia lulus dengan gelar ganda, geologi dan filsafat. Ketekunannya membawa Gould meraih gelar doktor dari Columbia University pada 1967 di bawah asuhan Norman Newell, seorang ahli geologi ternama.
Setelah itu, ia langsung bergabung dengan Harvard University. Enam tahun kemudian, ia dipromosikan menjadi profesor bidang geologi dan kurator paleontologi invertebrata di Museum of Comparative Zoology.
Di Harvard, ia bersama Niles Eldredge mengembangkan teori Punctuated Equilibrium yang merevisi teori Evolusi Darwin. Teori Punctuated Equilibrium menerangkan bahwa sebagian besar spesies yang hidup di bumi, hanya menunjukkan sedikit sekali perubahan evolusioner dalam sebagian besar sejarah geologis mereka. Dengan kata lain, mereka berada dalam keadaan statis.
Lebih lanjut, teori ini menyatakan bahwa ketika perubahan evolusioner terjadi, perubahan tersebut terbatas pada peristiwa spesiasi percabangan yang cepat dan jarang, yang disebut kladogenesis. Artinya, proses perubahan terjadi dalam satu jenis spesies menjadi dua spesies berbeda, bukan satu spesies yang secara terus-menerus berubah menjadi jenis spesies baru seperti didedahkan Darwin.
Gould memang mendalami evolusi, khususnya topik seputar populasi genetika makhluk hidup secara ekstensif. Baginya, hal itu penting untuk memahami perubahan evolusioner dalam skala kecil atau jangka pendek.
Akan tetapi, perlu pendekatan lain untuk memberikan pemahaman yang lebih luas seperti peristiwa ledakan populasi baru (filum-filum baru) yang terjadi dalam jangka waktu yang relatif singkat di periode Kambrium (541 juta tahun yang lalu).
Kontroversi
Tumbuh di tengah keluarga Yahudi yang sekuler, Gould tidak pernah dituntut untuk menjalankan ritual-ritual keagamaan. Baginya, hal itu membebaskannya dari segala dogma konservatif yang berpotensi mengaburkan pandangan ilmiah-objektifnya sebagai ilmuwan alam.
Sebagai paleontologis yang kesehariannya dipenuhi kegiatan meneliti kehidupan ratusan juta tahun yang lalu, Gould kerap terlibat kontroversi. Terutama ketika temuan ilmiahnya tidak sesuai dengan ajaran yang tertera di sejumlah kitab suci.
Tidak hanya dari kelompok religius, pertentangan juga terjadi di ranah akademis dan ilmiah di antara para ilmuwan. Edward O. Wilson, seorang ahli Biologi AS, menentang teori Gould mengenai ledakan populasi filum baru.
Wilson menemukan bahwa proses evolusi makhluk hidup terjadi secara progresif dan bertahap dari struktur yang sangat sederhana menjadi lebih rumit. Selain itu, kata Wilson, evolusi juga terjadi dari makhluk yang paling sulit beradaptasi dengan alam, ke yang paling mudah.
Salah satu perdebatan paling seru dalam bidang biologi evolusi adalah antara Gould dengan Profesor Richard Dawkins, ilmuwan alam yang ateis. Perbedaan pandangan itu bermula ketika Dawkins memublikasikan temuannya yang menyatakan bahwa evolusi adalah kompetisi antar garis keturunan, dan organisme merupakan "kendaraan" bagi tiap-tiap gen.
Hal itu bertolak belakang dengan pandangan Gould yang menyatakan bahwa kemungkinan peluang lain di luar garis keturunan bagi tiap spesies harus dianggap penting dan karena itu organisme lebih penting ketimbang gen.
Perbedaan pandangan ini meluas ke hal-hal lain seperti cara Gould dan Dawkins menyikapi "perselisihan" antara sains dan agama. Penulis Amerika, Kim Sterelny, sempat menerbitkan buku berjudul Dawkins vs Gould: Survival of the Fittest (2001), yang menjabarkan bagaimana perbedaan pandangan itu berkontribusi positif bagi perkembangan ilmu alam.
Di tengah berbagai kontroversi, Gould terus menghasilkan karya-karya monumental. Dalam beberapa bukunya seperti Ontogeny and Phylogeny (1977), The Mismeasure of Man (1981), Time’s Arrow, Time’s Cycle (1987), dan Wonderful Life (1989), Gould menelusuri arah dan signifikansi dari berbagai kontroversi dalam sejarah evolusi biologi, geologi, dan paleontologi.
Pada 1982, Harvard memberinya gelar Profesor Zoologi Alexander Agassiz. Di tahun yang sama, ia juga mendapatkan penghargaan Golden Plate Award dari American Academy of Achievement.
Setahun kemudian ia dianugerahi penghargaan di American Association for the Advancement of Science. Penghargaan ini diberikan atas jasa dan kontribusinya bagi kemajuan ilmiah dan pemahaman publik tentang sains.
Non-overlapping Magisteria
Sejak 1974, Gould menjadi kontributor yang sangat produktif untuk majalah Natural History. Hingga meninggal, tulisannya di majalah tersebut mencapai 300 artikel. Di sinilah konsep Non-overlapping Magisteria (NOMA) pertama kali disampaikannya dalam artikel dengan judul yang sama pada 1997. Secara tidak langsung, artikel ini menjelaskan alasan mengapa ia selalu menolak penelitian yang berusaha menyatukan sains dan agama.
Gould lelah dengan keadaan bahwa sains dan agama seringkali menjadi tema diskusi yang tak pernah sampai pada titik temu. Untuk mencari jalan tengahnya, ia punya tawaran solusi: sains dan agama telah berada di ranah yang tidak saling tumpang tindih. Sains di ranah fakta, sementara agama di ranah nilai-nilai.
Pada 1999, Gould yang kala itu menjabat sebagai President of the American Association for the Advancement of Science menerbitkan buku berjudul Rocks of Ages: Science and Religion in the Fullness of Life. Buku yang mengupas konsep NOMA itu banyak dijadikan rujukan bagi ilmu-ilmu sosial.
Richard Dawkins sempat menjelaskan secara detail mengapa ia tidak sepakat dengan Gould mengenai konsep NOMA dalam The God Delusion (2006:55). Sementara salah satu ilmuwan sosial, Christopher Hitchens, turut menggunakan konsep ini. Konsep Gould juga dikutip menjadi salah satu poin penting dalam buku God is not Great: How Religion Poisons Everything (2007:339).
Di luar itu, Dawkins dan Hitchens, seperti juga para ilmuwan lain, menganggap Gould mampu menghasilkan karya-karya ilmiah dengan gaya literatur yang baik, serta cakap dalam menjabarkan konsep-konsep yang sangat rumit menjadi jelas dan mudah dipahami.
Hingga kiwari, karya-karya Gould menjadi salah satu yang paling banyak dijadikan referensi dalam bidang studi yang berkaitan dengan evolusi. Konon, artikel ilmiahnya yang ditulis bersama Richard Lewontin pada 1979 yang berjudul "The Spandrels of San Marco and the Panglossian Paradigm" telah dikutip sebanyak 5.000 kali. Pada April tahun 2000, US Library of Congress memberi Gould status sebagai Living Legend.
Stephen Jay Gould meninggal pada 20 Mei 2002, dalam usia 60 tahun, akibat kanker yang telah lama dideritanya.