Bayar Zakat Penghasilan Sebaiknya Per Tahun atau Per Bulan? Ini Penjelasannya
https://www.naviri.org/2021/04/bayar-zakat-penghasilan-sebaiknya-per.html
Naviri Magazine - Perkembangan zaman memicu hadirnya banyak perkembangan di berbagai ilmu, tidak terkecuali ilmu fiqh. Hal ini dikenal dengan istilah fiqh kontemporer. Salah satu hal yang dibahas dalam fiqh kontemporer yakni zakat penghasilan, hal ini diperkenalkan oleh Syeikh Al Qardhawi dalam kitab Fiqh Az Zakah, yang cetakan pertamanya terbit tahun 1969.
Sedangkan praktik zakat penghasilan mulai marak di Indonesia kira-kira sejak tahun 90-an akhir, dan awal tahun 2000-an. Khususnya setelah kitab Yusuf Qaradhawi tersebut diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Didin Hafidhuddin, dengan judul Fikih Zakat, yang terbit tahun 1999.
Landasan fiqh yang digunakan untuk zakat penghasilan mengacu pada praktik sahabat Nabi yang mengeluarkan zakat harta perolehan, dan disepakati oleh mayoritas ulama berdasarkan analogi (qiyas) atas kemiripan kasus.
Haul, Nisab, dan Kadar Zakat Penghasilan
Besarnya zakat penghasilan sama dengan zakat yang lainnya, yakni 2,5%. Mengenai waktu pengeluarannya, ulama kontemporer membolehkan mengeluarkan zakat penghasilan tiap kali didapatkan (misalnya per bulan) atau dikumpulkan dulu hingga genap satun tahun, baru kemudian dibayarkan (menunggu haul).
Menurut Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Umar bin Abdul Aziz, dan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi, mereka mengqiyaskan zakat penghasilan dengan zakat pertanian yang dikeluarkan tiap kali didapatkan. Jika zakat penghasilan dikeluarkan menunggu 1 tahun, dikhawatirkan akan terjadi hal-hal di luar dugaan sebelum zakat terbayarkan.
Jadi demi menjaga kehati-hatian dan melaksanakan kewajiban, disarankan menunaikan zakat penghasilan tiap kali didapatkan (misalnya per bulan). Jadi ketika seorang muslim mendapatkan penghasilan yang telah mencapai nishab, maka wajib mengeluarkan zakatnya. wallahu’alam.