Kisah Penipuan Berkedok Lowongan Kerja di Instansi Pemerintah (Bagian 3)
https://www.naviri.org/2021/02/kisah-penipuan-berkedok-lowongan-kerja_33.html
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Penipuan Berkedok Lowongan Kerja di Instansi Pemerintah - Bagian 2). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Maka, Ita menyetor 400 ribu rupiah pada Elly. Dua hari kemudian, ia menyetor lagi sebanyak 100 ribu rupiah, disertai tiga materai masing-masing bernilai Rp. 500. Selanjutnya, Ita menyetor lagi. Kali ini 250 ribu. Total seluruhnya 750 ribu, dari jumlah 1 juta rupiah yang harus disetorkan.
"Uang itu dari tabungan saya," kata Ita.
Jika Nano maupun Ita menyetor uangnya ke Yayasan Wawasan Nusantara lewat perantara Elly, tidak demikian halnya dengan Ny. Sabariah, yang mengaku mencari kerja untuk anaknya, Anna Lestari. Sabariah langsung menghadap Nur, bendahara yayasan.
"Karena saya langsung bayar ke kantor yayasan tanpa melalui koordinator, jadi saya bisa murah. 500 ribu rupiah!" jelasnya.
Kepada Hakim Ketua, Eddy Djunaedi SH, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, lebih lanjut Sabariah mengemukakan kepercayaannya terhadap Yayasan Wawasan Nusantara dan DRS, berkat penampilan DRS.
"Saya melihat penampilan Pak Ketua cukup meyakinkan. Apalagi dia sebagai seorang sarjana hukum. Dan lagi, sudah ratusan yang mendaftar, mosok sih mau menipu," tutur Sabariah seraya menunjuk DRS.
Sabariah sendiri mengaku mengetahui adanya Yayasan Wawasan Nusantara melalui teman suaminya yang bekerja di Kanwil Departemen Tenaga Kerja DKI Jakarta, Abdul Rachim, koordinator yayasan untuk wilayah Jakarta Utara.
Setelah berkenalan, Sabariah kemudian diminta datang ke kantor yayasan di Jl. Kerawang No. 2, Menteng, Jakarta Pusat, untuk penentuan biaya. Sabariah membayar 200 ribu, sementara sisanya dibayar sepuluh hari kemudian.
"Setelah melunasi biaya administrasi itu, saya dijanjikan untuk datang lagi ke kantor yayasan membawa ijazah asli, surat kelakuan baik, surat keterangan berbadan sehat dari dokter, untuk dikirim ke Departemen Perdagangan, dan anak saya langsung dapat bekerja, berikut SK dan NIP," Sabariah menjelaskan lebih lanjut.
Namun, setelah Sabariah datang lengkap dengan surat-surat dimaksud, DRS malah menyatakan sudah terlambat.
"Karena calon pegawai di Departemen Perdagangan terbatas, sebaiknya putri Ibu melalui tes saja," ujar Sabariah menirukan ucapan DRS. Sabariah pun diminta menunggu panggilan.
Dan setelah ditunggu beberapa lama tak juga ada kabar, Rusman, suami Sabariah, akhirnya mengirim surat pada DRS, menanyakan perihal penerimaan anaknya.
Lewat surat, DRS memberikan jawaban, meminta Sabariah datang ke kantor yayasan untuk mengambil nomor tes. Tetapi, sebelum tanggal tersebut, pihak yayasan mengirim surat lagi, menyatakan Anna Lestari lulus dan diterima.
"Tapi saya curiga, surat berkop Departemen Perdagangan itu nggak ada stempelnya," Sabariah menambahkan.
Kecurigaan inilah yang kemudian mengantarkan Sabariah untuk mendatangi lagi kantor Yayasan Wawasan Nusantara, hingga akhirnya ia ditangkap polisi di kantor Departemen Perdagangan
Menyusup di Yayasan
James Marpaung, lain lagi ceritanya. Alumnus Fakultas Ilmu Pendidikan dan Kemasyarakatan Universitas Atmajaya ini, boleh dibilang sedikit beruntung dibanding korban lainnya.
Mengetahui adanya Yayasan Wawasan Nusantara dari Abdul Rachim, James, yang ingin bekerja di Badan Urusan Logistik (BULOG), sempat berkenalan dengan DRS ketika ia datang ke kantor yayasan, membayar biaya sebesar 900 ribu rupiah.
Perkenalan ini pun berlanjut. James menjadi akrab dengan DRS. Hampir setiap hari James datang ke kantor yayasan mencari kabar. Karena itu, ia bisa lebih memahami situasi dibanding pencari kerja lainnya.
Sehingga, ketika situasi semakin tidak menentu, berkat keakrabannya dengan DRS, James berhasil menyusup, menyelidiki keadaan yayasan yang sebenarnya.
Dari penyusupan itu, James menemukan sejumlah kwitansi bukti pengeluaran uang yang digunakan Dn dan DRS, foto copy sejumlah surat yang seolah-olah berasal dan berbagai departemen.
Berkat keakarabannya dengan DRS pula, James berhasil mendapatkan uang sebanyak 1,7 juta rupiah, sementara yang disetorkannya pada yayasan hanya 900 ribu rupiah.
Menurut Abdul Rachim, uang 1,7 juta itu merupakan komisi karena James telah membawa 17 orang pencari kerja. Sedang menurut kesaksian Nur, uang tersebut adalah uang James sendiri yang dipinjamkan kepada Nur.
Tapi James membantah kalau la menerima uang sebanyak itu dari yayasan. Kalaupun ia menerima uang dari yayasan, katanya, jumlahnya tidak lebih dari yang telah ia setorkan.
"Goblok benar saya cuma mengambil 1,7. Kalau saya mau, jumlah puluhan juta bisa saya ambil," kilahnya.
Sementara DRS masih dalam pemeriksaan pengadilan, para korban tak mempunyai tuntutan lain kecuali uangnya dikembalikan. "Tidak usah seluruhnya. Dua pertiganya saja kami mau terima," kata salah seorang korban.
Sedikit pun mereka tak perduli apakah DRS, Dn dan Nur serta anggota yayasan lainnya akan dihukum atau tidak. "Yang penting uang kami kembali," mereka menegaskan.
Tapi menurut Arnold L. Rumayar SH, penasehat hukum terdakwa, uang itu sulit dikembalikan. "Mengingat bukan DRS saja yang menggunakan uang yayasan. Justru sebagian besar adalah istrinya," kata Rumayar di luar sidang.
Di pihak lain, DRS sendiri menyatakan bersedia mengembalikan uang para korban. Lewat penasehat hukumnya, DRS meminta kepada Majelis Hakim agar ia dapat dipertemukan dengan Dn untuk membicarakan masalah pengembalian uang itu.
Tapi Hakim Eddy Djunaedi, SH menolak permohonan Rumayar. "Eh... nanti dulu dong," sahut hakim.
Dalam surat dakwaan Jaksa Soeryadi WS SH, disebutkan jumlah uang yang berhasil dikumpulkan dari para korban seluruhnya Rp. 258.589.785,-.
Menurut sebuah sumber, uang itu sebagian besar telah dipergunakan Dn. Jumlahnya sekitar 143 juta. Digunakan Dn untuk membeli tanah di kota asalnya, Cianjur, Jawa Barat, serta sejumlah perhiasan.
DRS disebut-sebut hanya menggunakan uang sejumlah 12 juta rupiah. Sedang pengurus lain sebanyak lima orang, rata-rata menerima antara 4 sampai 8 juta rupiah.