Kisah Perjalanan Para Leluhur Manusia Menguasai Dunia (Bagian 2)

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya ( Kisah Perjalanan Para Leluhur Manusia Menguasai Dunia - Bagian 1 ). Untuk ...


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Perjalanan Para Leluhur Manusia Menguasai Dunia - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Teori penggusuran “dipercaya” lebih banyak orang bukan hanya karena ia lebih patut secara politis, melainkan juga mempunyai pijakan arkeologis yang lebih mantap. Namun, pada 2010, keadaan itu berbalik. Para pakar genetika menemukan bahwa ada 1 sampai 4 persen DNA manusia Neanderthal dalam DNA populasi modern di Timur Tengah dan Eropa serta 6 persen DNA manusia Denisova dalam DNA orang-orang Melanesia dan pribumi Australia masa kini.

Temuan-temuan itu cukup untuk membuktikan bahwa perkawinan silang antar spesies manusia memang terjadi—dan keturunannya dapat berkembang-biak dengan baik. Namun, di sisi lain, kadar warisan genetik itu terlalu kecil untuk kita dapat menyimpulkan bahwa Sapiens menjadi penguasa tunggal planet ini sepenuhnya lewat jalan damai.

Besar kemungkinan, interaksi Sapiens dengan manusia-manusia lain menyerupai interaksi antarnegara di masa kini: mereka berebut sumberdaya yang terbatas, kadang para anggotanya bekerjasama, kadang berperang, dan mereka hidup terpisah dalam kalangan masing-masing.

Sekitar 50 ribu tahun lalu, Homo soloensis dan Homo denisova terakhir mati. Selang 20 ribu tahun, Neanderthal menyusul. Dan 12 ribu tahun yang lalu, manusia-manusia Flores, yang bertubuh lebih kecil daripada saudara-saudaranya, turut berakhir.

Terlepas dari pelbagai perbedaan fisik di antara spesies-spesies tersebut, mereka sama-sama sanggup membangun dan merawat struktur sosial yang kompleks, menggunakan perkakas, dan mendomestifikasi api, tetapi mengapa semua kecuali Sapiens musnah? Apa faktor yang dipunyai si imigran terakhir dan tidak dipunyai para pendahulunya?

Manusia pengkhayal

Secara fisik, Sapiens generasi pertama yang mendiami Afrika Timur sekitar 150 ribu tahun lalu sama belaka dengan kita. Namun, mereka tidak menunjukkan keunggulan apa pun atas spesies-spesies lain manusia. Bahkan, imigrasi pertama Sapiens sekitar 100 ribu tahun lalu ke Timur Tengah berakhir dengan kegagalan.

Rekam jejak itu membuat para ilmuwan menduga bahwa struktur otak Sapiens berbeda dari kita. Mereka mirip kita, tetapi kemampuan kognitif mereka jauh lebih rendah.

Namun, sejak sekitar 70 ribu tahun lalu, terjadi sesuatu kepada Sapiens. Mereka meninggalkan Afrika Timur buat kali kedua dan berhasil menetap di seluruh dunia. Sekitar 45 ribu tahun lalu, mereka menyeberangi samudera dan sampai ke Australia. Setidaknya, untuk keperluan itu saja, Sapiens telah menciptakan kapal, lampu minyak, dan alat-alat menjahit (untuk membuat pakaian hangat). Lebih jauh, mereka bahkan menciptakan karya seni.

“Dalam rentang 70 ribu hingga 30 ribu tahun itu Sapiens mengalami Revolusi Kognitif. Kita tidak tahu apa penyebabnya. Teori yang paling banyak dipercaya: mutasi genetik mengubah otak Sapiens dan memungkinkan mereka berpikir dengan cara yang belum pernah dikenal, sekaligus berkomunikasi menggunakan bahasa baru.

“Mengapa ia terjadi hanya pada Sapiens? Sejauh pemahaman kita, besar kemungkinan itu hanya kebetulan murni (pure chance). Tetapi lebih penting mengetahui akibat dari mutasi itu ketimbang penyebabnya. Apa yang istimewa dari bahasa baru Sapiens sehingga memungkinkan kita menaklukkan dunia?” tulis Harari.

Berbeda dari bahasa spesies-spesies lain yang hanya dapat digunakan untuk menyampaikan informasi, bahasa baru itu memungkinkan Sapiens berbicara tentang hal-hal yang belum pernah mereka lihat, sentuh, atau hidu.

“Mitos dan legenda dan dewa-dewa dan agama-agama muncul pertama kali bersama Revolusi Kognitif,” tulis Harari. 

Jika banyak hewan dan spesies manusia pada masa itu bisa berkata, “Awas, ada buaya!” kepada kawanannya dalam bahasa masing-masing, Sapiens sanggup berkata, “Buaya adalah ruh pelindung suku kita.”

Kemampuan membicarakan fiksi itulah, menurut Harari, yang merupakan fitur terunik bahasa Sapiens. Fiksi tidak hanya memungkinkan kita mengkhayalkan berbagai hal, tetapi juga mengkhayalkannya secara kolektif. 

Dan khayalan kolektif itu, apa pun wujudnya (keyakinan terhadap dewa-dewa maupun rasa kebangsaan), membuat kita sanggup bekerjasama dengan banyak orang, terlepas dari latar belakang masing-masing, selama kita meyakini khayalan kolektif yang sama.

“Semut sanggup bekerjasama dalam jumlah besar, tetapi mereka sangat kaku dan terlalu mengandalkan kekerabatan. Di sisi lain, kerjasama di kalangan simpanse lebih lentur tetapi mereka hanya dapat melakukannya dalam jumlah kecil yang saling mengenal.

“Hanya Sapiens yang dapat bekerjasama secara lentur dengan orang-orang asing dalam jumlah sebanyak mungkin. Dan karena itulah Sapiens menguasai dunia, sedangkan semut memakan sisa-sisa makanan kita, dan simpanse terkurung di kebun binatang dan laboratorium-laboratorium penelitian,” tulis Harari. 

Related

Science 7721682898971953747

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item