Fakta, Sejarah, dan Misteri di Balik Kisah Legendaris Don Quixote (Bagian 2)
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya ( Fakta, Sejarah, dan Misteri di Balik Kisah Legendaris Don Quixote - Bagian...
https://www.naviri.org/2021/01/fakta-sejarah-dan-misteri-di-balik_31.html
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Fakta, Sejarah, dan Misteri di Balik Kisah Legendaris Don Quixote - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Tetapi bukan berarti tak ada tindakan dan peristiwa dalam Don Quixote. Beberapa di antaranya justru amat kuat sehingga mustahil dilupakan para pembaca. Misalnya, ketika Quixote merampas baskom milik seorang Mur yang kehujanan karena merasa itulah helm emas keramat milik Raja Mur, atau, tentu, ketika ia dan kuda kurus yang ia beri nama Rocinante, menggeruduk kincir angin karena mengira itulah raksasa.
Tukang kibul, bukan tukang obat
Orang kerap menyatakan Don Quixote sebagai pemula novel modern, yaitu kisah fiksional panjang dalam bentuk prosa, dalam kesusastraan Barat. Ia lain dari buku-buku cerita yang sudah beredar lebih dulu, misalnya Iliad dan Odyssey karya Homer atau Divine Comedy karya Dante, yang berbentuk sajak.
Namun, yang lebih penting, seperti disampaikan William Egginton dalam The Man Who Invented Fiction (2016), Cervantes mendefinisikan fiksi lewat Don Quixote. Bagi Egginton, fiksi mesti mempunyai karakter-karakter yang perspektifnya dapat ditumpangi oleh pembaca, sekaligus mesti membuat pembaca sadar dan rela menjadi kaki-tangan pengarang dalam mementaskan kebohongan.
Cervantes sudah memperlihatkan ciri-ciri fiksi dalam sejumlah karyanya yang terdahulu, antara lain roman pastoral La Galatea (1585) dan kumpulan cerita pendek Novelas ejemplares (ditulis dalam rentang 1590-1612), tapi, menurut Egginton, Don Quixote-lah karya pertama yang memenuhi semua syarat fiksi.
Don Quixote berharga bukan hanya karena kualitas dan kepemulaannya dalam kesusastraan, tetapi juga bagaimana Cervantes membicarakan perkara-perkara penting di dalamnya tanpa menjadi penceramah atau tukang obat pinggir jalan.
Ada perkara filosofis: Quixote mengerti, misalnya, sekalipun manusia seringkali tak dapat mengendalikan hal-hal yang terjadi padanya, ia selalu bisa memilih cara buat mempersepsi kenyataan—jika ia memilih untuk melihat kebaikan, maka kebaikan ada.
Cervantes juga membicarakan situasi sosial-politik Spanyol. Yang paling mencolok sekaligus menarik ialah kejadian di awal jilid dua, ketika Cervantes menceritakan asal-usul kisah Don Quixote: Ia bilang, di sebuah pasar di Toledo, ia melihat seorang pemuda menggadaikan sebundel kertas ke sebuah toko.
"Aku tak sanggup menahan keinginan buat melihat salah satu naskah milik pemuda itu. Aku ingin tahu itu naskah apa, dan ternyata ia tertulis dalam bahasa Arab," tulisnya.
"Berkat nasib baik, aku segera bertemu orang morisco [muslim Mur yang berpindah atau dipaksa berpindah meyakini Kristiani, setelah Spanyol melarang praktik agama Islam secara terbuka pada awal abad ke-16] yang paham bahasa Spanyol ... Aku memintanya membacakan judul naskah itu, dan ia melakukannya: Hikayat Don Quixote de la Mancha, ditulis oleh Sayid Hamid Benengeli, seorang sejarawan Arab."
Cervantes juga menyatakan bahwa saat itu ia pun bisa dengan gampang mencari penerjemah bahasa Ibrani. Kemudian, kata Cervantes, ia menggandeng orang Mur itu ke biara sebuah gereja dan menyewanya buat menerjemahkan naskah Don Quixote.
Don Quixote, novel modern pertama yang kini diakui sebagai landasan novel-novel Eropa, karya besar yang dikagumi Schopenhauer dan pemikir-pemikir penting lain, adalah naskah sejarah terjemahan dari bahasa Arab? Kemungkinan besar, Cervantes hanya mengibul.
Nama Sayid Hamid Benengeli itu sendiri mencurigakan. "Sayid" adalah panggilan hormat dan "Hamid" memang nama yang umum di kalangan Arab, tetapi "Benengeli" berarti terung.
Lagi pula, ketika Cervantes menulis novel tersebut, menurut Edward Rothstein dari The New York Times, orang Mur berbahasa Arab tak semudah itu ditemukan di pasar Toledo, dan tak bakal ada orang Mur yang mau menerjemahkan naskah berbahasa Arab di biara gereja.
Situasi yang sebenarnya: orang-orang Yahudi telah diusir dari negeri itu sejak 1492. Buku-buku berbahasa Arab telah dibakar habis—sebagaimana buku-buku dongeng kepahlawanan milik Quixote dibakar oleh tokoh padri yang hendak menyembuhkannya dari kegilaan.
Dan sekalipun umat Islam belum diusir dari Spanyol (hal itu baru akan terjadi beberapa tahun setelah penerbitan jilid pertama Don Quixote, kata Rothstein), mereka umumnya dipaksa menjadi pemeluk Kristiani.
Spanyol saat itu penuh orang Kristen baru, para bekas pemeluk Islam (morisco), dan Yudaisme (converso).
"Salah satu alasan mengapa olahan babi menjadi masakan populer Spanyol ialah pada masa itu memakannya merupakan cara membuktikan bahwa kau tak lagi mengikuti aturan makan Islam atau Yudaisme. Sedangkan terung (terkait dengan nama "Benengeli") adalah bagian dari kuliner golongan Muslim dan Yahudi pada masa silam, saat Toledo masih merupakan rumah bagi komunitas Yahudi yang makmur," tulis Rothstein.
Maka, kemunculan karakter Sayid Hamid Benengeli sebetulnya merupakan perlawanan Cervantes terhadap situasi sosial pada masanya. Lewat Don Quixote, ia menyoroti sebuah masa ketika kebudayaan Islam Spanyol diputus secara paksa.
Cervantes punya pengalaman pahit soal konfrontasi antar-agama. Pada 1571, ia bertempur di Lepanto melawan orang-orang Turk. Pasukan Kristiani menang besar, tetapi tangan kirinya lumpuh.
Beberapa tahun kemudian, dalam perjalanan kembali ke Spanyol, ia ditangkap bajak laut Barber—Muslim yang sedang melancarkan perang gerilya terhadap pasukan Kristiani—dan dipenjarakan selama lima tahun.
"Empatinya kepada orang-orang Mur terkesan hati-hati, tetapi terang-benderang," kata Rothstein.