Tim Markaz Syariah Habib Rizieq Buka-bukaan soal Somasi PTPN VIII
https://www.naviri.org/2020/12/tim-markaz-syariah-habib-rizieq-buka.html
Naviri Magazine - PTPN VIII menjadi sengketa lantaran telah berdiri Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah pimpinan Habib Rizieq Shihab (HRS) di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Pihak PTPN VIII pun sudah mengeluarkan somasi meminta lahan tersebut dikembalikan. Dalam keterangan tertulis yang diterima media, PTPN VIII menegaskan penguasaan atas lahan tersebut, tanpa menyinggung soal HGU.
Tidak tinggal diam, Tim penanganan lahan Markaz Syariah, Pondok Pesantren (Ponpes) HRS di Megamendung, Bogor, segera menjawab surat somasi dari PTPN VIII.
Tim Koordinator untuk Penanganan Khusus Markaz Syariah, M Ichwanudin Tuankotta mengatakan pihaknya sudah menyiapkan surat jawaban atas somasi dari PTPN VIII. Surat tersebut berisi 10 poin dan rencanaya akan dikirim Senin 28 Desember ke PTPN VIII.
"Kalau kami sebenarnya sudah menyiapkan surat untuk menjawab apa yang menjadi somasi dari PTPN VIII tersebut, jadi surat sudah jadi, sudah kita siapkan ada 10 poin di sana tapi saya belum berani ekspos, karena kita masih berkoordinasi dengan tim advokat lainnya untuk memastikan sampai hari ini, Senin surat ini kita akan kirimkan langsung ke PTPN VIII," kata Ichwan saat dihubungi.
Ichwan menjelaskan inti surat jawaban itu adalah mengklarifikasi serta berkoordinasi terkait persoalan lahan Ponpes Markaz Syariah di Megamendung. Ichwan menceritakan, Habib Rizieq membeli lahan yang dikuasai PTPN VIII dari seorang masyarakat yang sudah lama menggarap lahan tersebut. Penggarap tersebut mengaku sudah memanfaatkan lahan tersebut sejak 1991.
"Jadi yang pertama memang informasi yang kita dapatkan lahan itu dari tahun 1991 ditelantarkan oleh PTPN VIII, lalu dikuasai oleh warga, dan digarap oleh warga. Kalau dihitung sampai saat ini itu sudah 29 tahun, sudah ditelantarkan lebih kurang 25 tahun lebih, itu yang kita dapat informasi dari petani," ujarnya.
Baru pada tahun 2013, dikatakan Ichwan, Habib Rizieq membeli lahan tersebut dari para penggarap. Pembelian juga dilengkapi dengan dokumen kepemilikan penggarapan dari masyarakat atas lahan tersebut dan diketahui oleh aparat desa dan pemerintahan. Namun, dirinya menyadari tidak ada sertifikat kepemilikan lahan.
"Beli, ada diketahui RT, RW, Kepala Desa, bahkan ditembuskan ke Bupati dan Gubernur pada saat itu menjabat, bukan Gubernur yang sekarang. Artinya memang kita punya bukti semua, ada ini buktinya surat pelepasan oper garapan. Habib Rizieq membeli itu, membayar," katanya.
Ichwan juga memastikan jawaban atas surat somasi tersebut akan diantarkan langsung oleh tim advokat penanganan khusus Markaz Syariah kepada PTPN VIII.
"Kita ingin musyawarah, mungkin nanti ambil jalan musyawarah dengan pihak PTPN, kita bersedia berdialog, kemudian kita juga lampirkan bukti-bukti ada pembelian Habib Rizieq terhadap penggarap petani pada saat itu," ungkapnya.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyatakan penguasaan tanah oleh PTPN VIII di Kabupaten Bogor, tidak ada hubungannya dengan Hak Guna Usaha (HGU).Juru bicara Kementerian ATR/BPN, M Taufiqulhadi mengatakan pengelolaan tanah yang diberikan pemerintah kepada PTPN VIII merupakan penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Penguasaan tanah oleh PTPN tidak (ada) hubungannya dengan HGU," kata Taufiq.
Taufiq menjelaskan pemberian izin HGU diberikan kepada pihak swasta, sedangkan PTPN VIII dalam hal ini merupakan perusahaan pelat merah atau BUMN.
"Sedang PTPN (BUMN) diberikan tanah oleh negara dalam rangka penugasan khusus," jelasnya.
Dengan penugasan khusus tersebut, Taufiq memastikan status tanah yang dikelola oleh PTPN pun sampai saat ini milik negara. Adapun penugasan khusus ini diharapkan bisa memberikan manfaat yang luas salah satunya untuk negara.
"Diserahkan kepada PTPN untuk melaksanakan tugas khusus. Apa tugas PTPN? Menggarap semua tanah itu seperti menanam teh, sawit dan lain-lain untuk menjadi pemasukan bagi negara," terang Taufiq.
"Semua tanah (aset) PTPN tercatat dalam perbendaharaan negara (menkeu). Dan di bawah pengawasan menteri BUMN. PTPN itu akan menguasai tanah itu sepanjang tugas itu masih diberikan kpd PTPN. Jika PTPN bubar, otomatis tanah itu di bawah penguasaan negara lagi. Dengan demikian, tdk ada pihak manapun yang boleh mengklaim tanah negara tersebut," sambung Taufiq.