Pengamat: Kenapa FPI Tidak Mahir Baca Peta Politik, Kan Kubu Prabowo Subianto Sudah Gabung Pemerintah?
https://www.naviri.org/2020/12/pengamat-kenapa-fpi-tidak-mahir-baca.html
Naviri Magazine - Pembubaran ormas Front Pembela Islam (FPI) diyakini kelanjutan dari drama kepulangan Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab dari Arab Saudi. Dimana saat itu terjadi kerumunan luar biasa yang menimbulkan protes sedemikian rupa.
Terkait kasus kerumunan di tengah pandemi Covid-19, sang imam HRS sudah ditetapkan sebagai tersangkan dan ditahan.
Direktur Visi Indonesia Strategis, Abdul Hamid mengatakan, seandainya HRS dan pendukungnya tidak langsung frontal dan show of force dengan bikin kerumunan-kerumunan, mungkin ceritanya tidak seperti ini.
"Negara ini lagi jungkir balik mengatasi Covid-19 dan ekses negatifnya, tiba-tiba mereka membuat kerumunan luar biasa," ujar Abdul Hamid.
Selanjutnya, masih menurut Cak Hamid sapaan akrab Abdul Hamid, FPI tidak membaca peta dengan baik. Dimana, "sekutunya" di Pilpres 2019 Prabowo Sandi-Sandiaga Uno sudah bergadung dengan kubu pemerintah.
"Pasca masuknya kubu Prabowo yang dilanjutkan dengan Sandi, FPI menjadi sebatang kara. Tidak ada kekuatan politik yang memback up mereka. FPI hanya dijadikan tunggangan politik elit tertentu yang ketika tercapai kemudian tercampakkan," ucapnya.
Jelas Cak Hamid, FPI harusnya melakukan restrategi seperti cooling down terlebih dahulu. Konsolidasi internal dengan baik sambil mencari cantolan politik baru yang bisa menjadi perisai mereka.
"Dan sekarang dengan ditetapkannya HRS sebagai tersangka kerumunan dan ditambah chat mesum kembali ‘dihidupkan', posisi FPI sangat lemah," pungkas pengamat politik ini.
Hari ini, pemerintah secara resmi mengumumkan pembubaran ormas Front Pembela Islam (FPI). FPI adalah ormas pimpinan Habib Rizieq Shihab.
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, setelah pembubaran, pemerintah melarang setiap kegiatan yang mengatasnamakan FPI.
"Saat ini pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI, karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing baik sebagi ormas maupun sebagai organisasi biasa," kata Mahfud MD dalam jumpa pers, di kantornya, Jakarta.
Pembubaran dan penghentian kegiatan FPI dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.
SKB tersebut ditandatangani oleh Mendagri Tito Karnavian, Menkumham Yasonna Laoly, Menkominfo Johnny G. Plate, Kapolri Jenderal Idham Azis, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kepala BNPT Komjen Boy Rafly Amar.
Pertama, adanya UU 16/2017 tentang Ormas dimaksudkan untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar negara, yakni Pancasila, UUD 1945, keutuhan NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Kedua, isi anggaran dasar FPI dinyatakan bertentangan dengan Pasal 2 UU Ormas.
Ketiga, Keputusan Mendagri No. 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai ormas berlaku sampai 20 Juni 2019 dan sampai saat ini belum memenuhi syarat untuk memperpanjang SKT.
Keempat, bahwa ormas tidak boleh bertentangan dengan Pasal 5 huruf g, Pasal 6 huruf f, Pasal 21 huruf b dan d, Pasal 59 Ayat (3) huruf a, c, dan d, Pasal 59 Ayat (4) huruf c, dan Pasal 82A UU Ormas.
Kelima, bahwa pengurus dan/atau anggota FPI, maupun yang pernah bergabung dengan FPI, berdasarkan data, sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme. Dari angka ini, 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana.
Keenam, telah terjadi pelanggaran ketentuan hukum oleh pengurus dan atau anggota FPI yang kerap melakukan berbagai razia atau sweeping di tengah masyarakat. Padahal, sebenarnya kegiatan itu menjadi tugas dan wewenang aparat penegak hukum.