Legislator PKS: Pembubaran FPI Mencederai Amanat Reformasi
https://www.naviri.org/2020/12/legislator-pks-pembubaran-fpi.html
Naviri Magazine - Anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf menilai dibubarkannya Front Pembela Islam (FPI) merupakan langkah mundur bagi Indonesia. Keputusan pemerintah itu dinilai mencederai amanat reformasi.
“Langkah mundur dan menciderai amanat reformasi yang menjamin kebebasan berserikat,” ujar Bukhori saat dihubungi.
Pemerintah sebagai penguasa, dinilai memiliki kuasa untuk melakukan apapun. Termasuk membungkam pihak yang dinilainya tak sepaham dengan pemerintah.
“Sangat leluasa menetapkan apa saja bagi ormas atau perkumpulan ketika berbeda arah politik. Khususnya sejak Perppu UU Ormas, tetapi ini semua tetap bentuk langkah mundur,” ujar Bukhori.
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin tak berkomentar banyak perihal pembubaran FPI. Ia hanya menjawab bahwa setiap pihak harus menghormati keputusan tersebut. “Keputusan tersebut harus dipatuhi oleh pihak manapun,” jawab singkat Azis.
Pemerintah secara resmi telah melarang aktivitas dan akan menghentikan kegiatan Front Pembela Islam (FPI). Hal tersebut diputuskan melalui Surat Keputusan Bersama enam pejabat tertinggi di kementerian dan lembaga.
“Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing, baik sebagai organisasi masyarakat (ormas) maupun organisasi biasa,” ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, pada konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat.
Mahfud menjelaskan, sejak 21 Juni 2019, FPI secara de jure telah bubar sebagai ormas. Itu karena FPI belum memenuhi persyaratan untuk memperpanjang surat keterangan terdaftar (SKT) sebagai ormas hingga kini. Sementara masa berlaku SKT FPI yang sebelumnya hanya berlaku hingga 20 Juni 2019.
“Tetapi sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan dan bertentangan dengan hukum. Seperti tindak kekerasan, sweeping atau razia sepihak, provokasi dan sebagainya,” katanya.
Menurut Mahfud, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan sesuai dengan putusan Mahkmah Konstitusi nomor 82 PUU 11 Tahun 2013 tertanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktivitas FPI. Pemerintah juga akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI karena tidak lagi mempunyai kedudukan hukum.
“Jadi dengan larangan ini tidak punya legal standing. Kepada aparat-aparat pemerintah pusat dan daerah kalau ada sebuah organsisasi mengatasnamakan FPI, itu dinaggap tidak ada dan harus ditolak karena legal standingya tidak ada. Terhitung hari ini,” jelas Mahfud.
Mahfud menjelaskan, pelanggaran kegiatan FPI itu dituangkan di dalam Keputusan Bersama enam pejabat tertinggi di kementerian dan lembaga. Dia merinci, enam pejabat itu, yakni menteri dalam negeri, menteri hukum dan hak asasi manusia, menteri komunikasi dan informatika, jaksa agung, kepala kepolisian Republik Indonesia, dan Kepala BNPT.