Kisah Para PSK Menghadapi Pandemi Corona: Tak Tersentuh Bansos, sampai Ganti Profesi (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Para PSK Menghadapi Pandemi Corona: Tak Tersentuh Bansos, sampai Ganti Profesi - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Kemunculan pekerja seks baru

Maya yang belasan tahun berkecimpung sebagai pekerja seks berusaha untuk alih profesi menjadi pedagang makanan. Namun, kata dia, tak sedikit perempuan dari luar Jakarta mencoba mengadu nasib menjadi pekerja seks di ibu kota pada masa pandemi.

Seorang pekerja seks yang baru sebulan tinggal di daerah ini, Rere—bukan nama sebenarnya—mengatakan, "Mau tidak mau, saya tidak ada uang untuk makan".

Rere mengaku diajak teman dari kampungnya di Jawa Tengah untuk bekerja di Jakarta sebagai pemasar produk (SPG). "Enggak tahunya sampai sini, SPG juga bisa, plus-plus juga bisa," kata ibu satu anak ini sambil menutup wajahnya tertawa geli.

Saat ini Rere mengalami kesulitan karena uang hasil kerja malamnya dibawa kabur temannya itu. Sementara, warung tempat ia mencari tamu tak bisa dibuka hingga pagi hari karena aturan pembatasan sosial.

"Kemarin kan saya coba di situ, tutup satu Minggu lebih, makanya bingung. Kerja malam saja susah setengah mati," kata Rere yang kini menumpang tinggal di antara rumah kontrakan.

Tak terjamah jangkauan bansos

Organisasi Perubahan Sosial (OPSi) adalah lembaga pemerhati kesehatan dan sosial pekerja seks. Lembaga ini memperkirakan terdapat 277.000 pekerja seks di seluruh Indonesia terdampak pandemi.

"Ekonomi teman-teman pekerja seks perempuan ini turun sekitar 70% selama masa pandemi Covid. Padahal di belakang pekerja seks ini ada anaknya, ada keluarganya, ada orang tuanya yang harus dihidupin," kata Koordinator Nasional OPSi, Liana Andriyani.

Selain itu, pekerja seks khusus perempuan ini juga jarang terjangkau bantuan sosial selama masa pandemi. Kata Liana, kebanyakan mereka ber-KTP di luar kota.

"Kan yang lain masih bisa akses bantuan dari pemerintah, kalau pekerja seks nggak. Rata-rata pendatang, terus syarat untuk akses bansos kan lewat RT dan dari pemerintah harus punya rekening, nggak semua teman-teman punya rekening," tambah Liana.

Liana pun meminta pemerintah untuk memperhatikan kelompok marjinal ini. "(Pemerintah) mengakui keberadaan pekerja seks ini juga bukan berarti melegalkan atau seperti apa. Mengakui memang ada kelompok-kelompok yang mereka tidak jamah," katanya.

Meskipun tak terjangkau bantuan dari pemerintah, sejumlah PSK, seperti Rere dan Maya, masih berjuang untuk hidup mandiri, sehingga bisa meninggalkan profesi yang mereka geluti selama bertahun-tahun.

"Kalau ada kerjaan, teman ada bantu, suruh usaha. Siapa tahu dikasih bantuan usaha, kerjaan yang menetap. Jangan sampailah terjun lagi," kata Rere.

Adapun Maya bercita-cita ingin membuka rumah makan sehingga tak lagi menjadi PSK.

"Aku ingin meluaskan usaha ini kalau ada rezeki. Aku ingin buka kayak di pinggir-pinggir jalan buka ruko, kayaknya nyaman, enak, kita bisa masak, bisa apa. Cita-cita aku ingin punya rumah makan sunda. Aku enggak bakal di sini lagi," tandas Maya.

Sebagian bisnis hiburan belum boleh buka

Tahun 2020 adalah tahun yang cukup suram di tengah segala aturan pemerintah untuk menekan wabah virus corona. Pemerintah sempat memperkirakan jumlah pengangguran akibat pandemi mencapai antara 2,9 - 5,2 juta jiwa.

Hampir seluruh sektor bisnis mengalami pukulan, dan membuat banyak negara termasuk Indonesia mengalami resesi.

Seiring berjalannya waktu dan pemerintah mulai melonggarkan kebijakan pembatasan jarak sosial, sejumlah sektor usaha mulai dibuka dengan ketentuan protokol kesehatan. Usaha perjalanan, wisata, ritel, restoran, hingga perhotelan mulai beroperasi.

Namun dari sederet sektor bisnis yang dibuka dengan ketentuan protokol kesehatan itu, bisnis hiburan malam masih ditutup khusus Jakarta. Usaha hiburan ini di antaranya, karaoke, bar, diskotik, klub malam, pertunjukan musik, dan griya pijat.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija), Hana Suryani, mengatakan tak punya data terkait pekerja di sektor ini, tapi mengatakan "ratusan ribu orang" telah kehilangan pekerjaan.

Hana yang menolak usaha hiburan ini dikaitkan dengan "hal-hal negatif", mengatakan terdapat perlakuan diskriminasi dibandingkan sektor usaha lainnya. "Diskriminasi pasti. Diskriminasi itu ada di dalam otak mereka yang selalu ngomong hiburan itu adalah sarang akan menyebabkan klaster," katanya.

Asphija mencatat terdapat 29 kota di Indonesia sudah mulai membuka usaha hiburan, namun Jakarta belum.

Kepada media, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menyatakan belum memperkenankan hiburan malam beroperasi meskipun Jakarta sudah status PSBB transisi. Menurutnya, kegiatan hiburan malam ini berpotensi menjadi kluster penularan covid-19.

"Jenis-jenis kegiatan yang memiliki risiko penularan tinggi karena pesertanya berdekatan, mengalami kontak fisik erat atau intensitas tinggi," kata Anies beberapa waktu lalu.

Related

News 7853576697237026996

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item