Kaleidoskop 2020: Moeldoko Sindir Gatot Nurmantyo hingga Ribut Soal Habib Rizieq (Bagian 2)
https://www.naviri.org/2020/12/kaleidoskop-2020-moeldoko-sindir-gatot_31.html
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kaleidoskop 2020: Moeldoko Sindir Gatot Nurmantyo hingga Ribut Soal Habib Rizieq - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Pulangnya Habib Rizieq
Setelah Februari lalu menjadi perbincangan, akhirnya kepulangan Rizieq ke Indonesia menjadi kenyataan. Setelah menimbulkan banyak pertentangan, muncul kembali syarat Rizieq ingin rekonsiliasi dengan pemerintah.
Moeldoko pun menanggapi. Bagi dia, tidak ada yang perlu direkonsiliasi antara pemerintah dan pemimpin FPI tersebut.
“Menurut saya, apa yang direkonsiliasi dengan Pak Habib Rizieq? Kita tidak ada masalah. Dari awal kita katakan Pak Habib Rizieq mau pulang, ya pulang-pulang saja. Pergi-pergi sendiri, pulang-pulang silakan,” kata Moeldoko kepada wartawan di kantornya Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, November lalu.
Sebagai bukti kepulangan Rizieq tidak dihalangi dan pendukungnya tidak dilarang untuk menyambut. Moeldoko juga bingung dengan cap ‘kriminalisasi ulama’. Dia juga meminta, kelompok tertentu tidak mengancam pemerintah dengan unjuk kekuatan massa.
“Jadi siapa yang dikriminalisasi? Yang salah. Terus yang salah siapa? Ya gak ngerti, apakah dia ulama apakah dia ini. Tapi jangan terus bahasanya kriminalisasi ulama. Nggak,” tegas Moeldoko.
Dia menyadari, istilah kriminalisasi ulama hanya punya motif menaikkan emosi masyarakat. Semua orang punya kedudukan yang sama di depan hukum. Jika bersalah akan diproses dan bukan sengaja membidik figur – figur tertentu.
“Jangan kembangkan stigma kriminalisasi ulama karena itu sebenarnya mobiliasi emosi untuk kepentingan tertentu, kepentingan politik,” ujarnya.
Jubir Istana Hanya Moeldoko, Pramono Anung dan Pratikno
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memberi pernyataan tegas. Yakni pejabat yang bisa mengatasnamakan Istana untuk berbicara ke publik mapun media massa, antara lain dirinya sendiri, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, dan Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung.
“Kita sepakati dulu bahwa kalau mengatasnamakan Istana itu representasinya kalau di staf presiden, satu Mensesneg, kedua Menseskab, lalu KSP. Jadi kalau tenaga ahli KSP berbicara atas nama Kantor KSP, bukan atas nama Istana,” kata Moeldoko, belum lama ini.
Pernyataan Moeldoko ini bukan tanpa alasan. Sebab banyak media mengutip staf ahli ataupun tenaga ahli yang berada di bawah lembaganya seakan mewakili Istana maupun Presiden Jokowi. Termasuk Juru Bicara, Fadjroel Rachman yang belakang kerap memunculkan kontroversi di masyarakat. Namun untuk Juru Bicara, ia tak mau berbicara lebih jauh karena bukan di bawah langsung komandonya.
“Ini sering kadang-kadang media semua orang yang berbicara di KSP itu Istana. Jadi itu. Alasannya adalah mereka-mereka ini yang berbicara adalah atas nama Kantor Kepala Staf Presiden di bawah kendali saya. Jadi kalau ada salah, saya yang bertanggung jawab, bukan presiden. Itu harus clear dulu biar nggak simpang siur,” kata Moeldoko
Bertemu Keluarga Korban HAM Masa Lalu
Moeldoko diketahui menginisasi pertemuan dengan sejumlah keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu. Salah satunya Paian Siahaan, Ayah dari aktivis 98 Ucok Siahaan, yang hingga kini tidak diketahui keberadaannya.
Kepada Moeldoko, Paian menyampaikan hingga kini masih berharap kepada Pemerintah agar ada kejelasan terhadap penuntasan kasus putranya. Kepada Moeldoko, Paian meminta, jalur non yudisial sebaiknya ditempuh setelah puluhan tahun berjuang mencari kejelasan.
Apa pun yang dilakukan pemerintah setidak-tidaknya adalah bertindak untuk menuntaskan kasus pelanggaran kejahatan manusia masa lampau.
“Saya merasa, jalur non yudisial merupakan sesuatu yang kami tunggu setelah 22 tahun berjuang, untuk melengkapi jalur yudisial yang jalannya tersendat,” ujarnya.
Sementara itu Moeldoko, kepada Paian dan delapan keluarga korban HAM yang ditemuinya, menyampaikan niat pemerintah membangun komunikasi secara rutin. KSP, kata dia, memiliki program ‘KSP Mendengar’ yang menerima aduan dari berbagai kalangan.
Kata dia, lembaganya yang punya tugas memonitor program-program presiden dan melakukan komunikasi politik, harus menjadi rumah terakhir bagi pengaduan masyarakat. Dia pun berjanji akan menindaklanjuti harapan keluarga korban sehingga mendapatkan solusi terbaik.
“Karena kalau bukan kami, siapa lagi yang bisa ditemui. Maka harus terus menjaga silaturahmi agar komunikasi tetap berjalan. Pada intinya, pemerintah tetap mendengar persoalan di masyarakat,” tutur Moeldoko.