FPI Dianggap Bubar Sejak Juni 2019, Kenapa Baru Sekarang Dilarang?


Naviri Magazine - FPI resmi masuk dalam daftar organisasi terlarang dan dibubarkan pemerintah, Rabu (30/11). Bahkan Menkopolhukam Mahfud MD menyebut FPI sudah bubar sejak 20 Juni 2019 secara de jure. 

"Bahwa FPI sejak 20 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas," kata Mahfud dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta. 

Polemik perizinan FPI sebagai ormas di Kemendagri memang sudah tarik ulur sejak Juni 2019. Kala itu, izin ormas pimpinan Habib Rizieq Syihab yang terdaftar dalam Surat Keterangan Terdaftar (SKT) 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 ini sudah habis. 

FPI pun mencoba mengajukan perpanjangan status ormas, namun Kemendagri tak bisa memperpanjang karena saat itu masih ada lima persyaratan yang tak dipenuhi.  

Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri saat itu, Soedarmo, menyebut syarat yang belum dipenuhi FPI di antaranya rekomendasi Kementerian Agama (Kemenag), karena FPI bergerak di bidang agama. Kemudian, FPI juga belum menyerahkan AD/ART organisasi yang lengkap seperti yang diwajibkan Kemendagri.  

Hingga posisi Mendagri beralih dari Tjahjo Kumolo ke Tito Karnavian, SKT FPI sebagai ormas juga tak kunjung keluar. Tito menyebut dari lima syarat yang belum dipenuhi FPI, tinggal menunggu rekomendasi Kemenag. 

Di tengah proses itu, Presiden Jokowi, dalam wawancara dengan Associated Press (AP) pada 2019, pernah menyebut izin FPI bisa saja tak diperpanjang jika terbukti memiliki ideologi berbeda dengan ideologi bangsa, Pancasila. 

Namun akhirnya, rekomendasi Kemenag untuk FPI keluar pada November 2019. Menag saat itu, Fachrul Razi, mengaku pada awalnya sempat mempersoalkan FPI yang kerap melanggar hukum dan dianggap tak setia Pancasila.   

"Bagaimana pun waktu itu saya tidak suka dengan FPI karena dua hal. Satu dia masih 'musyrik', ngungkit-ngungkit Pancasila. Kedua sering melanggar hukum," kata Fachrul pada 27 November 2019. 

Lambat laun, Fachrul merasa FPI telah berubah. Ia tak lagi meragukan FPI akan tetap setia kepada Pancasila.   

"Tapi sekarang mereka sudah secara resmi membuat hitam putih di atas meterai bahwa kami tidak akan meragukan Pancasila dan kami setia kepada Republik Indonesia. Dan kedua tidak akan melanggar hukum lagi," tutur Fachrul. 

Meski sudah mengantongi rekomendasi dari Kemenag, namun jalan mulus FPI mendapat izin terganjal masalah AD/ART. Menurut Mendagri Tito, terdapat kata 'khilafah islamiah' dalam AD/ART FPI. 

"Di AD/ART itu di sana disampaikan bahwa visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan Islam secara kafah (sempurna/menyeluruh) di bawah naungan khilafah islamiah melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah, dan pengawalan jihad," ucap Tito.  

Tito menyebut istilah khilafah islamiah sensitif. Jika maknanya terkait sistem negara, jelas bertentangan prinsip NKRI.  

Tito juga mempertanyakan makna jihad dalam AD/ART FPI. Pasalnya jihad bisa dimaknai beragam, termasuk aksi bom teroris juga diklaim sebagai jihad.   

"Jangan sampai yang di grassroot menyampaikan, 'Oh, (maknanya) qital (Bahasa Arab: perang), berarti kita boleh melakukan aksi amaliah dalam dalam bahasa sana, kelompok situ. Tapi dalam pemahaman sehari-hari ya serangan teror gitu," beber Tito. 

Mantan Kapolri ini juga menyoroti makna dakwah FPI yang disebut hisbah. Menurutnya, dakwah FPI itu kadang dimaknai sweeping. Ia kemudian mencontohkan FPI pernah sweeping atribut-atribut Natal dan aksi sweeping lain yang diwarnai perusakan.  

"Ada perusakan tempat hiburan, dan lain-lain dalam rangka penegakan hisbah. Nah, ini perlu diklarifikasi, karena kalau itu dilakukan, bertentangan sistem hukum Indonesia," tutur eks Kapolda Metro Jaya itu.  
  
"Enggak boleh ada ormas yang melakukan penegakan hukum sendiri. Harus ada instansi penegak hukum yang melakukannya," lanjutnya. 

Berbagai Respons FPI

Tarik ulur penerbitan izin ini membuat FPI buka suara. Kuasa hukum FPI, Sugito Atmo Prawiro, menegaskan FPI sebagai ormas bisa saja tidak berniat memperpanjang SKT, namun tak bisa dibubarkan jika tak ada aturan yang dilanggar. 

Sugito merujuk pada putusan MK Nomor 82/PUU-XI/2013. Dalam putusan itu, disebutkan bahwa sebagai bagian dari kebebasan berserikat menurut UUD 1945, maka ormas dapat mendaftarkan kepada instansi yang berwenang, dan dapat juga tidak mendaftarkan izinnya.    

"Dengan demikian, tidak ada kandungan makna dari tekanan pihak yang tak senang untuk mendorong pembubaran FPI. Pasalnya, tidak ada alasan yuridis yang kuat untuk membubarkannya sebagaimana pemerintah membubarkan PKI," tutur Sugito dalam keterangan tertulisnya, 1 Agustus 2019. 

Sugito juga menjelaskan maksud khilafah dalam AD/ART FPI, yakni kerja sama dunia Islam yang menyangkut berbagai bidang seperti politik, ekonomi, dan militer.   

"Yang saya pahami, khilafah yang saya pahami adalah kerja sama dunia Islam. Kami contohkan di situ ada kalau dalam militer ada NATO, bidang ekonomi dan yang lain ada Uni Eropa," jelas Sugito, 29 November 2019. 

Selain itu, FPI mengaku sempat tak mempermasalahkan izin dari pemerintah. Sekretaris DPP FPI Munarman menegaskan tak ada konsekuensi hukum apa pun terhadap status sebuah ormas yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar di Kemendagri.  

"Perbedaan antara yang terdaftar dengan yang tidak terdaftar, yang terdaftar hanya berhak mendapatkan bantuan dari APBN atau APBD kalau di ormas daerah," kata Munarman di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, 31 Desember 2019. 

Munarman juga tak mempermasalahkan FPI tak mendapat dana dari pemerintah. Menurutnya, sejak FPI berdiri pada 17 Agustus 1998 tak pernah menerima bantuan dari APBN. 

"Sementara FPI sepanjang 20 tahun berdiri itu tidak pernah menerima fasilitas dari APBN," tegasnya. Salah satu keuntungan ormas terdaftar di Kemendagri adalah mendapat pelayanan pemerintah, termasuk bantuan dari APBN. 

Alasan FPI Baru Dilarang Sekarang?

Namun pemerintah memandang selama ini FPI kerap melanggar hukum. Hal ini kembali ditegaskan Menkopolhukam Mahfud MD saat konferensi pers pembubaran FPI. Sehingga pemerintah akhirnya memutuskan melarang kegiatan FPI. 
 
"Sebagai organisasi FPI terus melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan dan bertentangan dengan hukum seperti kekerasan, sweeping, razia sepihak, provokasi dan sebagainya," jelas Mahfud. 

Mahfud mengatakan, setelah FPI tak mengantongi SKT dari Kemendagri sejak Juni 2019, ternyata ormas ini tetap berkegiatan, sehingga dinilai telah melanggar hukum dan ketentuan yang berlaku. 

Ketentuan soal larangan kegiatan-kegiatan tersebut diatur perundang-undangan dan putusan MK No 82 PUU/XI/2013 tanggal 23 Desember 2014.  

"Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan kegiatan yang dilakukan FPI karena FPI tidak punya lagi legal standing baik sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa," ucap Mahfud.

Related

News 5952308355019219882

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item