Selain Buruh, Ekonom Sebut Kelompok Ini Juga Dirugikan karena Omnibus Law
https://www.naviri.org/2020/10/selain-buruh-ekonom-sebut-kelompok-ini.html
Naviri Magazine - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, memprediksi munculnya gelombang penolakan setelah DPR dan pemerintah menyepakati pembahasan tingkat I Rancangan undang-undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law.
“Gelombang penolakan pasti terjadi dan bukan hanya buruh, tapi juga elemen lain yang merasa dirugikan haknya,” ujar Bhima saat dihubungi.
Protes diperkirakan muncul dari petani dan pihak-pihak terdampak lain. Sebab dalam pembahasan sebelumnya, sempat muncul adanya rencana perubahan klausul soal impor pangan, produksi pangan dalam negeri, dan cadangan nasional.
Belum lagi adanya protes dari masyarakat adat yang merasa dirugikan terhadap RUU Cipta Kerja ini. Di samping itu, di klaster ketenagakerjaan, pengurangan hak seperti pesangon dari sebelumnya 32 kali menjadi 25 kali, akan menimbulkan penolakan.
“Pengurangan hak pesangon akan menurunkan daya beli buruh. Ini tidak bisa diterima oleh pekerja yang saat ini rentan PHK,” ucapnya.
Pemerintah dan DPR menyepakati penetapan RUU Cipta Kerja pada Sabtu malam, 3 Oktober 2020.Dalam rapat kerja yang mulai pukul 21.00 WIB di ruang rapat Baleg DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta ini, kedua pihak sepakat membawa RUU ke rapat paripurna untuk pengesahan.
"Panja berpendapat RUU Cipta Kerja dapat dilanjutkan pembahasannya dalam pembicaraan tingkat dua, yakni pengambilan keputusan agar RUU Cipta Kerja ditetapkan sebagai undang-undang," kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya.
Dua Fraksi, PKS dan Demokrat, menyatakan menolak pengesahan RUU ini. PKS melihat sejumlah ketentuan dalam RUU ini bertentangan dengan politik hukum kebangsaan yang disepakati.
PKS menilai RUU Cipta kerja memuat substansi yang berpotensi merugikan tenaga kerja melalui perubahan beberapa aturan yang menguntungkan pengusaha. “Terutama pada pengaturan tentang kontrak kerja, upah, dan pesangon,” ucap dia. Alasan serupa juga menjadi landasan Demokrat menolak aturan tersebut.