Heboh UU Cipta Kerja di Indonesia Ternyata Diliput Banyak Media Asing
https://www.naviri.org/2020/10/heboh-uu-cipta-kerja-di-indonesia.html
Naviri Magazine - Sejumlah media luar negeri menyoroti persoalan omnibus law UU Cipta Kerja tersebut. Di antaranya yakni New York Times, Bloomberg, Reuters, CNN, dan Channel New Asia.
New York Times, misalnya menurutkan setidaknya dua berita mengenai omnibus law Cipta Kerja, yaitu pada 2 Oktober dan 5 Oktober 2020.
Adapun judulnya adalah Indonesia’s Stimulus Plan Draws Fire From Environmentalists and Unions dan Indonesia’s Parliament Approves Jobs Bill, Despite Labor and Environmental Fears.
Keduanya menggambarkan adanya pertentangan pada UU tersebut. Pada berita yang diturunkan pada 2 Oktober, omnibus law juga disebut sebagai ominbus bill.
“Pendukung omnibus bill mengatakan akan menarik investor dengan memangkas regulasi bisnis, mempercepat persetujuan proyek, dan menghilangkan banyak persyaratan perizinan,” tulis New York Times, 2 Oktober.
Selain itu juga menuliskan hanya dua parpol yang tidak setuju dengan disahkannya UU itu.
“Dengan dukungan tujuh dari sembilan parpol Parlemen, anggota parlemen dengan mudah mengesahkan ukuran stimulus 905 halaman yang bertujuan untuk menarik investasi dengan memangkas peraturan yang terdapat di hampir 80 undang-undang terpisah,” tulis New York Times.
Seputar UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR mendapat pro kontra di tengah masyarakat. Sesudah pengesahan, sejumlah aksi demo memprotes UU tersebut terjadi di beberapa daerah.
UU tersebut diprotes karena beberapa alasan, di antaranya karena pasal-pasal di dalamnya dinilai merugikan para buruh.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan mengatakan, publik saat ini lebih percaya dengan konten terkait UU Cipta Kerja yang beredar di media sosial, padahal menurutnya beberapa informasi yang tersebar adalah hoaks.
“Saya juga susah menjelaskan kepada publik karena kita lebih percaya dengan dunia medsos, yang beredar di media sosial,” kata Irfan.
Menurut Irfan beberapa hal yang masuk dalam kategori hoaks di antaranya soal ketiadaan pesangon bagi pekerja yang terkena PHK hingga hak cuti.
“Banyak informasi yang kita dapatkan di medsos tentang hal-hal yang negatif, apalagi tentang klaster ketenagakerjaan. Terkait misalnya pesangon tidak ada lagi, cuti, dan sebagainya,” tutur Irfan.
Selain itu, sejak resmi disahkan menjadi UU pada 5 Oktober lalu, keberadaan draf UU Cipta Kerja menjadi pertanyaan. Sebab, baik publik maupun anggota DPR belum dapat mengakses naskah UU tersebut.
Sebelumnya, pimpinan Badan Legislasi sempat membagikan draf RUU Cipta Kerja dengan nama penyimpanan ” 5 OKT 2020 RUU Cipta Kerja-Paripurna” kepada awak media . Disebutkan dokumen setebal 905 halaman itu yang disebut disahkan di dalam rapat paripurna.
Namun pada Senin (12/10/2020) pagi, beredar draf lain dengan nama penyimpanan ”RUU CIPTA KERJA-KIRIM KE PRESIDEN” setebal 1.035 halaman. Selanjutnya pada Senin malam, beredar draf berbeda setebal 812 halaman dengan nama penyimpanan “RUU CIPTA KERJA – PENJELASAN”.