Manusia Silver Kini Jadi Buruan Satpol PP Berbagai Kota di Indonesia (Bagian 2)

Manusia Silver Kini Jadi Buruan Satpol PP Berbagai Kota di Indonesia

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Manusia Silver Kini Jadi Buruan Satpol PP Berbagai Kota di Indonesia - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Anomali justru terjadi di Jakarta Barat. Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin menyatakan tak mempersoalkan keberadaan manusia silver. Dia merasa kehadiran mereka tidak mengganggu ketertiban.

Di samping itu, belum ada laporan tindakan kriminal terjadi yang melibatkan manusia silver. Arifin malah menyebut manusia silver tak masuk kategori PMKS sebab menggunakan kreativitas mengecat tubuh untuk menarik perhatian orang yang melihatnya.

Penertiban manusia silver memang terjadi di Jakarta Barat, April lalu. Namun, para manusia silver ditertibkan Satpol PP atas dasar berkerumun saat PSBB.

“Mereka berkerumun dan berkumpul di tempat umum, kami tangkap juga mereka. Kami beri tahu bahaya nongkrong di tempat umum dan kami periksa kesehatannya,” kata Kasie PPNS dan Penindakan Satpol PP Jakarta Barat, Ivand Sigiro. Mereka juga mendapatkan pembinaan sebagai hukuman.

Upaya agar manusia silver tidak dianggap penyakit masyarakat pernah dilakukan Komunitas Manusia Silver Kota Bandung pada 2013 lalu.

Koordinator Komunitas Muhammad Sulaiman mendatangi kantor dinsos untuk audiensi, meminta dinsos menempatkan mereka secara resmi di toko-toko dan outlet ramai Kota Bandung. Dengan izin resmi, mereka berharap masyarakat akan memperlakukan manusia silver sebagai bentuk pertunjukan.

“Saya usul, di Bandung kan banyak toko-toko dan outlet yang ramai. Kami ingin ditempatkan di sana, tapi harus dapat izin dari Dinsos. Saya siapkan skill seperti pantomim atau apa saja,” ujar Sulaiman.

Permintaan ini lantas direspons Dinsos Bandung dengan “pikir-pikir dulu”. Mengulik berita tentang manusia silver di Bandung pada 2017, sepertinya permintaan Sulaiman tidak dikabulkan pemerintah.

Pandemi Corona

Perkara manusia silver versus aparat nyatanya tak sesederhana kucing-kucingan belaka. Situasi pandemi membuat segala cara dilakukan masyarakat rentan sekadar untuk menyambung hidup. Menjadi manusia silver terbukti menjanjikan sebagai sumber penghasilan di kala pandemi.

Misalnya Septian Yoanda dan Siti Jena yang terpaksa jadi manusia silver untuk menyambung hidup di Jakarta Barat. Kedua perempuan berumur 17 tahun ini putus sekolah akibat kesulitan ekonomi. Mereka memutuskan jadi manusia silver karena penghasilan ngamen menurun drastis sejak pandemi. Kini, dalam sehari mereka berdua bisa mendapat uang sampai Rp200 ribu rupiah.

Dari penuturan Septian dan Siti, manusia silver melumuri badan dengan cat sablon berwarna perak dengan campuran lotion dan minyak (bisa minyak tanah atau minyak goreng). Campuran ini mampu bertahan sampai delapan jam sebelum memudar dan luntur. Selama lima bulan beraktivitas, Septian dan Siti mengaku belum ada efek samping yang terjadi kepada mereka.

Beda lagi dengan Suryadi, manusia silver lain dari Jakarta. Semenjak menjadi manusia silver, ia mengaku kerap gatal-gatal. “Saya belum tahu efek samping dari cat ini, karena di kulit misalnya kalau di kulit berkeringat gatel, ini kayaknya efek samping sampai berkoreng gini,” ujar Suryadi.

Menurut dokter spesialis kulit dan kelamin, dr. Fitria Amalia Umar, reaksi gatal, luka, dan perih adalah tanda kulit sensitif terhadap bahan yang memang tidak ditujukan untuk kulit. Ia memperingatkan, penggunaan bahan tak ramah kulit seperti cat sablon dalam jangka panjang bisa menimbulkan potensi karsinogenik pemicu kanker.

Related

News 6231850589823442144

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item