Misteri Penyakit X yang Dikhawatirkan WHO dan Kemunculan Virus Corona
https://www.naviri.org/2020/08/misteri-penyakit-x-yang-dikhawatirkan.html
Naviri Magazine - Pada 2017, Badan Kesehatan Dunia (WHO) merilis laporan yang memuat daftar patogen yang perlu sesegera mungkin diperhatikan, khususnya bagi kalangan ilmuwan.
Daftar tersebut antara lain: demam hemoragik Krimea-Kongo (CCHF), virus Ebola, virus Marburg, virus Lassa, Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV), Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), Nipah, demam Lembah Rigft, (RVF), dan Zika.
Tak lama selepas laporan itu keluar, beberapa peneliti WHO kemudian memutuskan menambah satu virus lagi yang perlu diwaspadai: Penyakit X. Keterangan WHO menyebut penyakit hipotetis ini sebagai “epidemi internasional yang serius dapat disebabkan oleh patogen yang saat ini tidak diketahui menyebabkan penyakit pada manusia.”
Professor Trudie Lang, sebagaimana diungkapkannya pada The Guardian, menyatakan bahwa kemunculan Penyakit X, “negara-negara dunia harus sesegera mungkin memperkuat kemampuan penelitian,” terutama guna menghadapi berbagai penyakit baru yang disebabkan serangan virus yang belum pernah ada dalam sejarah hidup manusia.
Hampir tiga tahun selepas laporan itu diterbitkan, tepatnya pada Desember 2019, seorang dokter di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina, yang bernama Li Wenliang menemukan adanya virus baru dalam diri pasiennya. Ia menyebut penyakit itu “SARS-like virus” dan sempat menduga sebagai “Penyakit X”, tetapi kemudian virus temuannya dikenal sebagai COVID-19.
COVID-19 adalah malapetaka yang menghampiri umat manusia. Data yang dikumpulkan Johns Hopkins University menyebut tak kurang dari 17 juta jiwa tertular virus ini.
Sialnya, hingga kini, tidak ada obat ataupun vaksin yang bisa memerangi COVID-19. Maka, strategi klasik berjaga jarak atau social distancing jadi solusi. Solusi yang menyebabkan banyak bisnis berguguran. Jutaan pekerja di Indonesia, misalnya, telah menjadi korban PHK akibat kebijakan ini.
Bill Gates menjadi sasaran sebagian kalangan masyarakat atas kehancuran yang dihadirkan COVID-19. Karena, melalui presentasinya di TED misalnya, Gates memprediksi kemunculan virus mematikan—atau dapat dibaca COVID-19, Gates dianggap sebagai biang kerok kelahiran virus ini.
Laporan Daisuke Wakabayashi, Davey Alba, dan Marc Tracy di The New York Times, menyebut bahwa semenjak COVID-19 muncul, meskipun pembicaraannya di TED soal kemungkinan munculnya virus berbahaya telah cukup lawas, orang berramai-ramai menonton ulang perkataan Gates di TED.
Seminggu pertama April 2020, misalnya, ada 25 juta tambahan views baru di video yang diunggah TED di Youtube itu. Sayangnya, alih-alih belajar dari perkataan Gates, tak sedikit kalangan yang mempercayai Gates adalah otak di balik COVID-19. Menyebarkan konspirasi hubungan COVID-19 dan Gates.
Zignal Labs, firma analisis media yang datanya diintip Wakabayashi dkk., menyebut bahwa tak kurang dari 16.000 unggahan hoaks yang menyatakan Gates bertanggung jawab atas kemunculan COVID-19 menyebar di platform Facebook.
Di Youtube, dari bulan Maret hingga April, video yang berupa 'reportase' bahwa Gates menciptakan COVID-19, masuk menjadi 10 video terpopuler. Tercatat di semua media nama Gates disebut 1,2 juta kali dalam konten-konten teori konspirasi yang menghubungkan dirinya dengan COVID-19.
Gates, dengan lembaga filantropi miliknya, Bill and Melinda Gates Foundation, yang pada akhirnya ikut membantu penciptaan vaksin COVID-19, juga dituduh ingin memantau setiap orang di dunia. Vaksin buatannya dituduh mengandung chip.
Gates tentu saja jengkel dengan teori konspirasi itu. Dalam wawancaranya di CNN, ia menyatakan bahwa munculnya konspirasi yang mengaitkan namanya sebagai biang COVID-19 terjadi karena “banyak orang menginginkan penjelasan sederhana.” Masalahnya, tutur Gates, penjelasan sederhana itu “menyasar saya”.
Dalam wawancaranya di CBS Evening News, Gates lalu menegaskan bahwa “tidak ada sama sekali hubungan antara vaksin dengan alat pelacakan tipe apapun”.
Sialnya, di tengah dunia yang sebagian penduduknya percaya bahwa Bumi datar, ada saja yang percaya teori konspirasi soal Gates dan COVID-19. Dalam jajak pendapat yang dilakukan Yahoo News dan YouGov, misalnya, 44 persen responden dari kalangan Republik percaya tentang teori konspirasi Gates-COVID-19 itu.
Prof. Joseph Uscinski, ilmuwan politik dari University of Miami, sebagaimana disampaikannya pada BBC, menyebut bahwa terdapat dua penjelasan sederhana mengapa Gates dianggap biang COVID-19 melalui teori konspirasi. Dua penjelasan itu ialah: kaya dan terkenal.
“Teori konspirasi selalu tentang menuduh orang-orang kuat berbuat sesuatu yang salah,” kata Uscinski. “Coba perhatikan segala teori konspirasi, teorinya secara mendasar sama, hanya namanya saja berubah.”
Dahulu, John D. Rockefeller, pendiri Standard Oil Company yang dikenal sebagai sosok yang memiliki harta setara dengan dua persen ekonomi AS, dikait-kaitkan dengan "New World Order" (Tatanan Dunia Baru), yakni teori konspirasi tentang tengah digalakkannya kelahiran satu pemerintahan dunia yang totaliter.
Jika dulu Rockefeller ada di dalam narasi teori konspirasi itu, kini ia digantikan oleh George Soros, Koch bersaudara, Rothschild, dan hingga akhirnya, Bill Gates.