Polusi di Bumi Turun Drastis Sejak ada Lockdwon Akibat Corona (Bagian 2)
https://www.naviri.org/2020/06/polusi-di-bumi-turun-drastis-page-2.html
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Polusi di Bumi Turun Drastis Sejak ada Lockdwon Akibat Corona - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Bila perubahan akibat pandemi ini tetap berlangsung setelah wabah selesai, maka tingkat emisi bisa tetap rendah, kata Nicholas.
Namun bisa juga sebaliknya yang terjadi. "Bisa juga orang-orang menunda perjalanan jarak jauh, tapi berencana melakukannya nanti setelah pandemi usai," kata Nicholas.
Mereka yang kerap atau rutin bepergian menyumbang jejak karbon terbanyak, sehingga tingkat emisi bisa kembali melambung bila orang-orang ini kembali melakukan kebiasaan lamanya.
Epidemi dalam sejarah
Ini bukan kali pertama sebuah epidemi memengaruhi level karbon dioksida di atmosfer. Sepanjang sejarah, penyebaran penyakit telah dihubungkan dengan tingkat emisi lebih rendah—bahkan sebelum era industri.
Julia Pongratz, profesor geografi fisika dan sistem penggunaan tanah di Departemen Geografi Universitas Munich, Jerman, menemukan bahwa epidemi seperti peristiwa Wabah Hitam di Eropa pada Abad ke-14, dan epidemi penyakit seperti cacar yang dibawa ke Amerika Selatan oleh penjajah Spanyol pada Abad ke-16, menyebabkan penurunan level CO2 di atmosfer. Pongratz menemukan fakta ini dari mengukur gelembung udara kecil yang terperangkap di dalam inti es purba.
Perubahan-perubahan ini adalah hasil dari tingginya jumlah kematian dan, dalam kasus penaklukkan Amerika, karena genosida.
Penelitian lain menemukan bahwa banyaknya korban meninggal dunia berarti ada sejumlah besar lahan pertanian yang ditinggalkan, ditumbuhi tanaman liar dan mengurangi kadar CO2 secara masif.
Imbas dari wabah saat ini tidak diprediksi mengakibatkan kematian sebanyak itu, dan rasanya tidak akan berpengaruh banyak pada perubahan penggunaan lahan.
Dampak lingkungan yang terjadi saat ini justru lebih mirip dengan efek yang terjadi setelah krisis ekonomi 2008 dan 2009. "Saat itu, tingkat emisi global merosot jauh selama setahun," kata Pongratz.
Kala itu, pengurangan emisi terjadi karena berkurangnya kegiatan industri, yang menyumbang emisi karbon nyaris setara dengan transportasi. Emisi gabungan dari proses industri, manufaktur dan konstruksi menyumbang 18,4% emisi global yang berasal dari kegiatan manusia.
Krisis ekonomi 2008-2009 mengakibatkan menurunnya kadar emisi hingga 1,3%. Namun ketika perekonomian pulih pada 2010, angka emisi kembali melambung, bahkan mencapai yang tertinggi sepanjang sejarah.
"Ada pertanda bahwa virus corona akan mengakibatkan hal yang sama," ujar Pongratz. "Sebagai contoh, permintaan produk berbahan minyak, besi dan logam menurun. Namun di saat sama, stok bahan baku tersebut masih sangat tinggi, sehingga produksi dapat segera mengikuti."
Salah satu faktor yang bisa memengaruhi apakah kadar emisi akan kembali melambung adalah berapa lama situasi pandemi virus corona ini akan berlangsung. "Pada saat ini, susah diprediksi," kata Pongratz.
"Bisa jadi kita akan melihat efek jangka panjang dan substansial. Jika wabah virus corona berlanjut hingga akhir tahun, maka permintaan konsumen akan tetap rendah karena banyak yang kehilangan pendapatan. Perekonomian dunia dan penggunaan bahan bakar fosil mungkin tidak akan pulih secepat itu."
OECD memprediksi perekonomian global masih akan tumbuh pada 2020, meski prediksi pertumbuhan diturunkan hingga separuhnya karena virus corona.
Meski begitu, para peneliti seperti Glen Peters dari Pusat Penelitian Iklim dan Lingkungan Internasional di Oslo mencatat bahwa secara umum, emisi global pada 2020 diperkirakan turun sebesar 0,3%—masih lebih rendah dibandingkan saat krisis 2008-2009.
Ada kemungkinan angka ini melambung lagi, tapi tidak akan sebesar dulu, jika usaha untuk mengembalikan perekonomian difokuskan pada sektor seperti energi terbarukan.
Membentuk kebiasaan
Ada cara lain yang lebih tidak langsung, bagaimana virus corona bisa memberi dampak dalam jangka panjang pada keberlanjutan. Salah satunya adalah membiarkan orang-orang lupa sejenak soal krisis iklim, karena saat ini yang lebih mendesak adalah menyelamatkan nyawa.
Baca lanjutannya: Polusi di Bumi Turun Drastis Sejak ada Lockdwon Akibat Corona (Bagian 3)