Pakar: Puncak Corona di Indonesia Bisa Naik Turun Seperti Mata Gergaji
https://www.naviri.org/2020/06/pakar-puncak-corona-di-indonesia.html
Naviri Magazine - Puncak kasus virus corona di Indonesia bisa terjadi berkali-kali. Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono, mengatakan hal itu karena pemerintah tidak serius menangani Covid-19.
"Bisa berpuncak-puncak, kayak mata gergaji, sudah sampai di atas naik lagi turun lagi, kita tidak tahu polanya seperti apa," ujarnya. "Puncak kasus bisa naik-turun beberapa kali."
Pandu mengatakan, grafik kasus akan fluktuatif karena pemerintah tidak serius melakukan pelacakan dan testing virus corona di sejumlah daerah. Kondisi ini akan membuat sebuah daerah mencatatkan pertambahan kasus yang tinggi saat dilakukan testing.
Beberapa daerah bahkan menurutnya tidak lagi melakukan testing agar tercatat menjadi zona hijau. Hal ini menurutnya akan membuat angka kasus melonjak pesat saat daerah tersebut diadakan tes Covid-19.
"Sehingga seakan-akan sudah turun, tapi bisa naik lagi di beberapa daerah yang baru testing," ujarnya.
"Kita enggak serius menanganinya [di daerah], harusnya konsisten terus dilakukan pelacakan meski zonanya hijau," kata Pandu.
Angka pertambahan kasus corona di atas seribu terjadi beberapa kali dalam sepekan terakhir. Pada 15 Juni tercatat penambahan 1.017 kasus baru, 16 Juni 1.106 kasus baru, 17 Juni 1.031 kasus baru, 18 Juni 1.331 kasus baru, 19 Juni 1.041 kasus baru dan 20 Juni 1.226 kasus baru.
Update terakhir pada 21 Juni 2020, kasus baru sebanyak 862, akumulasi konfirmasi positif Covid-19 berjumlah 45.891 kasus.
Provinsi dengan penambahan kasus terbanyak yaitu Jawa Timur, DKI Jakarta, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.
Melihat angka ini, Pandu mengatakan pemerintah harus serius dan konsisten dalam melakukan tes dan penelusuran kontak di daerah-daerah supaya tidak terjadi penumpukan kasus di satu daerah, seperti Jawa Timur.
"Menangani wabah itu seharusnya seperti itu, testingnya harus kuat di setiap daerah," katanya
Setiap pembukaan satu sektor juga harus dibarengi dengan penambahan kapasitas testing. Sebab menurut Pandu, tidak ada jaminan penyebaran kasus akan landai saat 'new normal' dan aktivitas kembali seperti sedia kala.
"Penularan pasti terus ada karena ini pandemi. Yang harus dilakukan adalah pengawasan, testing dan tracing masif di setiap daerah, meski zona hijau," ucap Pandu.
Pembukaan setiap sektor juga harus dilakukan secara hati-hati dan bertahap. Misalnya pembukaan aktivitas perkantoran dan mal, berarti harus meningkatkan kapasitas testing dua kali lipat. Begitu pun pembukaan tahap ketiga seperti tempat pariwisata.
"Ketika dibuka satu sektor berarti kapasitas testing harus ditingkatkan, dibuka lagi sektor lain, testing naik jadi 3 kali lipat, begitu seterusnya," ujarnya.
Meski angka kasus tetap bertambah, Pandu menyarankan tidak menutup kembali mal dan pasar. Tindakan tersebut menurutnya akan membuat warga depresi karena harus terus diam di rumah.
Ia menyarankan pemerintah berupaya ketat dalam mengawasi aktivitas di tempat umum. Pemerintah juga sebaiknya memberikan sanksi tegas pada pihak manajemen yang mengabaikan protokol kesehatan seperti tidak membatasi jumlah pengunjung dan tidak menyediakan handsanitizer.
"Kalau mereka melanggar aturan dan tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan ya harus dikenai sanksi. Denda, misalya. Nah denda ini harus besar, misalnya Rp1 milyar," ucap Pandu.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memprediksi kurva puncak penyebaran corona diperkirakan terjadi pada Juni 2020. Namun kenaikan kasus corona diklaim berasal dari bertambahnya jumlah orang yang menjalani pemeriksaan.
Baca laporan lengkap » Semua Hal tentang Virus Corona, di Indonesia dan Dunia.