Kisah Para Penyelidik Wabah yang Bekerja Mengatasi Corona di Indonesia (Bagian 1)
https://www.naviri.org/2020/06/kisah-para-penyelidik-wabah-page-1.html
Naviri Magazine - Dokter Fiena Fithriah tidak punya banyak waktu bersantai, begitu menjabat sebagai Kepala Seksi Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Ia baru pindah tugas dari Suku Dinas Jakarta Timur awal Februari lalu.
Belum genap sebulan bertugas di tempat baru, gelombang pandemi virus corona COVID-19 datang. Medio Maret lalu, hanya beberapa pekan setelah pasien corona pertama teridentifikasi di Indonesia, jumlah kasus di Jakarta Selatan melonjak drastis.
Sepanjang bulan itu, kawasan tersebut menjadi daerah yang menyumbang jumlah penderita corona tertinggi di Indonesia. Pada pengujung Maret, kasus COVID-19 sudah tersebar di 48 dari 65 kelurahan di Jakarta Selatan. Fiena pun langsung tancap gas.
“Awal-awal (pandemi) itu luar biasa di (Jakarta) Selatan. Ibaratnya kalau mau nangis setiap hari, saya bisa nangis gerung-gerung. Tapi ya sudahlah, jalani saja,” katanya.
Fiena bertugas mengkoordinasi penyelidikan epidemiologi untuk memutus rantai penularan. Ia dan jajarannya harus mengidentifikasi orang-orang yang punya kontak erat dengan pasien COVID-19.
Mereka, kata Fiena, punya risiko tinggi tertular. Apabila orang dengan kontak erat terinfeksi, penyebaran wabah akan semakin meluas.
Maka, semakin cepat orang-orang itu ditemukan, potensi bencana lebih parah bisa dicegah. Petugas penyelidik epidemiologi akan meminta mereka untuk mengisolasi diri. Selanjutnya, mereka akan menjalani tes swab atau rapid test.
Informasi awal penelusuran kontak erat biasanya berasal dari pasien positif COVID-19. Data nama, alamat, dan nomor telepon menjadi bekal utama tim epidemiologi untuk menemukan orang-orang yang berhubungan dengan pasien 14 hari terakhir.
Para petugas epidemiologi akan menghubungi orang-orang tersebut. Mereka diwawancarai dengan sejumlah pertanyaan untuk menggali potensi risiko penularan.
Penyelidik epidemiologi juga akan mendalami aktivitas pasien dari keluarga atau orang-orang dekatnya, untuk mendalami kemungkinan celah penularan lain.
Pekerjaan semacam itu, menurut Fiena, memang tidak terlalu tampak di masyarakat. Tetapi, tugas penyelidik epidemiologi tak kalah penting dengan para tenaga medis di garda depan penanganan COVID-19.
Para penyelidik epidemiologi yang mengumpulkan data, menganalisa bagaimana pola penyebaran COVID-19 di masyarakat, dan memutusnya.
“Dulu senjata kita stetoskop, sekarang senjata kami laptop dan data. Tanpa data kami, pekerjaan teman-teman di layanan terutama di rumah sakit tidak akan ada artinya. Jadi sebenarnya saling berhubungan,” kata Fiena.
Setiap hari, penyelidik epidemiologi harus berurusan dengan daftar orang yang berpotensi tertular. Pekerjaan tim di lapangan tambah berat ketika penambahan kasus positif COVID-19 harian di Jakarta Selatan sudah melompat-lompat berdasarkan deret hitung.
Jumlah kontak erat otomatis membeludak. Satu orang pasien positif bisa punya 10 orang kontak erat. Jumlahnya bisa mencapai puluhan apabila orang itu pernah beraktivitas di tempat umum.
“Kebayang kan kalau pasien gaulnya di tempat hiburan, ibaratnya satu pub harus kita tracing,” Fiena menjelaskan cara kerja jajarannya.
Semua kontak erat harus disisir. Ada satu titik ketika penyelidik epidemiologi di Jakarta Selatan kewalahan melakukan penelusuran saking banyaknya orang yang harus dihubungi.
“Jadi, saya pernah punya utang penyelidikan epidemiologi—waktu itu sehari bisa 100 orang,” tutur Fiena. "Itu yang bikin stamina kami juga kedodoran. Capeknya minta ampun.”
Ia menjangkau orang-orang yang di-tracing itu dengan bantuan tim penyelidik epidemiologi di puskesmas kecamatan dan kelurahan. Lain waktu, Fiena harus turun tangan ke lapangan apabila harus berurusan dengan orang penting.
“Wilayah Selatan kan banyak mantan pejabat, mulai dari presiden, mantan presiden, sampai mantan anggota dewan, ada semua. Enggak mungkin saya melepaskan teman-teman puskesmas untuk penyelidikan epidemiologi sendiri,” jelas Fiena.
Baca lanjutannya: Kisah Para Penyelidik Wabah yang Bekerja Mengatasi Corona di Indonesia (Bagian 2)