Es di Antartika Terus Mencair, Kota-kota Dunia Terancam Lenyap Tenggelam
https://www.naviri.org/2020/06/es-di-antartika-terus-mencair.html
Naviri Magazine - Kenaikan permukaan laut membuat dua pulau di provinsi Sumatera Selatan, Pulau Betet dan Pulau Gundul, lenyap tenggelam. Secara global, dari pengamatan rata-rata sejak tahun 2005-2015, disimpulkan bahwa permukaan laut rata-rata naik 3,6 mm per tahun. Sebagian besar perubahan ini terjadi lantaran volume air meningkat akibat pemanasan global.
“Faktor utamanya karena es mencair. Kita telah kehilangan sebagian besar gletser,” tulis BBC dalam laporannya.
Data satelit menunjukkan es di laut Kutub Utara telah berkurang drastis sejak 1979. Kondisi yang sama terjadi di Greenland, Antartika Barat, dan Antartika Timur. Bumi telah berubah menjadi lebih panas akibat efek rumah kaca, kini suhu rata-rata planet kita mencapai 15 derajat celcius.
Mekanisme efek rumah kaca sejatinya menjaga sebagian energi matahari diserap di bawah atmosfer, dan dipancarkan ke segala arah untuk menjaga bumi tetap hangat. Tapi saat ini efek rumah kaca diperparah dengan gas yang dilepaskan dari industri dan pertanian. Apalagi karbon dioksida bertahan lebih lama di udara.
Cina adalah negara dengan emisi karbon dioksida paling besar di dunia, disusul oleh Amerika dan negara-negara Uni Eropa. Sementara Indonesia tak kalah banyak menyumbang karbon dioksida (urutan ke-12). Keadaan ini diperparah dengan pembalakan, kebakaran, dan alih fungsi hutan.
Karbon yang diserap pepohonan akhirnya dilepas lagi, dan menambah kontribusi pemanasan global. Sejak revolusi industri sekitar tahun 1750, tingkat karbon dioksida telah meningkat lebih dari 30 persen, dan suhu global naik 1,5 derajat celcius.
“Jika tren pemanasan terus berlanjut, suhu bumi bisa meningkat 3-5 derajat celcius pada akhir abad ini,” demikian rangkum BBC .
Catatan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyatakan, 20 tahun terakhir menjadi tahun paling panas yang dirasakan dunia. Periode 2015-2018 memiliki suhu tertinggi di antara semua masa. Perlu usaha keras untuk mengembalikan wajah bumi yang koyak.
Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Oktober 2018 memperingatkan dunia untuk mengurangi emisi global hingga 45 persen di tahun 2030, dan meniadakan penggunaan batu bara. Jika tantangan itu gagal, maka manusia harus bersiap menghadapi kenaikan permukaan laut dan perubahan signifikan suhu laut dan tingkat keasamannya.
Di sisi pangan, iklim pertanian akan kehilangan kemampuan menanam beras, jagung, dan gandum. Kenaikan suhu udara dan air akan membawa pada kekeringan berkepanjangan, mengurangi lapisan es, dan membikin kualitas air permukaan menurun.