Bagaimana Menjawab Salam yang Dikirimkan Lewat WhatsApp?
https://www.naviri.org/2020/06/bagaimana-menjawab-salam.html
Naviri Magazine - Menitip salam pada orang lain bukan sebatas budaya di masyarakat. Lebih dari itu, ia juga merupakan bagian dari norma yang diatur secara khusus dalam syariat. Dalam menitip salam, terkandung kewajiban menyampaikan amanah. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Imam an-Nawawi:
“Disunnahkan mengirim salam pada orang yang jauh. Dalam hal ini terdapat beberapa hadits sahih, dan wajib bagi orang yang dititipi salam untuk menyampaikannya, sebab hal ini merupakan amanah. Allah telah berfirman: ‘Sungguh Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah terhadap yang berhak menerimanya’.” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, juz 4, hal. 594).
Selain adanya kewajiban menyampaikan titipan salam dari orang lain, wajib pula menjawab salam yang ditujukan kepadanya, baik melalui pesan salam yang dititipkan orang lain ataupun melalui tulisan kertas yang berisi salam yang ditujukan kepadanya. Seperti yang dijelaskan dalam kitab al-Adzkar an-Nawawiyah:
"Menjawab titipan salam ini wajib dilakukan secepatnya. Begitu juga wajib menjawab salam saat datang pada seseorang sebuah tulisan salam di kertas dari orang yang jauh, wajib baginya untuk menjawab salam tersebut secepatnya, tatkala ia membacanya." (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Al-adzkaar an-Nawawiyah, juz 2, hal. 29).
Sama halnya seperti kertas, pesan berisi salam yang ditujukan secara khusus pada seseorang melalui Whatsapp, SMS, email, serta aplikasi atau media sosial lain, bisa dipastikan termasuk dalam cakupan referensi di atas, sehingga wajib dijawab.
Lalu, hal yang mesti dipertanyakan, sebenarnya bagaimana kategori salam yang wajib dijawab tersebut? Apakah semua jenis salam dalam berbagai bentuk lafal bisa disebut salam yang wajib dijawab?
Para ulama memberi ketentuan bahwa titipan salam wajib dijawab ketika salah satu dari dua hal ada. Pertama, lafal salam disampaikan secara benar oleh orang yang dititipi salam (ar-rasûl). Misal dengan mengatakan, “Fulan mengucapkan Assalamualaikum kepadamu”, maka salam demikian wajib dijawab secepatnya oleh si penerima.
Kedua, orang yang menitipkan salam (al-mursil) mengucap lafal salam secara benar kepada orang yang dititipi salam, misal dengan mengatakan, “Sampaikan kata Assalamualaikum kepada Zaid dariku.” Maka tatkala salam ini disampaikan kepada Zaid, wajib baginya untuk menjawab salam tersebut.
Ketentuan demikian dijelaskan dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin:
“Jika seseorang menitip salam pada seseorang untuk disampaikan pada orang lain, jika ia mengatakan: ‘Sampaikan salamku pada si Fulan’, lalu orang yang dititipi salam (tatkala bertemu dengan si Fulan) mengatakan: ‘Fulan mengatakan 'Assalamu Alaika' padamu’ atau mengatakan 'Assalamu alaika' dari si Fulan’ maka wajib untuk menjawab salamnya.
“Kesimpulan tentang masalah ini, bahwa penitipan salam hanya bisa dianggap dan wajib dijawab ketika terdapat kata salam dari orang yang menitip salam, atau orang yang dititipi salam.
“Jika orang yang menitipkan salam berkata: ‘Sampaikan salamku untuk Fulan’, lalu orang yang dititipi salam berkata: ‘Zaid menyalamimu’, maka salam yang dititipkan tersebut tidak dianggap dan tidak wajib dijawab.” (Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawi, Bughyah al-Mustarsyidin, Hal. 540)
Dengan demikian dapat dipahami bahwa titipan salam yang sebatas bahasa keakraban atau sekadar basa-basi, tanpa menyebutkan lafal salam secara benar, tidak wajib untuk dijawab, seperti dengan ucapan, “Titip salam buat orang tuamu, ya,” atau, “Kamu dapat salam dari si Fulan”.
Namun, bukan hal yang dipersoalkan jika titipan salam dengan bahasa keakraban tersebut dijawab dengan kata “Wa’alaikumussalam”, meski hal tersebut bukan hal yang diwajibkan. Wallahu a’lam.