Alasan Negara-negara di Dunia Memblokir Akses Internet Warganya

Alasan Negara-negara di Dunia Memblokir Akses Internet Warganya, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Menjaga stabilitas nasional menjadi dalih pemerintah tiap kali memblokir akses masyarakat ke internet.

Jaringan internet Indihome di sebagian wilayah di Papua resmi diblokir sejak Minggu (25/8) kemarin. Pemblokiran menyusul throttling (perlambatan) internet yang dilakukan pemerintah sejak beberapa hari sebelumnya. Langkah ini diklaim bertujuan menangkal “informasi hoaks” di media sosial, selepas protes besar-besaran masyarakat Papua terhadap tindakan rasis yang ditujukan kepada mahasiswa Papua di Surabaya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua, Emanuel Gobay, menyatakan beberapa daerah yang terkena dampak pemblokiran antara lain Jayapura, Mimika, Manokwari, Biak, Nabire, Wamena, hingga Sorong.

Unggahan akun Twitter manajemen Indihome mengonfirmasi pemblokiran tersebut. Katanya, pemblokiran terjadi sesuai “instruksi dari Kominfo.”

Kritik seketika bermunculan. Damar Junianto, koordinator SafeNET, LSM yang berfokus pada isu hak-hak digital di Asia Tenggara, misalnya, menyebut bahwa penghentian akses internet di Papua bisa memberikan banyak efek negatif. Dua hal yang ia contohkan yakni terganggunya sektor perekonomian serta turunnya pesanan pariwisata.

Dari Sudan sampai Cina

Blokir internet di Papua nampaknya menunjukkan pakem yang sama dengan sejumlah negara kala merespons krisis politik.

Sensor internet di tengah krisis politik juga terjadi Sudan. Januari lalu, Reuters melaporkan pemerintah Sudan memblokir akses ke platform media sosial yang lazim digunakan sebagai sarana protes online dan alat pengorganisasian gerakan jalanan.

Sudan memang hamil tua di awal 2019. Selama dua minggu berturut-turut, masyarakat turun ke jalan menuntut pertanggungjawaban pemerintah akibat krisis ekonomi yang tak berkesudahan. Mereka membakar gedung-gedung partai penguasa dan mendesak Omar al-Bashir untuk lengser dari kursi presiden yang telah didudukinya sejak 1989.

Dari total 40 juta penduduk, sekitar 13 juta menggunakan internet. Tagar berbunyi #SudanRevolts menyertai percakapan warganet sepanjang protes berlangsung.

“Media sosial memiliki dampak yang sangat besar dengan membantu membentuk opini publik sekaligus mentransimikan apa yang terjadi di Sudan ke [dunia] luar,” ungkap Mujtaba Musa kepada Al Jazeera. Musa adalah seorang pemrotes yang aktif di Twitter dengan jumlah pengikut lebih dari 50 ribu orang.

Ketika internet diblokir untuk membatasi gerak pemrotes, harapan masyarakat jatuh jatuh pada jaringan virtual pribadi (VPN).

Venezuela mengalami kondisi yang tak jauh beda. Internet diblokir seiring memanasnya konflik antara pemerintahan Presiden Nicolas Maduro dan kelompok oposisi yang dipimpin Juan Guaido.

Pemutusan akses internet dilakukan CANTV, penyedia domain yang berafiliasi dengan pemerintah. CANTV memegang sekitar 70 persen koneksi internet di Venezuela—50 persen dari ponsel. Selama krisis politik, CANTV sudah memutus akses internet sebanyak empat kali untuk membatasi gerak kelompok oposisi di jalanan.

Kelompok-kelompok LSM HAM lokal menuding pemblokiran internet sebagai bukti semakin canggihnya pemerintah Venezuela membungkam oposisi. Bukan kali ini saja internet di Venezuela diblokir. Kendati tak memblokir keseluruhan akses, pada 2018 pemerintah menutup 53 situsweb yang dinilai condong mendukung kelompok oposisi.

Dalam urusan pemutusan akses internet, Cina adalah juaranya. Tak lama usai internet masuk ke Cina pada awal 1996, Beijing langsung membangun sistem yang dikenal sebagai The Great Firewall of China guna membatasi akses ke dunia maya.

Related

Internet 1108419094106767158

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item