Penanganan Kasus Corona di Indonesia yang Membingungkan (Bagian 3)

Penanganan Kasus Corona di Indonesia yang Membingungkan, naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Penanganan Kasus Corona di Indonesia yang Membingungkan - Bagian 2). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Mempertanyakan kematian suspect Corona 

Sejak virus Corona menyebar ke 93 negara, Kementerian Kesehatan telah mengonfirmasi 6 kasus positif Corona di Indonesia. Namun, sebelum kasus positif Corona diumumkan, ada pasien suspect Corona meninggal di Batam. Pria 61 tahun asal Singapura itu diisolasi di RS Badan Pengusahaan Batam.

Pihak Dinas Kesehatan Kota Batam menyebut hasil tes dia tak terjangkit COVID-19 alias negatif. Pasien suspect itu disebut menderita pneumonia.

Serupa, pasien berusia 37 tahun meninggal saat status suspect Corona di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi, Semarang. Pasien diisolasi sejak 19 Februari dengan keluhan pernapasan akut.

"Pasien itu datang dengan keluhan menyerupai gejala terpapar virus corona, tapi penyebabnya bukan virus Corona seperti yang kami khawatirkan," kata Nurdopo Baskoro, Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUP Dokter Kariadi Semarang.

Lagi-lagi hasil hasil laboratorium yang dikirim ke Litbangkes Jakarta negatif alias tidak terpapar COVID-19. Kementerian Kesehatan juga mengklaim pasien suspect Corona yang meninggal di Rumah Sakit Dr Hafiz (RSDH) Cianjur tidak terjangkit Covid-19. Pria berusia 50 tahun itu meninggal setelah dirawat tiga hari di ruang isolasi RSDH Cianjur.

Meski begitu, Achmad Yurianto berkata belum mengetahui secara pasti penyebab kematian pasien tersebut. Kasus suspect Corona meninggal terjadi di RSPI Sulianti Saroso pada 5 Maret. Pasien berusia 65 tahun ini harus memakai alat bantu pernapasan sejak satu minggu sebelum dilarikan ker RSPI Sulianti Saroso.

Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso, Mohammad Syahril, menampik pasien itu meninggal karena COVID-19. Pasalnya, belum ada hasil uji laboratorium yang menyatakan positif atau negatif.

Berulang kali bantahan pemerintah terhadap pasien suspect Corona yang meninggal bukan karena terjangkit COVID-19 menimbulkan tanda tanya. Misalnya, pria asal Singapura yang meninggal di Batam memiliki risiko terjangkit COVID-19 karena negara itu sedang terjangkit virus asal Wuhan tersebut.

Kedua, warga Semarang yang meninggal karena suspect Corona juga memiliki riwayat perjalanan pada 10 Februari ke Dubai dan Spanyol, kedua negara itu masing-masing terpapar positif Corona pada 29 Januari dan 31 Januari. Setelah tiba di Indonesia pada 12 Februari, pasien yang dirawat di Semarang itu mulai menunjukkan demam, batuk, pilek, dan sesak napas.

Anehnya, meski pemerintah membantah dia terpapar COVID-19, penanganan pemakaman jenazah tidak dilakukan dengan cara biasa, akan tetapi dibungkus plastik dan dimasukkan ke dalam peti. Ini berbeda dengan suspect Corona yang meninggal di RSPI Sulianti Saroso; jenazah tidak dibungkus plastik.

Prof. Chaerul Anwar Nidom, Ketua Riset Corona dan Formulasi Vaksin di Profesor Nidom Foundation (PNF), mengatakan, wajar publik meragukan klaim pemerintah bahwa para pasien suspect Corona yang meninggal itu disebut negatif terjangkit COVID-19.

Ia berkata, bisa saja negatif karena pengambilan sampelnya keliru. Teknik pengujian dan rentang waktu pengambilan sampel bisa memengaruhi hasil laboratorium, ujarnya. Karena itu, seharusnya pemerintah meredam keraguan dengan melakukan pengujian lagi agar hasilnya transparan.

Misalnya, uji sampel berapa kali, dari situ bicara fakta. "Bila disebut negatif, negatif seperti apa?" kata Nidom.

Bagi Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Universitas Airlangga ini, proses pengujian sampel tak asing, karena 15 tahun lalu Nidom menguji virus flu burung.

"Kalau masyarakat ingin tahu, ya wajar-wajar saja dan tidak perlu disembunyikan. Justru saat ini masyarakat diberi tahu risiko sebenarnya. Supaya tanggung jawab pengendalian dan pencegahan itu bukan hanya bertumpu pada pemerintah tapi masyarakat juga ikut," kata Nidom.

Demi menghapus keraguan di masyarakat, pemerintah perlu membangun kriteria suspect Corona: ada dugaan kontak pasien positif, berkunjung ke wilayah terpapar virus, dan gejala klinis menyerupai COVID-19. Oleh sebab itu pemerintah perlu mengklarifikasi, karena korban berikutnya bukan siapa-siapa melainkan masyarakat. Pengorbanan pasien 01 dianggap luar biasa.

Saat informasi pribadi yang memojokkan menyerang kedua pasien itu, baik dari Kemenkes, Pemerintah Kota Depok, dan pemberitaan sensasional, pasien meminta seluruh keluarga dan teman-temannya menguji sampel untuk memastikan virus COVID-19 tidak tersebar.

"(Pasien) 01 dan 02 adalah sebuah 'wake up call' bagi seluruh komponen bangsa. Pasien 01 dan 02 adalah penyelamat kesehatan nasional," ujar Ah Maftuchan, pengamat kebijakan publik dari The Prakarsa.

Related

News 4559799598137471395

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item