Hati-hati! Sekarang Marak Penipuan Jual Beli Tanah, Begini Modusnya
https://www.naviri.org/2020/02/penipuan-jual-beli-tanah.html
Naviri Magazine - Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) bersama Kepolisian RI, membongkar sindikat kasus mafia tanah di Jakarta Selatan. Kerugiannya mencapai Rp 85 miliar.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Nana Sudjana, mengatakan, pihaknya telah mengamankan 10 tersangka yang terlibat dalam pemalsuan sertifikat tanah yang berlokasi di Jl. Brawijaya III No. 12, Jakarta Selatan.
Nana mengungkapkan, masing-masing tersangka memiliki peran berbeda-beda. Kasus tersebut berawal dari laporan salah satu korban, Indra Hosein, pada 2019.
Saat itu Indra hendak menjual rumahnya di kawasan Jakarta Selatan kepada tersangka Diah (alias Ayu), senilai Rp 70 miliar. Diah kemudian mengajak Indra untuk mengecek keaslian sertifikat rumahnya ke kantor notaris palsu, bernama kantor 'Notaris Idham'.
Notaris Idham tersebut diketahui diperankan oleh tersangka Raden Handi (alias Adri).
"Di sana ada tersangka Raden Handi, yang mengaku sebagai notaris Idham. Di kantor Notaris Idham, korban memberikan foto copy [sertifikat] untuk dicek di [kantor] BPN Jakarta Selatan," kata Nana di Hotel Mercure, Jakarta Pusat.
Korban yang diwakili rekannya, bernama Lutfi, ditemani tersangka Dedi Rusmanto, mendatatngi kantor BPN Jakarta Selatan. BPN Jakarta Selatan kemudian menyatakan sertifikat yang dimiliki Indra merupakan sertifikat asli.
Selesai pengecekan, tanpa sepengetahuan korban, sertifikat rumah asli tersebut kemudian ditukar dengan sertifikat palsu, dan diserahkan kepada Indra untuk dikembalikan. Sertifikat asli tersebut kemudian dibawa oleh Dedi, dan diserahkan kepada Diah dan Arnold.
"Dedi pun mendapatkan upah senilai Rp 30 juta dari Diah, karena telah menukar sertifikat rumah tersebut," jelas Nana.
Diah dan Arnold kemudian bertemu dengan rentenir untuk mengagunkan sertifikat asli milik Indra di sebuah mal di Jakarta Selatan. Arnold, dalam kasus ini membawa peran pengganti yang menyamar sebagai Indra dan istrinya, untuk menyakinkan rentenir tersebut.
Orang yang menyamar sebagai Indra tersebut, diketahui bernama Dimas, dan 'istri palsu Indra' diketahui bernama Siti Dzubaedah. Dimas adalah orang yang membuat E-KTP palsu dengan identitas Indra Hosein.
Lolos dari penyamaran, Diah, Dimas dan Dzubaedah kemudian berhasil mengangunkan sertifikat asli tersebut senilai Rp 11 miliar dari rentenir tanah.
"Uang sebesar Rp 11 miliar ditransfer ke rekening bank, dan ditarik tunai untuk diserahkan ke tersangka Arnold," ungkap Nana.
Indra, selaku korban, baru menyadari setelah ada pembeli yang menaksir rumahnya tersebut.
"Korban baru tersadar kalau dokumen asli dipalsukan, ketika ada orang yang mau membeli rumahnya, kemudian BPN menyatakan dokumen sertifikatnya palsu," jelas Nana.
Berdasarkan perhitungan Polda Metro Jaya, kerugian sindikat mafia tanah ini mencapai Rp 85 miliar, dengan rincian Rp 70 miliar dari pemilik sertifikat rumah dan Rp 11 miliar dari rentenir yang memberikan pinjaman.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 263 KUHP dan atau Pasal 264 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke (1) KUHP dan atau Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2010 Pasal 3, 4, 5 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Catatan Polda Metro Jaya, tersangka Arnold dan Raden Handi merupakan residivis perkara mafia tanah dan properti pada 2019. Keduanya dihukum 7 bulan penjara dan sejak 28 Januari 2020, keduanya telah bebas bersyarat. Kemudian, keduanya kembali tertangkap tangan terlibat dalam pemalsuan sertifikat tanah.
Sebelumnya, pada 2019, kasus mafia tanah di Banten sampai mengganggu investasi besar. Direktur Reskrimum Polda Banten, Novri Turangga, mencatat dari target 5 perkara sepanjang Oktober 2018 sampai 2019, justru ada 10 perkara yang bisa diungkap. Kasus serupa juga terjadi di Jakarta pada tahun yang sama.
Di Jakarta, modus operandi diawali dengan berpura-pura melakukan jual-beli properti. Kelompok ini berperan dengan berpura-pura menjadi agen properti, termasuk di dalamnya ada penjual dan pembeli, yang ternyata abal-abal.