Direktur BPJS: Yang Mengesahkan Kenaikan Iuran BPJS adalah Presiden!
https://www.naviri.org/2020/02/direktur-bpjs.html
Naviri Magazine - Pemerintah telah resmi menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk semua golongan sejak awal tahun lalu. Kenaikan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 75 tahun 2019 tentang jaminan kesehatan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fahmi Idris, mengatakan, kenaikan iuran ini dilakukan setelah disetujui dan ditandatangani oleh Presiden pada 24 Oktober 2019 lalu. Artinya, untuk mengubah iuran BPJS hanya bisa dilakukan dengan persetujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"BPJS Kesehatan sesuai UU nomor 30 tahun 2014 harus meminta persetujuan atasan langsung, dalam hal ini Presiden, karena ada potensi mengubah rencana anggaran," ujar Fahmi di Komplek DPR RI.
Menurutnya, kenaikan iuran ini memang sudah seharusnya dilakukan. Sebab, sesuai dengan UU BPJS Kesehatan, kenaikan iuran dilakukan setiap 2 tahun sekali.
Selain itu, kenaikan iuran ini juga untuk bisa mengurangi defisit BPJS Kesehatan yang terus terjadi setiap tahunnya, sehingga membutuhkan suntikan dari pemerintah. Bahkan untuk tahun 2019, pemerintah harus menyuntik BPJS Kesehatan sebesar RP 13,5 triliun.
Kenaikan ini juga dinilai untuk menjamin keberlangsungan Kartu Indonesia Sehat (KIS), agar bisa terus membantu masyarakat yang tidak mampu untuk berobat. Oleh karenanya, kenaikan iuran sifatnya kegotongroyongan, dimana yang mampu membayar lebih untuk membantu masyarakat yang miskin.
"Kenaikan iuran di seluruh segmen peserta, yang merupakan satu kesatuan, sebagai perwujudan konsep gotong royong sehingga semua segmen harus naik iurannya," jelasnya.
Sebagai informasi, kenaikan iuran yang telah berlaku sejak 1 Januari 2020 lalu adalah: Penerima Bantuan Iuran (PBI), iuran naik dari Rp 22.500 menjadi Rp 42.000 per bulan.
Kemudian, yang menjadi permasalahan adalah, untuk masyarakat golongan Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU). Dimana ada tiga kelas yang semuanya dinaikkan iurannya oleh pemerintah.
Kelas III : naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa per bulan.
Kelas II : naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per jiwa per bulan.
Kelas I : naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per jiwa per bulan.