Benarkah Orang Afrika Kebal Virus Corona? Ini Fakta dan Penjelasannya
https://www.naviri.org/2020/02/benarkah-orang-afrika-kebal-virus.html
Naviri Magazine - Wabah infeksi virus corona baru yang belum juga mereda, terutama di Cina, tidak hanya memicu kekhawatiran akan adanya pandemi. Namun juga kekhawatiran akan badai disinformasi alias hoax.
Satu di antara disinformasi itu adalah tentang seorang mahasiswa di Cina asal Kamerun. Dia yang sembuh dari infeksi virus COVID-19 itu disebut-sebut kebal karena komposisi genetik orang Afrika.
Kabar tersebut beredar melalui situs web Cityscrollz.com, yang menyebut mengutip keterangan seorang dokter di Cina. Diklaim bahwa orang-orang dari latar belakang Afrika lebih tahan terhadap virus corona dibandingkan yang lain.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat membantahnya. Menurut CDC, siapa pun yang berhubungan dekat dengan seorang yang terinfeksi virus corona maka dia berisiko tertular.
Kem Senou Pavel Daryl, pemuda berusia 21 tahun asal Kamerun, memang benar jatuh sakit karena tertular virus corona. Dia terdaftar di antara puluhan ribu pasien dengan infeksi yang sama di rumah sakit di Cina.
Dia lalu sudah sembuh kembali bersama belasan ribu lainnya. Tapi pemulihannya bukan hasil dari sistem kekebalan superior yang dimiliki oleh orang yang berasal dari Afrika, melainkan putaran antibiotik dan obat-obatan lainnya. Kem Senou mendapat asupan beberapa antibiotik yang biasa diberikan kepada pasien HIV.
Seperti yang dilaporkan BBC News, Senou pulih setelah ditempatkan di ruang isolasi selama 13 hari. Hasil computerized tomography (CT) setelahnya menunjukkan tidak ada jejak penyakit itu lagi padanya. Ia menjadi orang Afrika pertama yang diketahui terinfeksi virus corona yang mematikan dan yang pertama sembuh.
Dalam pernyataannya kemudian, Kem Senou menyatakan tak berniat meninggalkan Cina sebelum studinya rampung. Lagian, dia menambahkan, tidak akan membawa penyakit ke Afrika. “Ketika saya dibawa ke rumah sakit, saya sudah memikirkan kematian dan bagaimana itu akan terjadi," katanya.
Sampai Rabu pagi, 19 Februari 2020, virus corona COVID-19 telah menyebabkan 1.875 orang meninggal, yang hampir seluruhnya di Cina daratan. Sedang kasus infeksi dialami 73.451 orang di setidaknya 29 negara di seluruh dunia.