Pentingnya Menjaga Tali Silaturahim dan Larangan Memutuskannya
https://www.naviri.org/2019/12/pentingnya-menjaga-tali-silaturahim.html
Naviri Magazine - Islam menjunjung tinggi terawatnya hubungan kekerabatan yang harmonis. Menjaga hubungan baik di antara kerabat, atau yang biasa dikenal dengan silaturahim, merupakan salah satu hal yang dianjurkan dalam agama Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Bertakwalah kepada Allah, yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS an-Nisâ’: 1)
Salah satu hikmah menjaga tali silaturahim adalah seseorang akan dilapangkan rezeki, serta akan dipanjangkan umurnya. Hal demikian seperti ditegaskan dalam hadits sahih:
“Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), maka bersilaturrahimlah.” (HR. Bukhari Muslim).
Silaturahim bisa terealisasi dalam berbagai cara, misal dengan memberi harta pada kerabat, menuruti keinginan mereka, mengunjungi rumah mereka, saling berkirim kabar, saling berkirim salam, dan beberapa perbuatan lain yang akan memunculkan keharmonisan hubungan kekerabatan. (Syekh Zakaria al-Anshari, al-Gharar al-Bahiyah, juz 3, hal. 393).
Jika menyambung tali silaturahim merupakan perbuatan yang dianjurkan oleh syara’, maka sebaliknya syara’ melarang perbuatan memutus tali silaturahim terhadap kerabat, bahkan perbuatan ini tergolong dosa besar.
Pertanyaannya, kapan seseorang dianggap memutus tali silaturahim dengan kerabatnya?
Para ulama berbeda pendapat mengenai batasan seseorang dianggap memutus tali silaturahim. Salah satu yang menarik adalah pandangan Imam Ibnu Hajar al-Haitami. Beliau berpendapat bahwa memutus tali silaturahim adalah memutus kebiasaan baik yang terbiasa dilakukan sebelumnya dengan para kerabat, tapa adanya uzur halangan yang bisa dimaklumi.
Misal sebuah keluarga biasa bersilaturahim dengan saling mengunjungi beberapa kerabatnya, tatkala hari raya Idul Fitri. Jika hal tersebut tidak dilakukan lagi pada hari raya Idul Fitri berikutnya dan tahun-tahun selanjutnya, maka perbuatan tersebut tergolong memutus tali silaturahim yang terlarang.
Berikut berbagai perbedaan pandangan para ulama mengenai batasan memutus tali silaturahim:
“Sebagian dari maksiat adalah memutus tali silaturahim. Para ulama berbeda pendapat mengenai makna yang dikehendaki dari ‘memutus tali silaturahim’ ini. Menurut sebagian pendapat, memutus tali silaturahim sebaiknya dikhususkan pada bentuk perbuatan buruk pada kerabat.
“Pendapat lain menyangkal pandangan tersebut, sebaiknya memutus tali silaturahim bertumpu pada tidak berbuat baik (pada kerabat), sebab dalam beberapa hadits menganjurkan untuk menyambung tali silaturahim dan melarang memutus tali silaturahim, dan tidak ada perantara makna di antara keduanya.
“Menyambung tali silaturahim berarti menyambung suatu kebaikan, sedangkan memutus tali silaturahim adalah kebalikannya, yakni tidak melakukan kebaikan.
“Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab az-Zawajir berpandangan bahwa yang dimaksud memutus tali silaturahim adalah memutus kebiasaan kerabat tanpa adanya uzur syar’i, sebab memutus hal tersebut akan mendatangkan kegersahan hati dan terasingnya hati.
“Tidak ada perbedaan apakah kebaikan yang dibiasakan itu berupa (pemberian) harta, saling menitip salam, berkirim surat, berkunjung, atau hal yang lainnya. Sesungguhnya memutus segala hal di atas—tanpa adanya uzur—setelah terbiasa melakukannya, tergolong dosa besar.” (Habib Abdullah bin Husain bin Thahir Ba’lawi, Is’ad ar-Rafiq, juz 2, hal. 117).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa memutus tali silaturahim merupakan hal yang terlarang. Sedangkan perbuatan memutus tali silaturahim, menurut sebagian ulama, diartikan dengan melakukan perbuatan buruk pada kerabat, misalnya mencela atau menyakiti mereka.
Pendapat lain mengartikan memutus tali silaturahim dengan tidak berbuat baik pada kerabat. Dan pendapat terakhir menengahi bahwa memutus tali silaturahim adalah tidak melakukan perbuatan baik yang sebelumnya terbiasa dilakukan pada kerabat.
Terkait perbedaan pendapat di atas, sebaiknya kita berikhtiar sebisa mungkin menjaga hubungan dengan para kerabat, minimal dengan melestarikan tradisi baik yang sudah terjalin, seperti saling berkunjung, berbagi, atau sekadar bertegur sapa lewat pesan singkat.
Hal ini dimaksudkan agar kita terhindar dari perbuatan qathi’ah ar-rahim (memutus tali silaturahim) yang tergolong sebagai dosa besar. Wallahu a’lam.