Sejarah Serangan Umum 1 Maret dan Kontroversinya (Bagian 10)
https://www.naviri.org/2019/11/sejarah-serangan-umum-page-10.html
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Sejarah Serangan Umum 1 Maret dan Kontroversinya - Bagian 9). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
Usai perang gerilya, dua orang perwira yang bergerilya di wilayah Gunung Sumbing mendapat promosi kenaikan jabatan. Pada September 1949, Kolonel Bambang Sugeng menjadi Kepala Staf "G" (General = Umum) dan ketika Simatupang ditugaskan untuk ikut menjadi anggota delegasi Republik dalam KMB di Den Haag, Bambang Sugeng diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Perang.
Perwira kedua yang mendapat kenaikan jabatan adalah Letnan Kolonel dr. Wiliater Hutagalung, yang diangkat menjadi Kwartiermeestergeneral Staf "Q" TNI AD (Kepala Staf "Q" – Head Quarter).
Mengenai dr. W. Hutagalung, dalam buku Laporan dari Banaran, Simatupang mencatat: "dr Hutagalung aktif berjuang melawan Inggris di Surabaya tahun 1945. Tahun 1948 ditunjuk sebagai wakil Angkatan Bersenjata pada Komite Hijrah yang menangani penarikan mundur tentara Republik dari wilayah yang diduduki Belanda."
Salah satu keputusan Konferensi Meja Bundar adalah penyerahan seluruh perlengkapan militer Belanda yang ada di Indonesia, kepada TNI (Tentara Nasional Indonesia).
Pada perundingan dengan pihak Belanda untuk serah terima perlengkapan militer tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Kwartiermeester-generaal Staf "Q" Letnan Kolonel Dr. W. Hutagalung. Wakilnya adalah Kolonel G.P.H. Djatikusumo [Diceriterakan oleh alm. Kol TNI (Purn.) Alex E. Kawilarang dalam pertemuan pada 9 November 1999 di Gedung Joang ’45, Menteng Raya 31].
Dalam pelaksanaan serah terima, Hutagalung dibantu oleh Kapten Mangaraja Onggang Parlindungan Siregar, yang menangani penerimaan dan registrasi perlengkapan militer, dan dr. Satrio yang menangani penerimaan dan registrasi perlengkapan medis.
Pada 29 Februari 2000, bertempat di Gedung Joang '45, Jl. Menteng Raya No. 31, diselenggarakan diskusi mengenai "Latar Belakang Serangan Umum 1 Maret 1949" dan jumpa pers oleh Aliansi Reformasi Indonesia (ARI) dan Exponen Pejuang Kemerdekaan RI & Generasi Muda Penerus RI.
Selain dihadiri oleh putra-putri alm. Panglima Divisi III/Gubernur Militer III Bambang Sugeng, juga hadir Dr. Anhar Gonggong, yang mengakui bahwa dia baru pertama kali melihat dokumen Instruksi Rahasia Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng, tertanggal 18 Februari 1949 tersebut (Diskusi dan Jumpa Pers tersebut diliput dan diberitakan oleh beberapa media cetak, dan dua stasiun radio yang memberitakan langsung dari Gedung Joang).
Tanggal 2 Maret 2001, Aliansi Reformasi Indonesia (ARI) bekerjasama dengan Yayasan Pembela Tanah Air, menyelenggarakan Diskusi Panel dengan mengundang wakil dari masing-masing versi.
Untuk wakil versi pertama, yaitu Suharto, pemrakarsa Serangan 1 Maret 1949, semula panitia mengundang Paguyuban Wehrkreis III dan Yayasan Serangan Umum 1 Maret 1949 untuk mengirim seorang pembicara, yang akan mewakili versi pertama.
Paguyuban Wehrkreis III menjawab bersedia mengirim pembicara dalam Diskusi Panel, namun baik Paguyuban Wehrkreis III maupun Yayasan Serangan Umum 1 Maret menyatakan tidak mewakili versi manapun.
Sebagai panelis mewakili Paguyuban Wehrkreis III adalah Brigjen TNI (Purn.) KRMT Soemyarsono, SH [juga hadir dalam acara Ulang Tahun ke 91 dr. Wiliater Hutagalung pada 20 Maret 2001, yang diselenggarakan di Gedung Joang ’45, yang juga dihadiri teman-teman sdeperjuangan dr. W. Hutagalung dari Jawa Timur – seperti Komjen POL (Purn.) Dr. M. Jasin, alm. Mayjen (Purn.) EWP Tambunan, alm Mayjen (Purn.) KRMH H Jono Hatmodjo – dan Jawa Tengah].
Panitia juga mengundang Julius Pourwanto, wartawan harian Kompas, yang pernah menulis sesuai dengan versi pertama, yaitu Suharto adalah pemrakarsa serangan tersebut, untuk menjadi narasumber. Semula, Pourwanto telah menyatakan kesediaannya. Namun, satu hari sebelum penyelenggaraan, Pourwanto mengirim fax, yang menyatakan dia mendapat tugas lain dari harian Kompas.
Untuk versi kedua, semula ditanyakan kesediaan Atmakusumah Astraatmaja, penyunting biografi Hamengku Buwono IX, di mana dituliskan bahwa HB IX pemrakarsa serangan tersebut.
Namun Atmakusumah menyampaikan berhalangan untuk hadir sebagai pembicara, karena sudah ada komitmen di tempat lain.
Kemudian panitia menghubungi Penerbit Media Pressindo di Yogyakarta, yang menerbitkan buku "Kontroversi serangan Umum 1 Maret 1949", yang disusun oleh Tim Lembaga Analisis Informasi (TLAI), di mana disebutkan bahwa HB IX adalah pemrakarsa serangan itu.
Karena tidak mengetahui alamat TLAI, panitia memohon kepada penerbit untuk meneruskan undangan kepada TLAI, namun sama sekali tidak ada jawaban, baik dari TLAI maupun dari penerbit.