Hukum Mengonsumsi Keong Menurut Ajaran Islam
https://www.naviri.org/2019/07/hukum-mengonsumsi-keong.html
Naviri Magazine - Keong merupakan salah satu hewan yang dapat hidup di dua alam, yakni di perairan dan daratan. Salah satu ciri khas hewan ini adalah memiliki tempurung atau cangkang yang berfungsi sebagai pelindung dirinya dari ancaman luar. Tempurung keong selalu menyertai di mana pun hewan ini berjalan, seperti halnya tempurung yang dimiliki siput dan kura-kura.
Bagi masyarakat yang berada di sekitar pesisir pantai, keong sering mereka temukan. Kadang kita melihat beberapa orang berburu keong, sebagian untuk tujuan dikonsumsi secara pribadi, dan ada pula yang menggunakan keong untuk diperjualbelikan.
Sedangkan bagi masyarakat pedesaan, terutama yang bermata pencaharian petani, banyak juga keong yang berlalu-lalang di sekitar perairan sawah, dan hewan ini biasa dikenal dengan nama tutut atau keong sawah. Sebagian masyarakat berburu keong sawah untuk dijadikan lauk-pauk, terkadang ada juga yang diperjualbelikan.
Melihat berbagai realitas di atas, sebenarnya apakah memang keong termasuk hewan yang halal dikonsumsi?
Para ulama berbeda pendapat tentang status hukum keong, apakah termasuk hewan yang halal atau haram dikonsumsi. Sebagian ulama, seperti Imam Ar-Ramli, Ad-Damiri, dan Khatib Asy-Syirbini, berpandangan bahwa keong adalah hewan yang halal dikonsumsi.
Sedangkan ulama lain, seperti Imam Ibnu Hajar, Ibnu Abdissalam, dan Az-Zarkasyi, berpandangan bahwa keong adalah hewan yang haram dikonsumsi. Perbedaan pendapat ini secara tegas dijelaskan dalam salah satu kitab karya ulama Nusantara, Syekh Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Jawi al-Bughuri, yang berjudul Shawaiq al-Muhriqah li al-Awham al-Kadzibah:
“Berdasarkan penjelasan dalam kitab Al-Majmu’, pendapat Ibnu ‘Adlan dan ulama semasanya, Imam Ad-Damiri, Syihab Ar-Ramli, Muhammad Ar-Ramli, dan Khatib Asy-Syirbini dalam kitab Mughni al-Muhtaj, bahwa ramis, tutut (keong sawah), dan keong (laut), adalah hewan yang halal, karena masih sama dengan danilas (sejenis hewan laut) yang disepakati kehalalannya, dan tergolong dalam jenis kerang yang secara eksplisit dijelaskan dalam kitab al-Majmu’ kehalalannya.
“Namun, jika berdasarkan pendapat Imam Ibnu Abdissalam, Az-Zarkasyi, Ibnu Hajar dalam kitab al-Fatawa al-Kubra dan Tuhfah al-Muhtaj, bahwa semua hewan yang disebut di atas adalah haram, maka boleh bagi seseorang untuk mengonsumsinya dengan bertaqlid pada ulama yang berpendapat tentang kehalalannya.
“Namun, yang lebih utama adalah tidak mengonsumsi hewan ini dalam rangka mengambil jalan hati-hati dalam mengamalkan syariat.” (Syekh Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Jawi, Shawaiq al-Muhriqah li al-Awham al-Kadzibah, hal. 14-15)
Perbedaan pendapat tentang hukum mengonsumsi keong di atas sebenarnya bermula dari perbedaan pendapat di antara ulama tentang status hukum hewan kerang, apakah termasuk hewan yang haram atau halal dikonsumsi. Sebab keong adalah hewan yang mirip kerang dari segi kehalalan dan keharamannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mengonsumsi keong, baik keong laut ataupun keong sawah adalah persoalan yang diperdebatkan, sebagian ulama memperbolehkan, sebagian yang lain mengharamkan.
Bagi sebagian orang yang terbiasa mengonsumsi keong atau menjadikan keong sebagai mata pencaharian, diperbolehkan baginya mengikuti (taqlid) pada ulama yang menghalalkan keong. Sehingga perbuatan yang dilakukannya, baik mengonsumsi ataupun memperjualbelikan keong, tidak tergolong sebagai hal yang dilarang oleh syara’.
Meski begitu, hal yang lebih utama tetap menjauhi mengonsumsi keong, dalam rangka mengambil jalan kehati-hatian dalam mengamalkan syariat (ihtiyath), seperti yang dijelaskan dalam kitab Shawaiq al-Muhriqah li al-Awham al-Kadzibah di atas. Wallahu a’lam.