Misteri Kasus Sum Kuning yang Tak Terungkap Sampai Sekarang
https://www.naviri.org/2019/06/misteri-kasus-sum-kuning.html
Naviri Magazine - Ini adalah kasus getir dan pahit Sumarijem, seorang gadis muda dari kelas bawah, seorang penjual telur dari Godean, Yogyakarta, yang diperkosa oleh segerombolan anak pejabat dan orang terpandang kala itu. Kasus ini merebak menjadi berita besar, ketika pihak penegak hukum terkesan mengalami kesulitan untuk membongkar kasusnya hingga tuntas.
Pertama-tama, Sum Kuning disuap agar tidak melaporkan kasus ini kepada polisi. Belakangan, oleh polisi, tuduhan Sum Kuning dinyatakan sebagai dusta. Seorang pedagang bakso keliling dijadikan kambing hitam, dan dipaksa mengaku sebagai pelakunya.
Tanggal 18 September 1970, Sumarijem yang saat itu berusia 18 tahun, tengah menanti bus di pinggir jalan dan tiba-tiba diseret masuk ke dalam sebuah mobil oleh beberapa pria. Di dalam mobil, Sumarijem (yang belakangan disebut Sum Kuning) dibius hingga tak sadarkan diri. Ia dibawa ke sebuah rumah di daerah Klaten, dan diperkosa bergilir hingga tak sadarkan diri.
Kasus ini cukup pelik. Karena, menurut Kapolri yang sangat berani, yaitu Hoegeng Imam Santoso, para pelaku pemerkosaan itu adalah anak-anak pejabat, dan salah seorang di antaranya adalah anak seorang pahlawan revolusi (keterangan ini terdapat dalam buku “Hoegeng, Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa”).
Dalam buku itu juga disebutkan bahwa Sum Kuning ditinggalkan di tepi jalan. Gadis malang ini pun melapor ke polisi. Bukannya dibantu, Sum malah dijadikan tersangka dengan tuduhan membuat laporan palsu!
Dalam pengakuannya kepada wartawan, Sum mengaku disuruh mengakui cerita yang berbeda dari versi sebelumnya.
Dia diancam akan disetrum jika tidak mau menurut. Anehnya, Sum juga disuruh membuka pakaiannya, dengan alasan polisi mencari tanda palu arit di tubuh wanita malang itu.
Karena melibatkan anak-anak pejabat yang berpengaruh, Sum malah dituding anggota Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia, ex-PKI). Saat itu memang pemerintah Soeharto gencar menangkapi anggota PKI dan underbouw-nya, termasuk Gerwani.
Kasus Sum disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sidang perdana yang ganjil ini tertutup untuk wartawan. Belakangan, polisi menghadirkan penjual bakso bernama Trimo. Trimo disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam persidangan, Trimo menolak mentah-mentah. Jaksa menuntut Sum penjara tiga bulan dan satu tahun percobaan. Tapi majelis hakim menolak tuntutan itu.
Dalam putusan, Hakim Ketua, Lamijah Moeljarto, menyatakan Sum tak terbukti memberikan keterangan palsu. Karena itu, Sum harus dibebaskan. Dalam putusan hakim, dibeberkan pula nestapa Sum selama ditahan polisi. Dianiaya, tak diberi obat saat sakit, dan dipaksa mengakui berhubungan badan dengan Trimo, sang penjual bakso. Hakim juga membeberkan Trimo dianiaya saat diperiksa polisi.
Hoegeng terus memantau perkembangan kasus ini. Sehari setelah vonis bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta, AKBP Indrajoto, dan Kapolda Jawa Tengah, Kombes Suswono. Hoegeng lalu memerintahkan Komandan Jenderal Komando Reserse, Katik Suroso, mencari siapa saja yang memiliki fakta soal pemerkosaan Sum Kuning.
“Perlu diketahui bahwa kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah, tetap kita tindak,” tegas Hoegeng.
Hoegeng membentuk tim khusus untuk menangani kasus ini. Namanya ‘Tim Pemeriksa Sum Kuning’, dibentuk Januari 1971. Kasus Sum Kuning terus membesar seperti bola salju.
Sejumlah pejabat polisi dan Yogyakarta, yang anaknya disebut terlibat, membantah lewat media massa. Belakangan, Presiden Soeharto sampai turun tangan menghentikan kasus Sum Kuning.
Dalam pertemuan di istana, Soeharto memerintahkan kasus ini ditangani oleh tim pemeriksa Pusat Kopkamtib. Hal ini dinilai luar biasa.
Kopkamtib adalah lembaga negara yang menangani masalah politik luar biasa, masalah keamanan yang dianggap membahayakan negara. Timbul pertanyaan, kenapa kasus perkosaan ini sampai harus ditangani Kopkamtib?
Dalam kasus persidangan perkosaan Sum, polisi kemudian mengumumkan pemerkosa Sum berjumlah 10 orang. Semuanya anak orang biasa, bukan anak penggede alias pejabat negara. Para terdakwa pemerkosa Sum membantah keras melakukan pemerkosaan itu. Mereka bersumpah rela mati jika benar memperkosa.
Kapolri Hoegeng sadar. Ada kekuatan besar untuk membuat kasus ini menjadi bias. Tanggal 2 Oktober 1971, Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri. Beberapa pihak menilai Hoegeng sengaja dipensiunkan untuk menutup kasus ini.
Sum lalu bekerja di Rumah Sakit Tentara di Semarang. Dia kemudian menikah dengan seorang pria yang sudah dikenalnya saat masih dirawat.
Tapi siapakah pelaku pemerkosaan sebenarnya masih menjadi tanda tanya besar sampai saat ini.