Kisah Nabi Muhammad (6): Isra Mi’raj dan Hijrah ke Madinah

Kisah Nabi Muhammad (6): Isra Mi’raj dan Hijrah ke Madinah

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah Nabi Muhammad 5: Penentangan Kaum Quraisy Mekah). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Pada tahun ke-10 kenabian, Nabi Muhammad SAW mengalami peristiwa Isra Mi'raj. Isra, yaitu perjalanan malam hari dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem.

Mi'raj, yaitu kenaikan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Aqsa ke langit melalui beberapa tingkatan, terus menuju Baitul Makmur, Sidratul Muntaha, Arsy (takhta Tuhan), dan kursi (singgasana Tuhan), hingga menerima wahyu di hadirat Allah SWT.

Dalam kesempatan berhadapan langsung dengan Allah SWT inilah, Nabi Muhammad SAW menerima perintah untuk mendirikan shalat 5 waktu sehari semalam. Peristiwa Isra Mi'raj ini terdapat dalam Al-Qur'an surat Al-Isrâ' ayat 1.

Hijrah

Harapan baru bagi perkembangan Islam muncul dengan datangnya jemaah haji ke Mekah yang berasal dari Yatsrib (Madinah). Nabi Muhammad SAW memanfaatkan kesempatan itu untuk menyebarkan agama Allah SWT, dengan mendatangi kemah-kemah mereka. Namun usaha ini selalu diikuti oleh Abu Lahab dan kawan-kawannya, dengan mendustakan Nabi SAW.

Suatu ketika, Nabi SAW bertemu dengan 6 orang dari suku Aus dan Khazraj yang berasal dari Yatsrib. Setelah Nabi SAW menyampaikan pokok-pokok ajaran Islam, mereka menyatakan diri masuk Islam di hadapan Nabi SAW.

Mereka berkata, "Bangsa kami sudah lama terlibat dalam permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan Aus. Mereka benar-benar merindukan perdamaian. Kiranya kini Tuhan mempersatukan mereka kembali dengan perantaramu dan ajaran yang kamu bawa. Oleh karena itu, kami akan berdakwah agar mereka mengetahui agama yang kami terima darimu."

Pada musim haji tahun berikutnya, datanglah delegasi Yatsrib yang terdiri dari 12 orang suku Khazraj dan Aus. Mereka menemui Nabi SAW di suatu tempat bernama Aqabah. Di hadapan Nabi SAW, mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Karena ikrar ini dilakukan di Aqabah, maka dinamakan Bai'at Aqabah.

Rombongan 12 orang tersebut kemudian kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah, dengan ditemani oleh Mus'ab bin Umair yang sengaja diutus oleh Nabi SAW atas permintaan mereka.

Pada musim haji berikutnya, jemaah haji yang datang dari Yatsrib berjumlah 75 orang, termasuk 12 orang yang sebelumnya telah menemui Nabi SAW di Aqabah. Mereka meminta agar Nabi SAW bersedia pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi SAW dari segala ancaman.

Nabi SAW menyetujui usul yang mereka ajukan.

Mengetahui adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dengan orang-orang Yatsrib, kaum Quraisy menjadi semakin kejam terhadap kaum Muslimin. Hal ini membuat Nabi SAW memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib. Secara diam-diam, berangkatlah rombongan-rombongan Muslimin, sedikit demi sedikit, ke Yatsrib. Dalam waktu 2 bulan, kurang lebih 150 kaum Muslimin telah berada di Yatsrib.

Sementara itu, Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar as-Sidiq tetap tinggal di Mekah bersama Nabi SAW, membelanya sampai Nabi SAW mendapat wahyu untuk hijrah ke Yatsrib.

Kaum Quraisy merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW, sebelum ia sempat menyusul umatnya ke Yatsrib. Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh seorang pemuda yang terkuat.

Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW, sehingga ia merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW menempati tempat tidurnya, agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.

Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta, Nabi SAW keluar dari rumahnya tanpa diketahui para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah menuju Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan Kota Mekah.

Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3 malam, menunggu keadaan aman. Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira Nabi SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari persembunyian.

Pada waktu itu, Abdullah bin Uraiqit, yang diperintahkan oleh Abu Bakar, tiba dengan membawa 2 ekor unta yang telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW bersama Abu Bakar menuju Yatsrib, menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak pernah ditempuh orang. Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya 5 km dari Yatsrib.

Di desa itu mereka beristirahat selama beberapa hari. Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini, Nabi SAW membangun sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan.

Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu, penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangan mereka. Menurut perhitungan, berdasarkan perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu, mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan.

Akhirnya, waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan, dan menyanyikan lagu Thala' al-Badaru, yang isinya: “Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ'i (celah-celah bukit). Kami wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi. Wahai orang yang diutus kepada kami, engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati.”

Setiap orang ingin agar Nabi SAW singgah dan menginap di rumahnya. Tetapi Nabi SAW berkata, "Aku akan menginap di mana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya."

Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian, Nabi SAW memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara.

Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah untuknya. Sejak itu, nama kota Yatsrib diubah menjadi Madînah an-Nabî (kota nabi). Orang sering pula menyebutnya Madînah al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.

Baca lanjutannya: Kisah Nabi Muhammad (7): Terbentuknya Negara Madinah 

Related

Moslem World 2762826863052886392

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item